GPS yang merupakan singkatan dari Global Positioning System belakangan ini makin saja digemari dan dicari orang. Paling tidak itulah yang terjadi di Eropa dan Amerika. Di Negara-negara maju kedua benua tersebut GPS hampir wajib dimiliki semua orang dari berbagai kalangan. Dari kendaran pribadi hingga taxipun memilikinya. Di Indonesia, Jakarta khususnya, sebagai barometer ibu kota negara, memang belum begitu popular, ntah mengapa. ( Harap maklum tulisan ini dibuat pada awal 2014, jauh sebelum kendaraan online ada seperti saat ini ).
GPS adalah alat canggih pemandu jalan dengan bantuan navigasi satelite. Dengan alat bantu ini kita dapat menemukan alamat seseorang dengan mudah. Kita tinggal memasukkan alamat tujuan, kemudian sang peralatan canggih tadi dalam hitungan detik akan menunjukkan lokasi yang kita tuju. Kemudian secara otomatis, GPS akan memperlihatkan jalan mana yang harus ditempuh agar sampai tujuan yang diinginkan. Dengan demikian kita tidak perlu lagi khawatir tersesat.
Malah bila kita mau membayar lebih, kita bisa mendapatkan aplikasi yang lebih canggih. Yaitu yang bisa menunjukkan jalan-jalan mana yang bebas hambatan, seperti macet, banjir dsbnya. Dapat dipastikan, ditanggung laku keras bila dijual di Jakarta yang hari-hari ini sedang sering dilanda musibah banjir.
Bicara soal kemacetan di ibukota, jangankan di musim hujan yang rawan banjir, di musim kemaraupun Jakarta tidak pernah tidak macet. Orang bilang bukan Jakarta kalau tidak macet. Bahkan di hari Lebaran, yang di tahun-tahun lalu jalanan agak sepi, tidak lagi demikian belakangan ini.
Kemacetan di Jakarta nampaknya sudah mencapai titik sangat mengkhawatirkan. Seorang pemerhati sosial di Jakarta, beberapa tahun lalu pernah menyatakan bila masalah kemacetan di ibukota tidak segera dibenahi, pada tahun 2014, yaitu tahun ini, Jakarta akan stuck, alias macet total. Menurutnya, semua kendaraan akan mengalami kemacetan begitu keluar dari garasi rumah masing-masing.
Macet memang benar-benar menyebalkan. Selain membuang waktu, tenaga dan bahan bakar juga membuat polusi udara Jakarta yang sudah sumpek menjadi semakin sumpek saja. Ironisnya, macet sering kali hanya gara-gara angkot yang ‘ngetem’seenaknya sendiri menutup jalanan. Membuat ingin rasanya bisa terbang ke atas, dan melihat ke bawah, apa sebenarnya yang menjadi penyebab macet.
Kalau sudah begini, GPS versi yang bisa merekam kemacetan tadi pastinya bisa menjadi solusi terbaik. Walaupun kalau penyebab kemacetan baru saja terjadi, ketika kendaraan kita sudah di depan mata, GPS pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali berputar arah, dan GPS kita setting ulang.
Nah, seperti itulah pada dasarnya kita suci kita, Al-Quranul Karim. Kitab ini adalah petunjuk kita dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Ia adalah cahaya dalam kegelapan, yang dengannya hidup tidak akan tersesat.
“(Al Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa”.(QS. Ali Imran(3):138).
“ Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”(QS. Al-Baqarah(2):2).
Namun dari kedua ayat diatas saja, jelas bahwa ayat-ayat Al-Quran adalah petunjuk hanya bagi orang yang takwa. Artinya bagi orang yang tidak meyakini bahwa dunia hanya kehidupan sementara, dan bahwa Allah bukanlah satu-satunya pencipta, ayat-ayat suci tersebut tidak memberi manfaat apa-apa, apalagi petunjuk.
Persis seperti orang yang tidak percaya dengan kemampuan GPS. Karena betapapun canggihnya alat pemandu jalan ini bila kita tidak mempercayainya tentu sama aja bo’ong, alias sama sekali tidak ada manfaatnya.
Mengapa orang bisa tidak percaya pada GPS? Banyak penyebabnya. Diantaranya mungkin tidak mengenal GPS, tidak tahu cara penggunaannya, GPS sering error, atau memang tidak ingin percaya saja !.
Bagaimana dengan Al-Quran? Mengapa orang bisa tidak percaya dengannya? Bisa jadi sama dengan keempat alasan diatas. Yaitu tidak kenal Al-Quran, tidak tahu apa dan bagaimana Al-Quran itu, akibatnya Al-Quran dianggap sering error dan terakhir, memang tidak ingin percaya kepada Al-Quran.
Bagi kita, umat Islam di Indonesia, alasan pertama, yaitu tidak kenal dalam arti tidak pernah mendengar apa itu Al-Quran mungkin agak aneh, yang ada mungkin tidak tahu persis apa dan bagaimana Al-Quran itu. Dan akibatnya bisa fatal, yaitu ayat-ayat Al-Quran bisa dianggap menyalahi janji, karena tidak sesuai harapan.
Memahami Al-Quran tentu saja tidak semudah memahami GPS. Al-Quran adalah firman Sang Khalik yang diturunkan kepada Rasulullah saw melalui malaikat Jibril as. Untuk mempelajarinya tentu saja tidak mudah. Diperlukan tidak saja waktu dan tenaga untuk berpikir dan mengkajinya, namun terlebih keimanan dan keyakinan yang tinggi. Yang sayangnya, hanya dengan izin-Nya saja ini bisa terjadi.
“ … … Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Maidah(5):51).
“… … Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. ”. (QS. Al-Maidah(5):67).
“ … … Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah(5):108).
Uniknya lagi, memahami Al-Quran tidak boleh dan dan tidak bisa sesuka hati dan akal manusia yang memang sangat terbatas. Melainkan harus sesuai dengan apa yang dipahami dan dicontohkan Rasulullah saw. Itulah sunnah Rasul atau hadist.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. ( Terjemah QS. Al-Ahzab(33):21).
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar”. ( Terjemah QS. An-Nisa (4):13).
Sebaliknya bagi orang yang memang tidak ingin mempercayainya tentu lebih jelas lagi. Kelihatannya ini berlaku dalam segala hal. Saya benar-benar merasakan hal ini. Ada suatu waktu dimana saya sangat membenci GPS. Saya benar-benar tidak ingin mempercayainya, tanpa alasan yang jelas. Mungkin juga, karena dengan adanya GPS, hobby dan kemampuan saya melihat peta jadi terabaikan. Akibatnya, apapun petunjuk GPS selalu salah, padahal menurut suami saya benar ! Aneh bukan … Mungkin inilah yang dinamakan seudzon, atau buruk sangka …
Allah berfirman dalam hadits Qudsi, yang artinya : “Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Kalau ia berprasangka baik, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Bila ia berprasangka buruk, maka keburukan akan menimpanya”.
Jadi bila kita memang berniat ingin menggunakan Al-Quran sebagaimana GPS memandu kendaraan kita, maka yakinilah bahwa ia pasti benar.
“ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”.(QS.Thaahaa(20):2-6).
Yang tak kalah menarik, setiap GPS pasti memiliki kemampuan zoom-in dan zoom-out. Zoom-in berguna untuk melihat jalan di depan kita sepanjang beberapa puluh meter ke depan, sedangkan zoom-out berfungsi untuk melihat posisi kendaraan kita terhadap lokasi tujuan. Keduanya tentu saja sangat dibutuhkan dan sangat membantu kita dalam menjalankan kendaraan supaya tidak tersesat. Bukankah tidak jarang terjadi, ketika kita hanya fokus memperhatikan zoom-in, lupa memperlihatkan zom-out, kita berputar-putar di tempat yang sama jauh dari tujuan, hingga tidak sampai-sampai tujuan.
Demikian pula Al-Quranul Karim. Di dalam kitab ini kedua fungsi tersebut sudah tercakup. Perumpamaan zoom-in adalah seperti kehidupan di siang hari, dimana pandangan kita hanya terbatas pada kehidupan duniawi. Sedangkan zoom-out ibaratnya malam hari, dimana langit nan luas dengan taburan milyaran bintangnya dapat kita awasi. Hal yang mustahil bisa kita lihat di siang hari.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS.; Ali Imran(3):190-191).
Itu sebabnya orang yang hanya sibuk dengan kehidupan duniawi di akhir hayatnya, ketika sakratul maut, terkejut mendapati di hadapannya menganga kehidupan akhirat yang selama ini dilupakannya … Na’udzubillah min dzalik …
“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah !!“. ( Terjemah QS. An-Naba(78):40).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 3 Februari 2014.
Vien AM.
Leave a Reply