Feeds:
Posts
Comments

Archive for February, 2014

Urgensi Dakwah dalam Islam.

Kata “dakwah” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti: panggilan, ajakan, dan seruan. Kata ini berasal dari kata kerja : دعا ( da’a),  يدعو  (yad’u).

« Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti ». (QS.Al-Baqarah(2) :171).

«  Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti ». (QS.Ali Imran(3) :193).

Dakwah adalah ajakan agar manusia mau beriman kepada Sang Khalik, Allah swt, mengakui bahwa Ia-lah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, taat kepada-Nya, melaksanaka segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan itu semua dilaksanakan dengan mencontoh apa yang telah dilakukan Rasulullah Muhammad saw.

Pada masa hidup Rasuluh saw, dakwah terbagi atas 2 jenis, yaitu dakwah secara rahasia/tersembunyi ( Sirriyatud Dakwah) dan dakwah secara terang-terangan ( Jahriyatud Dakwah). Dakwah secara rahasia terpaksa dilakukan karena penganut Islam pada waktu masih sedikit sekali dan pula dimusuhi. Dakwah ini hanya berlangsung 3 tahun, setelah itu turun perintah agar Rasulullah berdakwah secara terang-terangan.

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.  (QS.Al-Hijir [15]: 94).

Dakwah atau ajakan kepada Tauhid sebenarnya terjadi tidak hanya di zaman hidup nabi saw, namun pada semua nabi Allah, yaitu sejak nabi Adam as hingga nabi Isa as. Ini menunjukkan bahwa pada dasarnya para nabi dan rasul itu diutus untuk menyembah hanya kepada Allah swt, Azza wa Jalla, Tuhan Yang Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Hanya saja syariatnya yaitu hukum atau aturannya berbeda-beda, sesuai dengan kitab yang diturunkan kepada nabi-Nya. Dalam hal ini, Islam, tentu saja merujuk kepada Al-Quran dan hadist.

Uniknya, dakwah bukanlah monopoli para nabi. Perintah ini juga berlaku untuk semua manusia. Namun tentu saja sesuai kemampuan dan kapabilitas masing-masing.

Jadi sungguh tidak benar jika ada yang berpendapat bahwa orang Islam itu yang penting baik prilakunya dan menjalankan ibadah pribadinya, seperti shalat, puasa, zakat dan  pergi haji. Akan tetapi tidak sedikitpun terbersit di dalam hatinya untuk berdakwah.

Coba bayangkan bila Rasulullah dan para sahabat dulu tidak berdakwah. Mungkinkah Islam bisa berkembang seperti sekarang ini ? Mungkinkah penduduk Mekah yang waktu itu mayoritas kafir memeluk Islam, membolehkan sanak keluarganya shalat, bahkan mengizinkan Ka’bah yang sejak dulu memang pusat ibadah haji ala pagan itu dikembalikan ke fungsinya yang sebenarnya yaitu haji yang bersih dari segala ritual kesyirikan ??

Islam adalah way of life, cara pandang hidup, bukan sekedar ajaran budi pekerti dan sejumlah aturan pribadi yang memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan bermasyarakat. Islam adalah sebuah pandangan apa itu hidup dan kehidupan, yang memiliki ikatan erat antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan manusia lainnya serta antara manusia dengan alam sekitarnya.

Oleh karena itu hukum Islam sangat dibutuhkan agar umat Islam bisa beribadah dengan baik, agar ada hukum yang bisa dijadikan pakem sekaligus payung untuk berlindung. Kehidupan masyarakat negara Madinah yang dibentuk Rasulullah begitu Islam memiliki kekuatan dan sumber daya manusia adalah contoh masyarakat Islam yang paling baik. Itu pula sebabnya kita harus saling mengajak, dalam kebaikan, dan saling mengingatkan untuk menjauhi kejahatan.

« Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung ». (QS.Ali Imran(3) :104).

Uniknya lagi, segala aktifitas kehidupan, bila disandarkan kepada Sang Khalik, nilainya adalah ibadah. Karenanya berdakwah bukan hanya memberikan tausiyah sebagaimana yang biasa diberikan para pendakwah seperti uztad/uztadzah. Namun juga pemberian contoh keteladanan, seperti kedisiplinan, menjaga silaturahim, menghormati orang-tua atau yang lebih tua,  menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dll. Itu semua bisa bernilai dakwah.

Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).

Bahkan bagi para Muslimah  yang tinggal di negri minoritas Muslim, dengan berhijab saja bisa menjadi dakwah dan mempunyai nilai tersendiri. Apalagi bila bisa mengerjakan shalat atau membaca Al-Quranul Karim di tempat umum, tentu akan lebih baik lagi.

Jadi dakwah itu tergantung situasi dan lingkungan yang didakwahi ( mad’u).  Selain dengan contoh dan keteladanan, dakwah bisa juga dilakukan melalui  tulisan di blog, ataupun ‘status’ di jejaring sosial, seperti FB misalnya.

Itu sebabnya untuk berdakwah tidak harus menunggu hingga sepintar atau  sesholeh para dai dan ulama kenamaan.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 26 Februari 2014.

Vien AM.

Read Full Post »

Pujian dalam pandangan Islam.

Rasanya tak ada di dunia ini orang yang tidak senang  dipuji, baik secara langsung maupun tidak. Yang berbeda mungkin hanya tanggapannya, ada yang bersyukur, ada yang biasa-biasa saja, ada yang senang, ada yang bangga dan ada pula overacting. Meski pujian tidak jarang hanya basa-basi, bahkan bisa jadi dengan maksud tertentu. Yang terakhir ini mungkin ditujukan bagi orang yang memang gila hormat dan pujian.

Pujian adalah cerminan dari perhatian yang diberikan kepada seseorang, bisa karena prestasi, bisa juga karena kelebihan yang dimiliki orang yang bersangkutan. Kelebihan tersebut bisa berupa  kesuksesan,  kepintaran, kesholehan,  kekayaan , kecantikan/ ketampanan,  dan lain sebagainya.

Dalam dunia pendidikan, reward and punishment atau pujian dan hukuman adalah hal biasa. Pujian dan penghargaan diberikan kepada mereka yang berbuat baik, yang berhasil meraih prestasi misalnya. Sedangkan hukuman diberikan kepada yang berbuat salah, melanggar aturan, contohnya.

Dengan kata lain, penghargaan diberikan sebagai ungkapan rasa senang dan bangga atas perbuatan baik dan prestasi anak.  Sedang hukuman diberikan dengan tujuan untuk menuntun dan memperbaiki kesalahan, bukan untuk menjatuhkan apalagi tujuan balas dendam. Jadi reward and punishment adalah alat untuk mendidik agar anak didik mau berusaha memperbaiki kelakuan, sikap  dan prestasinya.

Secara umum, Allah swt mencontohkan hal ini dengan adanya pahala dan dosa.

“ … …,  maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. … ” , (QS Al-Maidah (5):48).

Ini untuk memotivasi manusia agar mau berbuat baik. Karena pada dasarnya manusia itu senang berlomba. Meski sayangnya, tidak jarang manusia itu senang berlomba dalam segala hal, baik dalam hal kebaikan maupun hal keburukan.

Dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa ada orang yang memuji temannya yang ada disamping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Celakalah engkau, kau telah menggorok leher saudaramu. Kau telah meggorok leher saudaramu!”.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar ada orang yang memuji saudaranya dengan sangat berlebihan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Kalian telah mematahkan punggung saudara kalian (kalian telah membinasakannya).” [HR. Bukhari Muslim ).

Ya pujian adalah ibarat pedang bermata dua, yang dapat menjadi sarana ketakwaan kepada Allah di satu sisi,  dan dapat menjadi alat masuknya bisikan syaithan, di sisi sebaliknya. Oleh karenanya Islam mengatur adab dam tata cara memuji ini, bagaimana agar pujian tidak menjadi bumerang , agar pujian tidak menyebabkan seseorang menjadi besar kepala dan lalai.

Pujian terbagi menjadi 2, yaitu pujian yang tercela dan pujian yang diperbolehkan. Pujian yang tercela, adalah pujian yang berlebihan dan pujian yang dapat menyebabkan orang yang dipuji merasa bangga diri (‘ujub). Sedangkan pujian yang dibolehkan adalah yang hanya sekedarnya, tulus dan membuat yang dipuji bertambah dekat kepada Sang Khalik.

Harus kita ingat bahwa pujian hanyalah milik Allah Azza wa Jalla. Kebaikan dan kelebihan seorang hamba tidak ada apa-apanya dibanding dengan-Nya. Dan lagi kelebihan seorang hamba sejatinya adalah pemberian dan berkat izin-Nya. Apalagi bila kelebihan tersebut adalah kelebihan yang sifatnyas fisik, kecantikan misalnya. “Udah dari sononya”, kata orang Betawi.

Ironisnya, kelebihan semacam ini makin hari makin sirna, ditelan umur dan waktu. Kecantikan dan ketampanan seseorang jelas tidak abadi. Cobalah bayangkan seorang perempuan yang diwaktu mudanya cantik rupawan. Bandingkan dengan ketika ia berusia 70 tahunan, ketika giginya sudah mulai tanggal alias ompong. Atau lelaki yang ketika muda tampan dan gagah, bandingkan setelah ia berusia lanjut, giginya ompong, perutnya buncit dan kepalanyapun botak.

“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,  Maha Pemurah lagi Maha Penyayang » (QS. Al-Fatihah(1) : 2-3).

Bicara soal gigi, suatu hari saya pernah mengantar seorang kerabat yang sudah sepuh ke tukang gigi, untuk memperbaiki gigi palsunya yang patah beberapa minggu sebelumnya. Kerabat saya tersebut mengeluh bahwa ia merasa lidahnya lebih panjang dari sebelumnya. Selain itu ia juga merasa tidak dapat berkata-kata secara jelas, alias pelo. Padahal ia tidak sakit alias sehat-sehat saja.

Usut punya usut, ternyata pangkal semuanya adalah karena gigi. Menurut tukang gigi tersebut, yang menyebabkan ibu tersebut merasa lidahnya memanjang, karena selama beberapa minggu ia tidak memakai gigi palsunya. Akibatnya lidah menjadi tidak terkontrol, dan ‘lari ‘kesana-kemari, keluar dari ‘pagar’gigi yang selama ini membatasinya. Demikian juga kata-kata yang tidak jelas dan mendesis, itu semua diakibatkan karena alpanya gigi ! Subhanallah …

“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ».(QS.At-Tiin(95):4).

Imam Al Ghazali berkata: “Apabila kalian membenci atas dirimu hendaklah kalian alihkan untuk memuji kepada Allah swt. Karena orang yang memuji Allah itu adalah orang yang dekat dengan Allah. Orang yang berlebihan memuji manusia adalah yang lupa bahwa Allah bersifat Maha Tinggi lagi terpuji.”

Lagi pula, dibalik kelebihan dan kesholehan seorang hamba, pasti ada kejelekan dan kekurangannya, meski mungkin hanya dirinya yang mengetahui hal tersebut. Oleh karenanya, ketika kita sedang dipuji, dianjurkan agar segera istighfar, meyakini  bahwa Allah swt sedang menutupi kejelekan dan kekurangannya tersebut. Dan membaca doa yang artinya adalah sebagai berikut :

“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku sendiri daripada mereka yang memujiku”.

“Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka duga, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan sebab perkataan mereka” (HR. Al-Baihaqi).

Sebaliknya bagi yang suka memuji, bila ia benar-benar mencintai saudaranya, tahanlah pujian tersebut, karena pada umumnya manusia itu memiliki sifat-sifat lemah, seperti munafik, ujub, lupa diri, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Disamping itu bila memang kita ingin memujinya, lakukan itu dengan ikhlas, dengan tujuan untuk memotivasi, dan agar ia mensyukuri kelebihan tersebut. Yang dengan demikian dapat lebih mendekatkan diri pada-Nya.

“ … … Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. … … “. (QS. Al Maidah(5): 2).

Fenomena puji memuji yang belakangan ini menjadi trend adalah pemberian ‘jempol’di dunia maya, FaceBook, contohnya. Jempol diberikan kepada status atau foto yang diunggah sesama anggota FB, sebagai bentuk perhatian, apresiasi atau sekedar ‘sudah dibaca”.  Atau bisa juga hanya basa-basi. Padahal tidak jarang status atau foto yang dipajang itu tidak Islami. Tidak jelas sebenarnya atas dasar apa jempol tersebut diacungkan.

Lebih parah lagi apa yang terjadi saat ini. Yaitu pujian yang sifatnya membela seseorang secara berlebihan, tidak peduli orang yang dipuji dan dibelanya itu salah atau benar. Ini adalah contoh pujian yang sama sekali tidak islami, karena sifatnya sangat emosional, dan sudah mengarah kepada pendewaan.

“ Cintailah orang yang kamu cintai sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau benci. Dan, bencilah orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi pada suatu hari kelak ia akan menjadi orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim).

Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:

 “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim).

Mungkin sudah saatnya  kita harus introspeksi, memilah-milah mana yang patut mendapat pujian, mana yang tidak. Jangan sembarang mengangkat jempol, memuji dan mengeluarkan pendapat, karena semua itu ada pertanggung-jawabannya, baik di dunia apalagi di akhirat nanti.

“ pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan”. (QS.An-Nuur(24) :24).

“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk fisik kalian dan harta kalian. Melainkan Dia melihat kepada hati kalian”. (HR. Muslim).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 20 Februari 2014.

Vien AM.

Read Full Post »

Al-Quran dan GPS.

GPS yang merupakan singkatan dari Global Positioning System  belakangan ini makin saja digemari dan dicari  orang. Paling tidak  itulah yang terjadi di Eropa dan Amerika. Di Negara-negara maju kedua benua tersebut GPS hampir wajib dimiliki semua orang dari berbagai kalangan. Dari kendaran pribadi hingga taxipun memilikinya. Di Indonesia, Jakarta khususnya, sebagai barometer ibu kota negara, memang belum begitu popular, ntah mengapa. ( Harap maklum tulisan ini dibuat pada awal 2014, jauh sebelum kendaraan online ada seperti saat ini ).

GPS adalah alat canggih pemandu jalan dengan bantuan navigasi satelite. Dengan alat bantu ini kita dapat menemukan alamat seseorang dengan mudah. Kita tinggal memasukkan alamat tujuan, kemudian sang peralatan canggih tadi dalam hitungan detik akan menunjukkan lokasi yang kita tuju. Kemudian secara otomatis, GPS  akan memperlihatkan jalan mana yang harus ditempuh agar sampai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian kita tidak perlu lagi khawatir tersesat.

Malah bila kita mau membayar lebih, kita bisa mendapatkan aplikasi yang lebih canggih. Yaitu yang bisa menunjukkan jalan-jalan mana yang bebas hambatan, seperti macet, banjir dsbnya. Dapat dipastikan, ditanggung  laku keras bila dijual di Jakarta yang hari-hari ini sedang sering dilanda musibah banjir.

Bicara soal kemacetan di ibukota, jangankan di musim hujan yang rawan banjir, di musim kemaraupun Jakarta tidak pernah tidak macet. Orang bilang bukan Jakarta kalau tidak macet. Bahkan di hari Lebaran, yang di tahun-tahun lalu jalanan agak sepi, tidak lagi demikian belakangan ini.

Kemacetan di Jakarta nampaknya sudah mencapai titik sangat mengkhawatirkan. Seorang pemerhati sosial di Jakarta, beberapa tahun lalu pernah menyatakan bila masalah kemacetan di ibukota tidak segera dibenahi,  pada tahun 2014, yaitu tahun ini, Jakarta akan stuck, alias macet total. Menurutnya, semua kendaraan akan mengalami kemacetan begitu keluar dari garasi rumah masing-masing.

Macet memang benar-benar menyebalkan. Selain membuang waktu, tenaga dan bahan bakar juga membuat polusi udara Jakarta yang sudah sumpek menjadi semakin sumpek saja. Ironisnya, macet sering kali hanya gara-gara angkot yang ‘ngetem’seenaknya sendiri menutup jalanan.  Membuat ingin rasanya bisa terbang ke atas, dan melihat ke bawah, apa sebenarnya yang menjadi penyebab macet.

Kalau sudah begini, GPS versi yang bisa merekam kemacetan tadi pastinya bisa menjadi solusi terbaik. Walaupun kalau penyebab kemacetan baru saja terjadi, ketika kendaraan kita sudah di depan mata, GPS pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali berputar arah, dan GPS kita setting ulang.

Nah, seperti itulah pada dasarnya kita suci kita, Al-Quranul Karim. Kitab ini adalah petunjuk kita dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Ia adalah cahaya dalam kegelapan, yang dengannya hidup tidak akan tersesat.

“(Al Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.(QS. Ali Imran(3):138).

Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”(QS. Al-Baqarah(2):2).

al-quranul-karim-660x330Namun dari kedua ayat diatas saja, jelas bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk hanya bagi orang yang takwa. Artinya bagi orang yang tidak meyakini bahwa dunia hanya kehidupan sementara, dan bahwa Allah bukanlah satu-satunya pencipta, ayat-ayat suci tersebut tidak memberi manfaat apa-apa, apalagi petunjuk.

Persis seperti orang yang tidak percaya dengan kemampuan GPS. Karena betapapun canggihnya alat pemandu jalan ini bila kita tidak mempercayainya tentu sama aja bo’ong,  alias sama sekali tidak ada manfaatnya.

Mengapa orang bisa tidak percaya pada GPS? Banyak penyebabnya. Diantaranya mungkin tidak mengenal GPS, tidak tahu cara penggunaannya, GPS sering error, atau memang tidak ingin percaya saja !.

Bagaimana dengan Al-Quran? Mengapa orang bisa tidak percaya dengannya? Bisa jadi sama dengan keempat alasan diatas. Yaitu tidak kenal Al-Quran, tidak tahu apa dan bagaimana Al-Quran itu, akibatnya Al-Quran dianggap sering error dan terakhir, memang tidak ingin percaya kepada Al-Quran.

Bagi kita, umat Islam di Indonesia, alasan pertama, yaitu tidak kenal dalam arti tidak pernah mendengar apa itu Al-Quran mungkin agak aneh, yang ada mungkin tidak tahu persis apa dan bagaimana Al-Quran itu. Dan akibatnya bisa fatal, yaitu ayat-ayat Al-Quran bisa dianggap menyalahi janji, karena tidak sesuai harapan.

Memahami Al-Quran tentu saja tidak semudah memahami GPS. Al-Quran adalah firman Sang Khalik yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui malaikat Jibril as. Untuk mempelajarinya tentu saja tidak mudah. Diperlukan tidak saja waktu dan tenaga untuk berpikir dan mengkajinya, namun terlebih keimanan dan keyakinan yang tinggi. Yang sayangnya, hanya dengan izin-Nya saja ini bisa terjadi.

… … Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Maidah(5):51).

“… … Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.  ”. (QS. Al-Maidah(5):67).

“ … … Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah(5):108).

Uniknya lagi, memahami Al-Quran tidak boleh dan dan tidak bisa sesuka hati dan akal manusia yang memang sangat terbatas. Melainkan harus sesuai dengan apa yang dipahami dan dicontohkan Rasulullah saw. Itulah sunnah Rasul atau hadist.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. ( Terjemah QS. Al-Ahzab(33):21).

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”. ( Terjemah QS. An-Nisa (4):13).

Sebaliknya bagi orang yang memang tidak ingin mempercayainya tentu lebih jelas lagi. Kelihatannya ini berlaku dalam segala hal. Saya benar-benar merasakan hal ini. Ada suatu waktu dimana saya sangat membenci GPS. Saya benar-benar tidak ingin mempercayainya, tanpa alasan yang jelas. Mungkin juga, karena dengan adanya GPS, hobby dan kemampuan saya melihat peta jadi terabaikan. Akibatnya, apapun petunjuk GPS selalu salah, padahal menurut suami saya benar ! Aneh bukan … Mungkin inilah yang dinamakan seudzon, atau buruk sangka  …

Allah berfirman dalam hadits Qudsi, yang artinya : “Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Kalau ia berprasangka baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Bila ia berprasangka buruk, maka keburukan akan menimpanya”.

Jadi bila kita memang berniat ingin menggunakan Al-Quran sebagaimana GPS memandu kendaraan kita, maka yakinilah bahwa ia pasti benar.

“ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”.(QS.Thaahaa(20):2-6).

Yang tak kalah menarik, setiap GPS pasti memiliki kemampuan zoom-in dan zoom-out. Zoom-in berguna untuk melihat jalan di depan kita sepanjang beberapa puluh meter ke depan, sedangkan zoom-out berfungsi untuk melihat posisi kendaraan kita terhadap lokasi tujuan. Keduanya tentu saja sangat dibutuhkan dan sangat membantu kita dalam menjalankan kendaraan supaya tidak tersesat. Bukankah tidak jarang terjadi, ketika kita hanya fokus memperhatikan zoom-in, lupa memperlihatkan zom-out, kita berputar-putar di tempat yang sama jauh dari tujuan, hingga tidak sampai-sampai tujuan.

Demikian pula Al-Quranul Karim. Di dalam kitab ini kedua fungsi tersebut sudah tercakup. Perumpamaan zoom-in adalah seperti kehidupan di siang hari, dimana pandangan kita hanya terbatas pada kehidupan duniawi. Sedangkan zoom-out ibaratnya malam hari, dimana langit nan luas dengan taburan milyaran bintangnya dapat kita awasi. Hal yang mustahil bisa kita lihat di siang hari.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS.; Ali Imran(3):190-191).

Itu sebabnya orang yang hanya sibuk dengan kehidupan duniawi di akhir hayatnya, ketika sakratul maut, terkejut mendapati di hadapannya menganga kehidupan akhirat yang selama ini dilupakannya … Na’udzubillah min dzalik …

“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah !!“. ( Terjemah QS. An-Naba(78):40).

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 3 Februari 2014.

Vien AM.

Read Full Post »