“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.(QS.An-Nisa(4):48).
Syirik adalah perbuatan men-dua-kan atau lebih Allah. Mengakui keberadaan-Nya dan mengakui kekuasaan serta kehebatan-Nya, bahkan bisa jadi juga melaksanakan perintah-perintah-Nya, namun sebaliknya juga mengakui dan meminta pertolongan kekuatan lain. Itulah syirik. .
Allah swt sungguh amat membenci perbuatan tersebut, ini adalah perbuatan khianat. Bagaimana mungkin seorang hamba yang diciptakan-Nya, dengan penuh kasih sayang, bisa mendua-kan Nya, padahal ia tahu bahwa Dialah yang memberinya semua fasilitas hidup !
Mari kita perhatikan percakapan kaum Musyirikin Mekah yang diabadikan dalam surat Al-Mukminun ayat 84-90 berikut :
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”
Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”
Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?”
Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?”
Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta”.
Ya, untuk itulah Rasulullah Muhammad saw diutus ke muka bumi, ke tanah Mekah, khususnya. Karena penduduk Mekah, yaitu orang-orang Quraisy, telah men-dua-kan Nya, padahal mereka mengakuiNya.
Kesyirikan bisa terjadi karena adanya budaya takhayul, yaitu percaya kepada yang ghaib, namun secara tidak benar. Dalam Islam, percaya kepada yang ghaib adalah bagian dari rukun Iman. Tetapi ada pedomannya, bukan sembarang percaya begitu saja. Sang Khalik Allah swt, para malaikat, bangsa jin dan hari Kiamat adalah sesuatu yang ghaib, yang tidak terlihat oleh pandangan mata telanjang.
Namun dengan menggunakan petunjuk Al-Quran, sunnah Rasulullah dan ayat-ayat Allah yang bertebaran di muka bumi, kita, manusia, dapat ‘melihat’ dan merasakannya. Perputaran matahari dan bulan, langit dan bumi, siang dan malam, panas, angin dan hujan, tubuh manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, semua itu adalah bukti keberadaan Allah Azza wa Jalla.
Artinya, percaya pada yang ghaib itu ada petunjuknya. Bukan percaya sim salabim ala penyihir yang telah dirasuki ilmu jin yang dilaklanati-Nya. Seandainyapun, ada mukjizat atau ilmu ghaib tanpa teori dan dasar pemikiran yang jelas, itu bisa terjadi karena izin-Nya.
Tidak ada perantara dalam Islam, setiap hamba dapat “berkomunikasi langsung” dengan Tuhannya, melalui doa, kapanpun dan dimanapun, untuk memohon ampunan atau bantuan. Tidak perlu orang lain, uztad sekalipun, apalagi alat-alat khusus, seperti bebatuan, jimat, mantra dll. Jangan lupa, shalat pada hakekatnya adalah juga doa.
“Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdo`a kepada-Nya dengan berendah diri dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): “Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur”. Katakanlah: “Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya.” (QS.Al-An’am(6):63-64).
Disamping itu, dampak kesyirikan sangatlah berbahaya. Ia bisa membawa kepada kekafiran. Ini yang terjadi pada umat Nasrani. Berikut adalah firman-Nya :
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih”.(QS.Al-Maidah(5):73).
Ironisnya, sebagian umat Islam hingga detik ini masih banyak yang bergelimang dalam kesyirikan. Berobat ke dukun dengan mantra-mantra yang sarat kesyirikan, menyelenggarakan berbagai upacara seperti memasang kepala kerbau di jembatan baru dengan alasan agar bebas dari bahaya, memasang sesajen, mandi kembang dll adalah contohnya.
Padahal bersihnya Islam dari segala ketakhayulan dan segala sesuatu yang mistis inilah yang membuat Napoleon Bonaparte, sang kaisar legendaris Perancis, tertarik kepada ajaran yang dibawa Rasulullah saw ribuan tahun silam itu. Ini adalah berkat kedekatannya dengan Mesir yang pernah dikunjunginya. Karena bagi rata-rata orang Barat ketakhayulan dan mistis identik dengan kemunduran dan keterbelakangan. Itu yang dimaksud dengan ‘incredible”oleh Bonaparte pada kalimat dibawah ini.
He( Bonaparte) also said to Gourgaud in 1817, “I like the Mohammedan religion best. It has fewer incredible things in it than ours.”, and that “the Mohammedan religion is the finest of all”.
Gourgaud adalah salah satu jendral kepercayaan Napoleon. Kutipan diatas diambil dari Wikipedia. Sekedar catatan, banyak orang Barat yang menjadi atheis alias kafir karena menganggap agama mereka tidak masuk akal serta sarat dengan takhayul dan mistis. Bagi mereka, Tuhan memiliki anak itu adalah janggal. Demikian pula Sinterklas, tokoh pujaan anak-anak yang datang membawa hadiah bagi anak yang berprilaku baik setiap malam Natal.
“Madame, croyez- vous en Pere Noel?”, artinya « Percayakah ibu dengan Sinterklas », dalam bahasa Perancis.
Beberapa kali saya mendapat pertanyaan seperti di atas itu. Ini dilontarkan oleh anak-anak bule Perancis usia 10-11 tahun dengan mimik aneh, dengan harapan mendapat jawaban yang telah mereka miliki sendiri, yaitu tidak percaya.
Jadi alangkah ironisnya, bila kita, umat Islam, yang telah diajarkan agar menjauhi segala macam kesyirikan ternyata malah berkutat di dalam kubang kehinaan tersebut. Naudzu’billah min dzalik.
Meski untuk beriman kepada Allah dan segala yang ghaib itu tidak hanya sekedar masuk akal atau tidak. Pada tahap tertentu manusia memang masih bisa menggunakan akalnya, namun selanjutnya akal kitalah yang tidak mampu mencapai ilmu-Nya. Itu sebabnya kebanyakan orang Barat yang ‘kembali ke fitrah’ berasal dari lingkungan cendekiawan.
Patut menjadi catatan, Islam mencapai zaman keemasan ketika sains menyelimuti kehidupan sebagian besar umat. Pada masa inilah lahir ilmuwan-ilmuwan Muslim yang di kemudian hari menjadi panutan Barat. Ibnu Sina, sang dokter Muslim, adalah salah satu contohnya. Orang Barat menyebutnya Avicenna. Sebaliknya Islam mengalami kemunduran ketika budaya takhayul meraja-lela di dunia Islam.
“Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfa`at?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. ”.(QS.Al-Maidah(5):76).
Wallahu ‘alam bish shawwab.
Jakarta, 10 Maret 2014.
Vien AM.
Leave a Reply