Hari ini hari ke 25 bapak dirawat di RS, dengan perkembangan kesehatan yang tidak begitu berarti. Tangan dan kaki bapak tetap lemah, belum juga bisa digerakkan. Namun Alhamdulillah, daya ingat, daya pikir dan komunikasi tetap lancar. Meski timbul masalah lain, yaitu punggung yang mulai lecet-lecet karena terlalu lama berbaring di tempat tidur.
Luka seperti ini biasa disebut Decubitus. Padahal kami, putra-puti yang merawatnya, sudah berupaya merubah posisi tidur bapak, ke kanan dan ke kiri, tiap 2 jam sekali. Ini sesuai anjuran suster di RS. Luka ini disebabkan terganggunya sirkulasi darah yang tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu, karena tertindih, tidak bergerak atau berada di suatu posisi yang sama terlalu lama.
Luka lecet biasanya terjadi di punggung sekitar tulang belakang, tulang ekor, paha, siku dan tumit. Dan bila dibiarkan lama kelamaan bisa menjadi infeksi, menjadi busuk dan bernanah ( gangrene), yang tidak hanya merusak jaringan kulit namun juga jaringan syaraf. Bahkan pada penderita Diabetes Melitus, bagian tersebut bisa jadi harus diamputasi !
Fenomena ini mengingatkan saya pada ayat Al-Quran tentang penghuni gua Kahfi, Ashabul Kafhi berikut :
“Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”.(QS. Al-Kahfi(18):18).
Ini adalah kisah tentang beberapa pemuda beriman dan seekor anjingnya, yang ‘ditidurkan’ Tuhannya selama 300 tahun ditambah 9 tahun, di dalam sebuah gua. Allah swt menidurkan mereka dengan tujuan selain menyelamatkan mereka dari kejaran orang-orang yang memusuhi mereka, juga sebagai tanda untuk menunjukkan kebesaran-Nya.
Tidur selama 309 tahun, bagi orang awam, tentu hal yang amat sangat mustahil. Namun tidak bagi Sang Khalik, dengan “ Kun Fayakun”, “Jadi, maka jadilah”. Akan tetapi Allah swt, Yang Maha Kuasa ( Al-Maliik), Yang Maha Pintar ( Ar-Rosyiid), Yang Maha Bijaksana ( Al-Hakiim) tampaknya tidak ingin manusia, sebagai hamba ciptaan-Nya yang paling pandai itu, hanya seperti robot, yang hanya pasrah, diam, apatis, menanti keputusan-Nya.
Untuk itu diciptakan manusia itu berakal, agar ia dapat berusaha, memikirkan kebesaran Allah, mengagumi betapa hebat dan dasyatnya ilmu Allah. Maka ‘mantera’ “Kun Fayakun”yang maha dasyat itupun disimpan-Nya, digunakan hanya sekali-sekali.dan sebagai gantinya, dibuat dan diperlihatkan-Nya langkah-langkah sains agar manusia dapat ‘mengikuti’ dan “memahami” ilmu-Nya, meski itupun hanya secuil, ibarat setetes air hujan di lautan nan luas.
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.Lukman(31):27).
Ayat 18 surat Al-Kafi diatas hanyalah salah satunya. Ayat tersebut menerangkan bagaimana Allah swt membalik-balikkan badan para pemuda Asbabul-Kahfi, dengan hikmah tertentu. Yaitu agar tubuh mereka tidak kaku, rusak dan terserang Decubitus ! Dan hikmah tersebut baru kita ketahui belakangan ini saja. Padahal Al-Quran telah turun 14 abad lebih yang lampau.
Lebih hebat lagi, ternyata ayat 18 surat Al-Kahfi diatas, tidak hanya berhenti disitu, tidak hanya sekedar membalik-balikkan posisi tubuh, namun juga membalikkan posisi tubuh kearah datangnya sinar matahari. Mengapa ?
Saya jadi teringat, Dr mengatakan bahwa bapak kekurangan kalsium, maklum orang yang sudah sepuh atau perempuan yang sudah menopause biasanya memang begitu. Ini yang menyebabkan keroposnya tulang, atau osteoporosis. Itu sebabnya bapak mendapat infus kalsium extra. Namun tambahan tersebut tetap tidak mencukupi. Maka Dr pun memutuskan bahwa bapak perlu ‘dijemur’ agar mendapatkan extra sinar matahari pagi. Ternyata kalsium yang merupakan unsur penting bagi pembentukan dan penguatan tulang dan gigi, tanpa bantuan sinar matahari yang mengandung vitamin D itu, tidak ada artinya. Subhanallah …
Intinya, kita sebagai manusia tidak boleh pasrah sebelum berusaha keras. Islam mengajarkan, bahwa hasil akhir itu bukanlah tujuan utama. Karena hasil itu sudah ditetapkan oleh-Nya, sebagai takdir. Demikian pula kematian.
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya)”. (QS. Al-Mukmin(40):67).
Proses atau jalan untuk mendapatkan hasil itulah yang lebih utama. Itulah tawakkal. Simak kisah berikut ini.
Seseorang berkata kepada Nabi ShollAllahu ‘alaihi wa sallam, “Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal ?” Nabi bersabda, “Ikatlah kemudian bertawakkallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al Albani dalam Shohih Jami’ush Shoghir). Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin Umayah RadhiyAllahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rosululloh!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku berTawakkal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?’, Beliau menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakkallah kepada Allah.”
Saat ini kami keluarga besar, sedang dalam proses memikirkan apakah sebaiknya bapak jadi meneruskan rencana operasi sebagaimana yang dianjurkan tim Dokter atau tidak. Keraguan kembali muncul belakangan ini karena kami melihat kenyataan bahwa kondisi bapak tidak begitu fit untuk segera di operasi. Padahal kami berkejaran dengan waktu, yaitu keburu keringnya syaraf sebagaimana alasan awal tim Dokter lebih 3 minggu yang lalu, mengapa bapak sebaiknya segera di operasi.
Akhirnya sebagian dari kamipun menginginkan agar bapak berobat alternative saja, sebagian berpendapat tetap operasi Dokter dengan second opinion, dan sebagian lain berobat ke Dokter yang memiliki keahlian pengobatan ke-timur-an, seperti akunpuntur, refleksi dll.
Sementara itu yang cukup mengejutkan, bapak beberapa kali bercerita bahwa bapak merasa sering ada yang suka memijat kaki dan tangan bapak, tanpa bapak bisa melihat siapa yang melakukan hal itu ! Tak urung merinding juga bulu kuduk ini, adakah ini pertolongan Allah yang mengutus pasukan malaikat-Nya sebagaimana Dia pernah mengutus para malaikat membolak-balikkan para pemuda penghuni gua Kahfi? Agar syaraf bapak tidak mengering ?? Semoga saja, Allahuakbar …
Yang juga patut diambil sebagai pelajaran, bapak yang sejak muda selalu hidup disiplin, menjaga kebersihan dan kesehatan, dengan makan tidak berlebihan, cukup olah raga ringan, mengkonsumsi vitamin, tidur tidak terlalu larut dan bangun di waktu subuh dll, tanpa merujuk kepada cara hidup sehat Rasulullah saw mungkin adalah kekurangan beliau.
Madu memang sudah termasuk dalam daftar cara hidup sehat bapak, namun tidak yang lain. Seperti mengkonsumsi Habatussauda (jintan hitam), minyak zaitun atau berbekam secara rutin, misalnya. Mungkin ini saat yang tepat bagi kita untuk mau memulai mempelajari dan mempraktekkan bagaimana Rasulullah saw menjaga kesehatan dan mengatur waktu, termasuk waktu malam yang sarat diisi dengan bermunajat kepada-Nya.
“ Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (QS.Al-Muzzammil(73):1-4).
Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah aku melewati satu dari langit-langit yang ada melainkan para malaikat mengatakan: ‘Hai Muhammad, perintahkan ummatmu untuk berbekam, karena sebaik-baik sarana yang kalian pergunakan untuk berobat adalah bekam, al-kist, dan syuniz semacam tumbuh-tumbuhan’.”
Dari Aisyah R.A bahwasanya ia mendengar Nabi SAW bersabda; ” Sesungguhnya Habbatus Sauda’ ini merupakan obat bagi setiap penyakit, kecuali saam. Aku bertanya, “Apakah saam itu?”. Beliau menjawab, “Kematian.” (HR. Bukhori).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 31 Desember 2013.
Vien AM.