Masjid yang didominasi warna orange ini diberi nama Historical Mosque. Letaknya memang agak tersembunyi, yaitu di tengah-tengah kompleks gedung apartemen. Pantas kami tidak dapat menemukannya.
Masjid masih tampak ramai. Sisa-sisa perayaan hari raya Iedul Adha masih terlihat. Disana-sini orang bergerombol sambil ngobrol, bercanda dan makan minum. Kami berdua langsung menuju pintu masjid. Sayang saya tidak diperkenankan masuk karena masjid disesaki kaum lelaki yang tengah sibuk mempersiapkan shalat Jumat, meski waktu zuhur masih 2 jam lebih. Saya terpaksa harus puas menikmati masjid dari luar, sementara menanti suami yang masuk untuk tahiyatul masjid.
Historical Mosque dibangun pada tahun 1823. Tsar ( kaisar) Aleksandre I mengizinkan pembangunannya sebagai tanda penghargaan kepada pasukan berkuda Tatar dan Bashkir yang telah berhasil memasuki Paris dalam rangka mengejar Napoleon Bonaparte, kaisar Perancis yang ketika itu menjadi musuh kekaisaran Rusia. Namun dengan berkuasanya Komunisme di negri ini, seperti juga rumah ibadah agama lain, pada tahun 1937 masjid ditutup secara paksa. Dan baru berfungsi lagi pada tahun 1993 menyusul kejatuhan Komunisme.
Menurut laporan, kaum Muslimin di negri ini meliputi 20% dari total 270 juta penduduk seluruh negara. Mereka ini terdiri lebih dari 35 suku yang memakai sekitar 100 bahasa yang berlainan. Laju pertumbuhan Islam merupakan yang tertinggi dibanding agama lain yang ada di negara ini.
Sayangnya pemerintah pusat menganggapnya sebagai ancaman. Rusia memang pernah lama dikuasai bangsa Tartar yang Muslim. Dan tampaknya mereka tidak menginginkan hal ini terjadi kembali. Sebagai catatan, Islam mulai masuk ke Asia Tengah khususnya di Bukhara dan Samarkand pada awal abad 8. Dari kota inilah kemudian Islam menyebar ke Siberia pada abad 15.
Pada abad 11 di masa kekuasaan Vladimir, Islam pernah ditolak karena alasan alkohol dan daging babi, yang sudah menjadi kebiasaan bangsa ini. Meski pada dasarnya mereka menyukai persamaan dan toleransi dalam Islam serta kemudahan dalam ibadahnya. Dan pada akhirnya sang kaisarpun memilih Kristen Ortodoks Yunani sebagai agama resmi Negara, bagi bangsanya yang sangat suka takhayul ini.
Selanjutnya ketika terjadi revolusi pada tahun 1917 semua agama dilarang. Semua rumah ibadah ditutup, kitab suci dibakar, termasuk masjid dan Al-Quranul Karim. Akibatnya masjid yang sebelumnya mencapai 10.000-an setelah itu hanya tinggal 100-an yang fungsi dan penggunaannyapun diatur undang-undang Negara.
Kini pasca jatuhnya komunisme di bekas Uni Sovyet ini tercatat ada lebih dari 7.000 masjid di seluruh Rusia dan tidak sedikit pula Muslim Rusia menjadi pejabat penting, seperti wali kota dan gubernur, disamping pengusaha-pengusaha yang cukup sukses dan kaya raya, ujar Aji Surya, diplomat Indonesia di Moskow dalam salah satu bukunya.
Sulit rasanya membayangkan betapa gembiranya kaum Muslimin yang sempat dikebiri selama puluhan tahun itu. Terutama generasi tuanya tentu saja, yang pasti mengalami masa suram tersebut. Terharu rasanya hati ini menyaksikan anak-anak muda bercampur dengan orang-tua mereka memadati halaman masjid yang asri ini.
Historical Mosque, masjid yang saat ini sedang kami kunjungi ini memang tidak begitu besar, namun terlihat terawatt. Tidak jauh dari sana berdiri beberapa tenda yang menjual pernak pernik perlengkapan Musim. Ada peci khas Rusia, tasbeh, sajadah, buku-buku Islam termasuk Al-Quran dll. Beberapa anak muda dengan wajahnya yang khas tersenyum-senyum melihat saya mencoba peci Rusia dengan tulisan kaligrafi Allah diatasnya. Ingin rasanya membuka percakapan, demi mengorek keterangan tentang Islam di negri ini, namun pesimis mereka bisa berbahasa Inggris.
Setelah puas mengamati masjid kamipun pergi meninggalkannya. Masih ada 2 masjid yang bisa disambangi di ibu kota ini. Sebetulnya 3, namun yang 1 tidak jelas alamatnya. Sementara yang 1 lagi sulit di akses. Padahal sebenarnya masjid ini unik. Ia didirikan di sebuah kompleks rumah ibadah, bercampur dengan rumah ibadah agama lain. Bahkan kabarnya di kompleks ini 2 bangunan masjid, satu masjid Syiah satu lagi milik Sunni.
Tinggal 1 yang kemungkinan besar bisa dikunjungi. Yaitu Moscow Katedral Mosque. Ini adalah masjid terbesar di Moscow. Mengapa dinamakan Katedral? Entahlah … Rencananya kami akan mengunjungi masjid ini sepulang dari St Petersburg dan Kazan. Hari ini kami akan menghabiskan waktu dengan melihat-lihat kota, terutama Kremlin, yang kemarin malam baru kami lihat dari kejauhan.
Kremlin sebenarnya adalah istilah Rusia untuk benteng dimana di dalamnya berdiri kompleks gedung pemerintahan. Kremlin tidak hanya ada di Moskow namun juga di kota-kota besar Rusia lain, Kazan contohnya. Namun orang terbiasa merujuk Kremlin sebagai pusat pemerintahan Rusia atau Uni Sovyet dimasa Komunisme. Biasanya ini menunjuk pada Kremlin yang ada di Moskow.
Kremlin sejak zaman para tsar hingga Uni Sovyet digunakan sebagai tempat tinggal resmi tsar dan orang no 1 negara. Kremlin ini berada di dalam pelataran dinamakan Red Square. Ia merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat spiritual Rusia. Di kompleks ini berdiri beberapa istana, gereja, museum dan sebuah mall raksasa yang cantik.
Namun kabarnya, presiden Rusia saat ini memilih menempati kantor yang berada di luar kompleks ini. Kelihatannya lokasi ini memang tidak cocok untuk dijadikan kediaman resmi presiden. Terlalu crowded …
Beberapa kali kami melihat pasangan pengantin dengan Limosin mewahnya singgah dan berpose di tempat ini. Turis yang berkunjung ke tempat ini tampaknya bukan hanya wisatawan lokal namun juga mancanegara. Apalagi siang ini udara begitu cerah, matahari bersinar terang meski temperature tidak lebih dari 3 derajat Celcius.
Namun ketika kami sedang asik berfoto ria tiba-tiba saja turun hujan, tidak tanggung-tanggung hujan es! Kami segera berlari mencari tempat berteduh. Kebetulan kami sedang begitu jauh dari mall. Jadi kesanalah kami berlindung.
Kami berada di mall tersebut hingga hujan selesai. Kami makan siang di foodcourt raksasa yang sangat padat pengunjung di lantai dasar mall. Setelah lelah berkeliling, berharap menemukan makanan halal, akhirnya kami terpaksa pasrah dan duduk di salah satu pojok untuk memesan mie sea food di sebuah stand makanan cina.
Setelah itu kami pergi meninggalkan mall dan berjalan menikmati bagian luar Red Square. Di pelataran ini terlihat berjejer kaki lima yang menjual berbagai souvenir Rusia. Setelah puas melihat-lihat dan membeli beberapa sebagai oleh-oleh dan kenang-kenangan, kamipun menuju taman yang ada di dekat situ. Hari telah beranjak sore. Kami belum shalat zuhur dan asar.
Shalat adalah kewajiban bagi seorang yang mengaku Muslim. Dalam keadaan sulit bagaimanapun shalat adalah keharusan. Bahkan ketika dalam keadaan perang sekalipun, meski caranya memang agak berbeda dengan shalat biasa.
“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. … … ”.(QS.An-Nisa(4):102).
Begitupun ketika dalam perjalanan, Allah swt memberikan beberapa keringanan, diantaranya boleh dijamak-qashar (digabung dan diperpendek), dengan syarat-syarat tertentu.
Dari Abu Hurairah, bahwasanya ia pernah shalat bersama Rasulullah saw dua reka’at-dua reka’at dalam perjalanan ke Makkah, selama muqim di Makkah sampai pulang (ke Madinah). (HR. Abu Dawud Ath-Thayalisi).
Untuk itulah maka kamipun segera mencari tempat yang agak tersembunyi dan tidak begitu menarik perhatian. Namun tidaklah mudah. Untung sore itu tidak terlalu ramai. Maka di salah satu deretan kursi taman akhirnya kami shalat sambil duduk. Kami memilih untuk duduk agak berjauhan dan shalat masing-masing. Saya shalat lebih dulu baru suami menyusul tanpa menunggu saya selesai dulu, dengan tujuan untuk saling melindungi dari berbagai macam gangguan.
Ketika saya mengucap salam terakhir itulah saya baru menyadari bahwa ada 2 orang polisi sedang berjalan pelan mendekati suami saya yang masih shalat. Panik juga saya melihat hal tersebut. Tanpa dapat menduga apa yang akan mereka perbuat reflex saya segera berdiri dan mendekati suami saya sambil memandang keduanya. Tanpa terasa keringat dingin langsung keluar, padahal hari begitu dinginnya.
“ Is he alright?”, tanya salah satu diantara polisi tersebut begitu tiba berada dihadapan kami.
“Yes, of course, he is alright. He is praying”, jawab saya segera.
Polisi tersebutpun lalu berlalu, terus menoleh ke arah kami dan tersenyum sambil mengangkat bahu.
Wuih leganya hati ini, Alhamdulillah, sambil mengingat wajah sipit yang merupakan ciri khas Muslim negri ini. Apakah ia juga seorang Muslim?, pikir saya, wallahu’alam …
( Bersambung).
Leave a Reply