( Sambungan dari Sakit-dan-sakratul-maut ).
Satu tahun tiga bulan sudah berlalu sejak bapak terjatuh dari tempat tidur dan mengalami kelumpuhan total. Operasi pemasangan pen di leher bagian belakang sudah dilakukan. Masa-masa sulit dimana bapak sempat mengalami frustasi, sulit tidur dan sering mengigau, masalah kulit yang lazim menghinggapi pasien yang banyak berbaring, seperti decubitus dan pemphigus yaitu kulit yang menggelembung berisi cairan mirip kulit yang melepuh, sudah terlewati. Bahkan kepasrahan keluarga besar bila Allah swt menghendaki memanggilnya, saking tidak teganya melihat beratnya cobaan bapak, suami, kakek kami tercintapun telah kami lalui.
Namun rupanya Allah berkehendak lain, hingga detik ini bapak masih bersama kami, Alhamdulillah. Malah belakangan ini terlihat adanya kemajuan, bapak sudah bisa menggerakkan ke dua tangannya meski cuma sekedar untuk menggaruk sendiri kepalanya yang gatal, memegang sendiri garpu kecil untuk memasukkan potongan buah atau kue ke mulut, membuka lembaran Alquran, dan terakhir mencari chanel gelombang radio untuk mendengarkan berita. Subhanallah … Alhamdulillah … Itu semua tak lepas dari peran ibu yang rajin dan sabar menyemangati bapak agar mau melatih kedua tangannya, disamping izin-Nya, tentu saja …
Meski lumpuh, daya ingat bapak benar-benar luar biasa. Di perayaan hari ulang tahun ke 87 lalu, bapak dengan suara lantang, jernih dan lumayan kencang, menceritakan berbagai hal di depan anak cucu dan cicitnya. Dengan penuh semangat bapak menerangkan beda umur bapak menurut hitungan kalender Masehi dan kalender Hijriyah. Selanjutnya bapak bercerita bagaimana bapak memimpin 60 orang anak buahnya melawan penjajahan Belanda, padahal usia bapak ketika itu baru 20 tahun. Waktu itu bapak baru saja lulus dari Akademi Militer Magelang yang sangat bergengsi itu.
Kisah tersebut mau tidak mau mengingatkan saya pada Usamah bin Zaid bin Haritsah, panglima perang yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah untuk menghadapi pasukan Romawi. Terbukti bahwa usia 20 tahun bukanlah penghalang untuk memimpin suatu peperangan. Usamah ketika itu bahkan belum mencapai 20 tahun namun telah berhasil dengan cemerlang memenangkan peperangan yang dipimpinnya.
Alangkah terharunya kami melihat bapak yang demikian bersemangatnya apalagi bila mengingat hari-hari awal bapak jatuh sakit. Umur memang benar-benar rahasia Sang Khalik. Tak ada satupun manusia di dunia ini yang bisa memperkirakan kapan kita akan mati, berapa panjang umur kita nanti. Yang pasti setiap manusia, setiap yang bernyawa suatu ketika kelak pasti akan mati, itulah ketentuan Allah yang tak mungkin dipungkiri.
“ Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya)”. (QS. Al-Ghaffir(40):67).
Ayat diatas menerangkan dengan jelas bahwa pada umumnya, setelah seseorang dilahirkan ke dunia, ia akan melewati masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tua kemudian baru mati. Namun ada juga yang meninggal sebelum melewati semua masa di atas. Tanpa kepastian apakah sebelum meninggal ia harus melewati masa sakit atau tidak.
Ibaratnya mobil, ketika mobil masih baru normalnya tidak ada masalah, semua baik-baik saja. Tetapi ketika mobil sudah mulai tua atau perawatannya kurang baik, mobil jadi sering merongrong, rusak disana-sini hingga harus masuk bengkel, diperbaiki atau mungkin juga hanya perlu diservis saja.
Begitu pula manusia. Meski masih muda bila ia tidak pandai menjaga kesehatan, sebagaimana Rasulullah mencontohkannya, tidak mustahil ia akan sering sakit, cepat lelah dan tidak fit hingga kwalitas hidupnya berkurang, persis seperti orang tua yang sakit-sakitan yang sudah mendekati ajal. Tapi ini bukan berarti bahwa yang muda dan sehat walafiat, tidak akan tiba-tiba meninggal. Kita pasti tahu, tidak sedikit orang muda, yang dalam keadaan sehat tiba-tiba saja mengalami kecelakaan, atau terkena serangan jantung hingga mendadak meninggal dunia.
Namun demikian tidak otomatis juga yang sudah tua, sakit keras, bakal segera diwafatkan-Nya. Bahkan ada yang mengalami koma bertahun-tahun tapi tidak juga meninggal. Contohnya adalah yang terjadi terhadap mantan presiden Israel, Ariel Sharon. Ntah apa yang dirasakannya selama dalam kondisi mengenaskan tersebut. Mungkinkah Allah swt berkehendak membalas kekejian musuh terbesar umat Islam itu di dunia disamping di akhirat kelak? Wallahu’alam.
Yang pasti kita sering mendengar betapa banyaknya orang tua yang mengalami kelumpuhan atau sakit keras, tapi tetap hidup, selama bertahun-tahun ke depan. Berikut beberapa kisahnya.
Suatu ketika teman saya bercerita tentang ibunya yang baru saja wafat. Selama lebih dari 10 tahun ibunya yang sudah sepuh itu mengalami kebutaan akibat penyakit darah tinggi yang dialaminya. Namun semangat hidupnya tidak pernah luntur. Beliau tidak pernah mau menyusahkan orang lain. Beliau mampu berjalan sendiri di dalam rumah, tanpa bantuan apapun termasuk tongkat demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Bahkan berbekal daya ingatnya yang kuat beliau masih mampu membantu mengingat nomor2 telpon penting ketika anak cucu membutuhkannya. Dan dengan bekal hafalan Alquran yang sejak kecil telah dikuasainya, beliau bisa mengatasi kebutaannya itu dengan melantunkan ayat-ayat suci tersebut . Subhanallah …
Kisah lain datang dari sepupu saya. Ibunya yang telah berusia di atas 70 tahun, sejak 3 tahun lalu menderita kelumpuhan. Namun dengan cobaan tersebut, kegemarannya membaca Alquran makin memuncak. Tiada harii tanpa bacaan Alquranul Karim. Tekad kuatnya untuk tidak mau merepotkan orang lain direalisasikan dengan membagikan seluruh simpanan beliau. Alhasil ketika beliau wafat beberapa waktu lalu tidak ada kerepotan putrinya untuk membersihkan, membongkar apalagi membagikan segala macam tetek bengek simpanan almarhumah.
Tetapi ada juga kisah-kisah sedih dari beberapa rekan dan kenalan. Misalnya seorang yang sudah sepuh, lumpuh lebih dari 7 tahun tetapi tidak bisa berbagi dengan istri tercinta. Ini dikarenakan istrinya itu telah meninggalkan Islam yang semula dianutnya. Ini memang terjadi jauh sebelum kelumpuhan, namun ketika kemudian beliau mengalami cobaan lumpuh, beliau tetap memilih untuk menjauh dari istrinya itu meski mereka tidak resmi bercerai.
Ada juga kisah seorang yang telah lanjut usia, yang di waktu sakratul maut tetap menolak kematiannya. “ Mengapa aku harus mati lebih dulu, padahal si A si B jauh si C lebih tua dari aku. Aku tidak mau mati, tidak mauuu … « … Astaghfirullahaladzim …
Atau kisah seorang sahabat yang tidak seiman dengan ibundanya tercinta. Sahabat saya itu lahir dari pasangan ayah ibu yang beda agama. Ayahnya Islam sedangkan ibunya Nasrani. Ayahnya telah lama meninggal dunia. Ibunya meninggal beberapa minggu lalu dalam usia 76 tahun. Ketika saya dan beberapa teman datang bertakziah, kami menyaksikan betapa sedih dan pilu hati sahabat kami tersebut. Betapa tidak, ia harus berdiri di sisi peti ibunya tercinta sembari mendengarkan pastor dan puluhan kenalan ibunya menyanyikan lagu-lagu kebaktian Kristen. Apalagi harus menghadapi keyakinan apa yang bakal dihadapi ibu di alam kubur dan akhirat sebentar lagi.
Ada juga cerita tentang salah seorang bude saya yang ketika sakratul maut dikelilingi sepupu-sepupunya yang non Muslim. Dengan nekad mereka bahkan membawa seorang pastor untuk « membimbing » bude kami tercinta tersebut melewati detik-detik terakhir beliau. Padahal mereka tahu bahwa bude kami tersebut seorang Muslim, bahkan sudah berhaji. Bersyukur saudara-saudara Muslim beliau segera datang dan menyuruh mereka meninggalkan ruangan. Akhirnya berkat pertolongan Allah swt bude sayapun wafat dengan tenang, dengan mengucap kalimat “Laa ilaaha illAllah””.لا إله إلا الله محمد رسول الله
Sementara itu kemarin teman saya bercerita bahwa ibunya, usia 75 tahun, tiba-tiba tidak bisa membedakan mana waktu Subuh mana waktu Ashar. Lebih menyedihkan lagi, beliau juga tiba-tiba lupa jumlah rakaat shalat padahal selama ini beliau tidak pernah meninggalkan shalat. Selain itu beliau juga merasa tidak mampu berdiri untuk shalat dan mandi sendiri padahal menurut teman saya beliau tidak mengalami gangguan apapun. Apakah ini hanya bentuk protes beliau untuk mencari perhatian putrinya mengingat putrinya itu dalah putri satu-satunya dan selama ini sangat sibuk dengan kegiatan sosialnya yang membludak ???
“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”. (QS. An-Nahl(16):70).
Maha Allah dengan segala firman-Nya.
Semoga kita dapat mengambil hikmah atas segala yang terjadi di sekeliling kita. Sungguh beruntung orang yang mau mempersiapkan hari tuanya, yang terbiasa mendengarkan dan menghafal ayat-ayat suci Al-quran tanpa menunggu hari tua atau hari-hari sakitnya. Yang banyak berinfak, menjaga silaturahmi dan yang terpenting, mendidik putra-putrinya agar menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Yang kelak ketika kita sakit atau membutuhkan kasih sayang atau perhatian mau mengorbankan waktunya untuk kita, dan ketika kita wafat kelak senantiasa mau mendoakan kita.
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada seorang laki-laki dalam rangka menasihatinya : “Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu” ( HR. Bukhari Muslim).
Rasulullah Saw bersabda, “Tengoklah kuburan dan renungkanlah tentang kebangkitan setelah kematian! “. Nahjul Fashahah, hadis no. 331)
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 27 Februari 2015.
Vien AM.
Leave a Reply