Pada hari Minggu 16 Agustus 2015 lalu ratusan ribu umat Islam ibu kota dari berbagai ormas bersatu padu merayakan 70 tahun kemerdekaan Indonesia. Sebagai tanda syukur atas keberhasilan bangsa Indonesia keluar dari penjajahan selama 3.5 abad tersebut umat Islam menggelar apa yang disebut Parade Tauhid Indonesia. Parade ini digelar dengan long march bolak balik menyusuri rute pintu 7 Senayan hingga bundaran air mancur HI yang setiap Minggu pagi memang dicanangkan sebagai Car Free Day. Artinya jalur tersebut setiap hari tersebut memang bebas dari segala jenis kendaraan kecuali bus way yang mempunyai jalur tersendiri. Ini biasanya dimanfaatkan masyarakat ibu kota untuk berjalan kaki, lari pagi atau bersepeda santai.
Pada panggung utama pintu 7 tampak sejumlah ulama diantaranya, KH. Abdullah Syafi”i, KH. Cholil Ridwan, KH. Abu Jibriel, KH. Arifin Ilham, KH. Bachtiar Nasir, Habib Rizieq Syiahb, KH. Muhammad al-Khathththath, Ustadz Edi Mulyadi dan Ustadz Haikal Hasan. Dari tempat tersebut, setelah mendengarkan tausiyah dari beberapa ulama yang hadir, paradepun dilepas oleh ustadz Fadzlan Garamatan. Selanjutnya dibawah pimpinan laskar FPI, dengan mengusung bentangan bendera sepanjang 3 km dengan tulisan kalimat tauhid di atasnya ( Laa ilah ill Allah yang artinya Tidak ada Tuhan selain Allah), peserta berjalan menuju bunderan HI.
Tak ayal lagi pemandangan bak lautan putih yang merupakan “Dress Code “ peserta memenuhi jalan protokol ibu kota. Acara ini berlangsung tertib aman dan terkendali dari pukul 7 pagi hingga menjelang Zuhur. Berbagai spanduk berisikan pesan Islami terlihat bertebaran, seperti “ Jagalah diri dan keluargamu dari api neraka”, “ Tauhid itu beriman kepada qada dan qadar”, “ Tauhid itu memilih pemimpin ber-Tauhid”, “ Tolak Komunis dan Syiah di wilayah NKRI”, “ Nikah itu tidak sama dengan Mut’ah” dsb.
Acara ditutup dengan shalat Zuhur berjamaah di tempat acara dibuka, yaitu pintu 7 Senayan. Selanjutnya ratusan relawan kebersihan yang memang sudah disiapkan sebelumnya dengan sigap membersihkan jalanan yang baru saja digunakan parade.
Pertanyaannya apa sebenarnya tujuan acara perayaan kemerdekaan yang tak seperti biasanya ini. Meski parade tauhid seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kali diadakan, karena pada tanggal 15 Mei lalu Solo menyelenggarakan acara yang sama.
“Dengan semangat menyambut Ramadhan 1436 ini semoga acara Parade Tauhid ini menjadi ajang kembalinya Ummat Islam kepada fitrah mereka dan tauhid yang murni dan tegaknya kalimah Allah subhanahu wata’ala. Aammiin,” demikian ustadz Lim panggilan ustadz Abdul Rochim Baasyir, dari Dewan Syariah Kota Surakarta berpesan sebelum acara dimulai.
Berikut rekaman video penjelasan ustadz Haikal Hasan sebagai ketua Parade Tauhid Indonesia di Jakarta.
https://www.youtube.com/watch?v=_FXyDfpbYLc
Intinya tujuan parade Tauhid baik yang diselenggarakan di Solo maupun di Jakarta adalah sama, yaitu mengingatkan kembali perlunya persatuan dibawah panji Laa ilaha illaAllah. Karena memang yang menjadi awal kekuatan untuk keluar dari berabad-abad penjajahan kolonial Belanda dan Jepang adalah agar dapat bebas menjalankan kemurnian ibadah kepada Allah Yang Satu. Itu sebabnya mengapa gaung “Allahuakbar “ yang artinya Allah Maha Besar, menjadi kalimat penyemangat ketika pertempuran sengit merebut kemerdekaan terjadi.
Ironisnya kalimat takbir yang terdengar begitu menakutkan telinga penjajah yang notabene kafir itu, belakangan mulai dicoba untuk dikecilkan dan dikucilkan. Ajaibnya lagi, hal ini dilakukan oleh sekelompok pihak yang mengaku Muslim, dengan alasan mengganggu ketenangan lingkungan. Oleh karenanya hanya boleh dikumandangkan di lingkungan masjid, itupun tidak boleh sampai terdengar dari luar masjid. Na’ udzubillah min dzalik … Ini Indonesia lho yang mayoritas penduduknya Muslim, bukan Perancis atau Negara Barat lainnya dimana Muslim adalah minoritas. Apa yang terjadi dengan negri ini???
Bahkan belum lama ini pemerintah, kemendagri dalam hal ini, telah melontarkan ide Islam Nusantara dengan fiqih nusantaranya yang salah satunya menyatakan bahwa pemimpin tidak harus beragama Islam. Tampak bahwa pemerintah kurang peka terhadap rakyatnya. Karena ketika untuk pertama kali istana menyelenggarakan suatu acara dengan pembukaan pembacaan ayat suci dengan langgam Jawa, sebagian besar ulama telah memprotesnya. Namun ternyata inilah yang terjadi, pemikiran Islam Nusantara tetap direalisasikan. Tak tanggung-tanggung bahkan kemendagri telah resmi mengeluarkan ajakan siapapun yang berminat dipersilahkan mengirimkan tulisan/hasil karya yang mendukung ide tersebut dengan imbalan 50 juta rupiah !!
“ Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu), “Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya(isi Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya”. Lalu mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga sedikit. Maka itu seburuk-buruk jual beli yang mereka lakukan” .(Terjemah QS. Ali Imran(3):187).
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Al-Maidah(5):51).
Tampak jelas bahwa para pemimpin hari ini telah menyia-nyiakan amanah yang mereka pegang. Mereka telah memilah-milah ayat Al-Quran dan hadist demi kepentingan kelompok tertentu. Seperti juga yang dilakukan orang-orang Syiah dan JIL ( Jaringan Islam Liberal ) yang demi mencari muka dan simpati orang-orang kafir, berani menyatakan bahwa semua agama adalah benar, agama adalah urusan pribadi yang sifatnya ukhrawi maka harus dipisahkan dari urusan duniawi. Serta menakwilkan ayat-ayat sesuai kebutuhan mereka.
Disamping pentingnya rasa persatuan, parade Tauhid juga bertujuan menyadarkan kembali bahwa hidup ini senantiasa diawasi Sang Khalik, Allah swt, penguasa bumi dan langit, raja dari segala raja. Jangan lupa, sila pertama kita adalah Ketuhanan, yang berarti setiap warga negara baik Muslim maupun tidak, harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yang dengan demikian maka seharusnya semua orang Indonesia wajib takut berbuat kejahatan, salah satunya yaitu korupsi. Sebuah penyakit mental kronis yang tampaknya telah melanda hampir semua pejabat dan mantan pejabat di negri tercinta ini. Padahal penyakit ini sejatinya lebih parah dari “ sekedar” makan babi, karena bagaimanapun perbuatan ini masih bisa dimaafkan dalam keadaan amat sangat terpaksa. Tapi tidak demikian dengan korupsi. Karena perbuatan memakan hak orang lain itu haram hukumnya tanpa ada kekecualian.
“ Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” . ( Terjemah QS. An-Nahl(16):115).
Yang juga tak kalah pentingnya, parade Tauhid sebenarnya juga adalah ajang unjuk kekuatan demi menjaga jalannya pemerintahan yang baik. Ini penting, agar para pemimpin tidak seenaknya saja mengelola Negara. Mereka harus ingat dan menyadari bahwa mereka dipilih dan diangkat oleh rakyat, dengan tujuan untuk melindungi rakyat, menjaga kepentingan rakyat agar seluruh rakyat dan bangsa ini dapat hidup tenang, aman, makmur dan sejahtera. Hingga dengan demikian dapat beribadah kepada Tuhannya dengan tenang.
“ Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (Terjemah QS. Az-Zariyat(56):51).
Parade unjuk kekuatan seperti ini pernah dilakukan Rasulullah dan pasukannya ketika memasuki Mekah yaitu pada Fathu Makkah atau penaklukan Mekah . Waktu itu Mekah masih dikuasai Musryikin Quraisy. Sementara Islam di Madinah telah berhasil menaklukan hati banyak orang. Mekah harus dikuasai karena disinilah Kabah berada dan di kota ini pula ayat suci Al-Quranul Karim turun untuk pertama kalinya. Disamping Mekah memang adalah kota kelahiran kaum Muhajirin dimana mereka harus berhijrah ke Madinah meninggalkan sanak saudara dan perniagaan mereka demi dapat menjalankan agama barunya itu, yaitu Islam.
Namun demikian Rasulullah ingin agar korban jatuh sesedikit mungkin. Beliau tidak ingin perang saudara terjadi di kota suci ini, kecuali terpaksa. Sementara itu sehari sebelum hari penaklukan, Abu Sufyan, pemimpin Quraisy Mekah, telah masuk Islam walaupun secara paksa. Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah sekaligus sahabat Abu Sufyan yang memaksanya masuk Islam. Ini ia lakukan karena ia tahu sebenarnya Abu Sufyan mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang sesungguhnya dan Muhammad adalah Rasul-Nya. Namun karena gengsi dan kebiasaannya yang gila hormat dan kebesaran ia masih ragu untuk bersyahadat. Ia khawatir ditinggalkan masyarakat dan pendukungnya.
Untuk itulah maka Rasulullah memutuskan untuk memasuki Mekah dengan segenap atribut kebesaran dan kemegahannya. Rasulullah datang dengan membawa 100 ribu pasukannya. Tujuan tak lain agar Abu Sufyan, benar-benar takluk dan hatinya mantab memeluk Islam. Hingga dengan demikian ia dapat mempengaruhi penduduk Mekah agar mau menerima Islam tanpa banyak perlawanan. Hingga dengan demikian tidak perlu terjadi pertumpahan darah.
“ Selamatkanlah kaummu !”, ujar Abu Sufyan yang memasuki Mekah sebelum Rasulullah dan pasukan Islam memasukinya. Dengan suara nyaring, ia berteriak : “Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak mungkin dapat kalian atasi. Karena itu barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman, barang siapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman.”
Begitulah, ternyata strategi yang digunakan Rasulullah ini benar-benar berhasil. Mekkah segera takluk tanpa perlawanan kecuali sedikit. Seluruh penduduknyapun lalu bersyahadat. Di kemudian hari, Abu Sufyan sendiri berhasil membuktikan keseriusannya dalam ber-Islam. Ia tercatat telah ikut berperang beberapa kali bersama pasukan Islam. Pada peristiwa pengepungan Tha’if ia bahkan kehilangan salah satu matanya.
( Baca: http://vienmuhadisbooks.com/2011/05/27/xxv-penaklukkan-mekah-fathu-makkah-1/ ).
Dengan mengambil hikmah peristiwa diatas itulah panitia penyelenggara ingin menyentil kaum Muslimin terutama yang kurang PD atas ke-Islam-annya seperti Abu Sufyan di awal ke-Islam-annya. Untuk menunjukkan betapa Islam adalah ajaran yang sempurna. Bahwa Islam bukanlah agama teror seperti yang dituduhkan Barat selama ini. Bahkan banyak sekali aturan dan hukum Islam bila diterapkan dengan baik pasti dapat mengeluarkan bangsa ini dari segala kesulitan.
Islam menawarkan berbagai solusi, diantaranya bagaimana mengatasi kemiskinan di negri yang dianugerahi kekayaan alam tak terhingga ini. Pemberdayaan zakat umat Muslim yang merupakan 87 % penduduk Indonesia adalah salah satu contohnya. Bila zakat sebesar 2.5 % per wajib zakat ini bisa dikelola pemerintah dengan baik, dapat dipastikan Indonesia tidak perlu harus berhutang ke lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, ADB dll yang pasti memiliki kepentingan tertentu dan membuat bangsa ini sulit menentukan masa depan sendiri. Tidak perlu bangsa ini merengek minta dibelas-kasihani bangsa lain dan merendahkan harga diri bangsa. Apalagi hingga menjual keimanan.
Baitul Maal, yang bisa disamakan dengan Lembaga Keuangan Negara saat ini, telah diterapkan sejak awal Rasulullah menjadi pemimpin di Madinah. Rasulullah mengangkat secara langsung petugas yang harus memungut zakat sekaligus mendistribusikannya kepada yang berhak. Para petugas ini dibekali dengan petunjuk tehnis operasional, bimbingan sekaligus ancaman sanksi agar zakat dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Muadz bin Jabal adalah salah satu petugas yang ditunjuk Rasulullah untuk mengurusi zakat di Yaman.
Begitu pula di zaman Khalifatul Rasyidin. Baik Abu Bakar, Umar, Ustman maupun Ali menerapkan sistim yang sama. Baitul maal bukan hanya sekedar mengurusi zakat, tapi juga sebagai lembaga keuangan Negara yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan umum. Seperti rumah sakit umum, sekolah, perumahan rakyat dan lain-lain. Dan ini semua hanya dapat terlaksana ketika setiap orang sadar harus menjalankan Islam dengan iman dan ihsan, secara kaffah/menyeluruh, tidak setengah-setengah.
Termasuk didalamnya menerapkan toleransi terhadap umat beragama lain. Ketika itu umat Yahudi dan Nasrani diberi kebebasan menjalankan agama masing-masing, selama mereka mau tunduk kepada negara. Dan sebagaimana umat Islam yang wajib membayar zakat, mereka juga dikenai pajak yang disebut jiziyah. Bersama mereka membangun Negara. Inilah kunci keberhasilan dan kejayaan Islam di masa lalu.
Ini baru zakat belum lagi infak sodaqoh serta wakaf yang jumahnya juga pasti sangat besar. Malaysia dan Brunei Darusalam adalah contoh 2 negara tetangga yang sukses menjadikan negaranya kaya berkat sistim ini.
“Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya” (HR. Bukhari).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 25 Agustus 2015.
Vien AM.
Leave a Reply