Feeds:
Posts
Comments

Archive for May, 2018

Beberapa hari menjelang Ramadhan 1439H/2018 M, umat Islam kembali harus menelan pil pahit. Yaitu dengan adanya tragedi busuk diledakannya bom di 3 gereja di Surabaya pada hari Minggu 13 Mei 2018. Tagedi bom bunuh diri tersebut merenggut 13 korban meninggal dan 41 luka-luka. Ini terjadi hanya selang beberapa hari sebelum Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok diserang sekelompok orang tak dikenal hingga menewaskan 5 petugas kepolisian yang sedang menjalankan tugas.

https://news.detik.com/berita/4014659/kapolri-berduka-5-polisi-gugur-saat-rusuh-di-rutan-mako-brimob

http://solo.tribunnews.com/2018/05/13/kapolri-sebut-pelaku-bom-bunuh-diri-di-3-gereja-surabaya-merupakan-satu-keluarga 

Namun berbeda dengan tragedi penyerangan Novel Bawesdan tahun lalu yang hingga hari ini belum juga terungkap siapa pelakunya, pelaku bom gereja langsung teridentikasi hari itu juga. Pelaku bom bunuh diri dikabarkan adalah satu keluarga yang diduga kuat terhubung dengan ISIS, jaringan teroris internasional yang mengatas-namakan Islam.

Sementara rentetan serangan terhadap ulama bahkan ada yang sampai meninggal dibacok, dengan ringannya dilaporkan hanya ulah orang gila. Para ulama tersebut diserang sepulang shalat Subuh di masjid sekitar rumah masing-masing.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180221184614-20-277856/din-syamsuddin-heran-penyerang-tokoh-agama-divonis-gila

Kabar lain juga menyebutkan anggota ISIS di negri kita tercinta ini dari hari ke hari semakin saja bertambah. Namun demikian kapolri yang sebelumnya menyatakan bahwa pelaku bom bunuh diri dan keluarganya pernah tinggal di Suriah mengoreksi pernyataan tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2018/05/15/17141491/video-klarifikasi-kapolri-soal-keluarga-pelaku-bom-gereja-pernah-ke-suriah

Patut dicermati, kedua tragedi memilukan tersebut terjadi hanya beberapa hari sebelum dipindahkannya kedutaan-besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Hal ini merupakan bukti nyata dukungan AS terhadap segala keputusan yang diambil Israel,  termasuk pemindahan ibu kota ke kota suci 3 umat ber-agama tersebut. Prilaku negara adi daya dibawah kekuasaan Trump ini makin membuktikan ketidak-peduliannya terhadap nasib rakyat Palestina.

Yerusalem sampai kapanpun adalah milik Palestina dan umat Islam, yang digadang sebagai calon ibu kota negara yang hingga kini masih mengalami penjajahan. Sesuatu yang tidak patut terjadi di era sekarang ini dimana kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Disini pulalah berada masjid suci ketiga umat Islam yaitu kompleks Al-Quds dimana di dalamnya berdiri Masjidil Asqho dan Masjid As-Saqroh atau Masjid Kubah Emas.

Itu sebabnya sejumlah ormas Islam pada hari Jumat 11 Mei, 2 hari sebelum tragedi bom Surabaya, melakukan aksi menentang pemindahan kedutaan besar AS ke ibu kota tersebut. Aksi yang berlangsung di Monas dengan tertib dan diberi nama “Indonesia Bebaskan Baitul Maqdis“ ini dimotori oleh uztad Bahtiar Nasir, dan dihadiri ulama-ulama kondang seperti Aa Gym, ustadz Abdul Somad, uztad Felix Siauw  dll.

https://lampungpro.com/post/11992/catatat-11-mei-aksi-bela-baitul-maqdis-akan-putihkan-monas

Acara yang juga dihadiri oleh sebagian besar alumni 212 tersebut diawali dengan shalat Subuh berjamaah di masjid Istiqlal, dan ditutup shalat Jumat. Usai shalat Subuh, para peserta melakukan long march menuju Monas untuk ber-dzikir pagi, mendengarkan orasi para ulama, serta mendengarkan alunan surat Al Isra’ dan surat Al Kahfi oleh 1000 hafidz/hafidzah yang sungguh menggetarkan hati. Pemilihan kedua surat tersebut, surat Al-Isra, khususnya, tentu bukannya tanpa maksud dan tujuan. Di dalam surat itulah Allah swt menerangkan kedudukan, keberkahan dan kesucian Masjidil Aqsho yang merupakan kiblat pertama umat Islam.

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Terjemah QS. Al-Isra (17):1).

Selanjutnya pada ayat 4 dan 5 surat Al-Isra, Allah swt menerangkan tentang kerusakan yang akan dilakukan kaum Yahudi (bani Israil) dengan penuh kesombongan, dan balasan hukum yang bakal mereka terima sebagai akibatnya.

Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.”

“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”.

Lalu pada ayat 6 tentang kekalahan bani Israil oleh kaum Muslimin.

”Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar”.

Sebuah pertanyaan menggelitik, mungkinkah bom bunuh diri Surabaya itu adalah rekayasa yang terjadi sebagai reaksi aksi di Monas?? Sebagai reaksi berang dan kemarahan Zionis Yahudi dan antek-anteknya atas doa kaum Muslimin yang menyudutkan mereka?? Bukankah bukan rahasia lagi bahwa ISIS adalah ciptaan mereka??

http://spionase-news.com/2018/05/19/akhirnya-terungkap-pimpinan-isis-ternyata-agen-mossad-israel/

Tengok pula apa yang dilakukan Zionis Israel terhadap penduduk Palestina yang bertekad kembali ke kampung halaman setelah terusir sejak tahun 1948, pada waktu yang hampir bersamaan dengan serangan Surabaya. Tekad rakyat Palestina tersebut telah berlangsung sejak Maret 2018 sebagai protes atas rencana AS memindahkan kedubesnya ke Yerusalem. Ironisnya tak satupun media utama Indonesia yang memberitakan hal tersebut. Padahal tak kurang dari 62 korban meninggal dunia dan sekitar 2800 rakyat Palestina terluka.

Namun yang lebih menyedihkan adalah reaksi berlebihan pemerintah, dalam hal ini, mentri agama Lukman Hakim, yang mengeluarkan daftar sertifikasi ulama, seolah ulamalah yang harus bertanggung-jawab atas terorisme yang baru saja terjadi.

Dan anehnya lagi, daftar yang hanya memuat 200 ulama rekomendasi kementrian agama tersebut tidak memasukkan sejumlah ulama yang nyata-nyata memiliki nama besar, banyak mempunyai jamaah dan juga lulusan universitas terkemuka di Timur Tengah. Diantaranya yaitu uztad Abdul Somad, uztad Felix Siauw, uztad Adi Hidayat, dan uztad Bahtiar Nasir, ketua “Aksi Indonesia Bebaskan Baitul Maqdis”.

Ntah kebetulan atau tidak, ulama-ulama tersebut, belakangan memang sering bersuara keras mengkritisi kinerja pemerintah. Kejatuhan BTP pada tahun 2016 lalu atas tuduhan penistaan agama (Islam) tak lepas dari rentetan aksi damai 212 yang dimotori Habib Riziek Shihab dan uztad Bahtiar Nasir sebagai ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), yang juga adalah sekjen MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia).

Aksi fenomenal yang melibatkan jutaan peserta tersebut diabadikan dalam layar lebar dengan judul “212 the Power of Love”, yang tayang di bioskop nasional sejak 9 Mei 2018, beberapa hari sebelum terjadinya bom Surabaya.

http://senggang.republika.co.id/berita/senggang/film/18/05/11/p8iz1s374-film-212-the-power-of-love-diapresiasi

Pertanyaannya, pantaskah pemerintah seenaknya mendepak dan mengucilkan ulama-ulama tersebut hanya karena alasan di atas?? Atau mungkinkah pemerintah mendapat tekanan dari pihak-pihak yang merasa kepentingannya terusik?? Bukankah salah satu tugas ulama adalah mengawal para pemimpin negri agar tidak melenceng dari tugasnya?? Agar Allah Azza wa Jala tidak menahan turunnya keberkahan atas negri yang penduduknya mayoritas Islam ini??

… Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun”.(Terjemah QS. Fathir(35):28).

“… Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. … “. (Terjemah QS.Al-Maaidah(5): 32).

Yang pasti apapun alasannya tindakan membunuh, termasuk bom bunuh diri, di luar kancah perang adalah hal yang tidak dibenarkan dalam Islam. Dan yang juga tak kalah pentingnya, jangan pernah kaum Muslimin dimanapun berada mau terkecoh dan bergabung dengan organisasi teroris ISIS yang sengaja diciptakan musuh-musuh Islam untuk mendiskreditkan wacana kekhalifahan Islam dibawah Imam Mahdi yang telah diprediksi Rasulullah ribuan tahun silam, dan tampaknya sudah nyaris tiba waktunya.

Dunia tidak akan lenyap atau tidak akan sirna hingga seseorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sama dengan namaku.” (HR. Tirmidzi dan Abu Daud).

Ibnu Katsir mengatakan, “Imam Mahdi akan muncul di akhir zaman. Saya mengira bahwa munculnya Imam Mahdi adalah sebelum turunnya Nabi ‘Isa, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang menyebutkan hal ini”.

https://rumaysho.com/725-kedatangan-imam-mahdi-yang-dinanti-nanti.html

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 23 Mei 2018.

Vie AM.

Read Full Post »

“dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”. ( Terjemah QS. Al-Hajj(22):54).

Kitab Suci Alquran memiliki sejumlah nama. Salah satu di antaranya adalah al-Huda yang berarti “petunjuk”. Bagi Torquato Cardilli, nama tersebut menjadi bukti nyata atas hidayah Islam yang diperolehnya, dua dekade yang silam.

“Saya benar-benar meyakini kebenaran Islam setelah membaca Alquran secara rutin,” ungkap mantan duta besar Italia untuk Arab Saudi itu, seperti dikutip laman I Found Islam.

torquato-cardilliCardilli lahir di Provinsi L’Aquila, Italia, pada 24 November 1942. Pria yang fasih berbahasa Arab itu merupakan lulusan Universitas Naples di bidang linguistik dan kebudayaan timur. Dia mengawali kariernya di Kementerian Luar Negeri Italia pada 1967. Selanjutnya, ditugaskan sebagai diplomat Italia untuk Sudan, Suriah, Irak, Libya, Albania, dan Tanzania. Seperti mayoritas penduduk di negeri asalnya, Cardilli lahir dan dibesarkan sebagai pemeluk Katolik. Agama itu terus ia anut hingga berpuluh-puluh tahun lamanya.

Namun, pada 15 November 2001 atau hanya berselang beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-59, Cardilli mengungkapkan keputusannya menjadi mualaf. Ketika itu, dia masih menjabat sebagai dubes Italia untuk Arab Saudi. Cardilli secara resmi mengucapkan dua kalimat syahadat setelah melakukan penelitian tentang Islam selama bertahun-tahun. Yang lebih menarik lagi, keputusan itu ia buat bertepatan dengan malam 1 Ramadhan 1422 H.

“Saya merasa sangat bahagia bisa menjadi bagian dari kaum Muslimin,” ucapnya.

Sensitif

Bisa dikatakan, keputusan Cardilli tersebut muncul pada waktu yang sensitif. Pasalnya, dua bulan sebelum itu, Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi menyebut peradaban Kristen Barat lebih unggul dari Islam. Pernyataan semacam itu jelas-jelas menyakiti hati kaum Muslimin. Namun demikian, kabar beralihnya keyakinan Cardilli dari Katolik ke Islam ketika itu justru menjadi ‘tamparan’ bagi Berlusconi dan dunia Barat.

Dalam sebuah wawancara dengan Saudi Gazette, Cardilli mengatakan tujuan awalnya mempelajari bahasa Arab–ketika masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Naples–adalah supaya bisa bekerja di bisnis perminyakan Arab. Namun, takdir malah mengantarkannya menjadi diplomat. Dan, tanpa disangka-sangka ilmu yang dipelajarinya di kampus dulu justru sangat membantunya dalam memahami Alquran dan ajaran Islam.

Cardilli mengaku, merasakan kesucian dan keagungan Alquran yang kerap dibacanya ketika masih memeluk agama Katolik.

Setelah membaca Alquran berkali-kali, saya menyadari bahwa Islam adalah agama yang benar dan lurus. Alquran sangat menakjubkan dan tak ada yang mampu meragukannya,” ungkap bapak dua anak itu lagi.

Sebelum menjadi Muslim, Cardilli diketahui kerap mengikuti kelas-kelas kajian Islam yang diselenggarakan oleh The Batha Center, sebuah lembaga yang berfokus pada program pembinaan calon mualaf.

Dia (Cardilli) sering mengikuti kelas kajian Alquran dan studi mengenai kebudayaan Islam,” ujar Direktur The Batha Center, Nouh bin Nasser, kepada kantor berita Prancis, AFP.

Nasser menjelaskan, Cardilli masuk Islam dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

“Tak ada paksaan sama sekali. Ia masuk Islam atas keinginannya sendiri. Apalagi, agama Islam memang tidak pernah memaksakan seseorang untuk menjadi Muslim,” imbuh Nouh.

Cardilli bukan satu-satunya diplomat Italia yang masuk Islam. Pada pengujung 1988 Mario Scialoja sempat mengejutkan publik Italia atas keputusannya menjadi mualaf. Ketika itu, Scialoja tengah ditugaskan sebagai perwakilan permanen Italia untuk PBB di New York. Ia kemudian dikirim ke Arab Saudi sebagai Dubes Italia pada 1994-1995. Pada tahun 20112 Scialoja diangkat sebagai ketua Pusat Kebudayaan Islam Italia.

Dengan begitu, Cardilli tercatat sebagai mualaf Italia kedua yang pernah memegang jabatan dubes di Arab Saudi.

Sebaliknya, menurut keterangan Kedutaan Besar Arab Saudi di Roma, tidak ada satu pun dubes Saudi di Italia yang pernah berpindah keyakinan dari Islam ke Katolik,” tulis CNN.

Menurut badan statistik Istat, jumlah populasi Muslim di Italia saat ini diperkirakan mencapai 1,7 juta jiwa. Sebanyak 20 ribu di antara mereka adalah mualaf, seperti halnya Cardilli. Dalam sembilan tahun terakhir, Islam mengalami pertumbuhan pesat di Italia. Pada 2006 lalu jumlah Muslim hanya 1,9 persen dari total penduduk Italia. Hari ini, angka tersebut naik menjadi 2,6 persen

Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 19 Mei 2018.
Vien AM.
Dicopy dari:

Read Full Post »

Habis Gelap Terbitlah Terang Armijn PaneSiapa yang tak kenal ibu Kartini, yang hari lahirnya pada 21 April selalu kita peringati. Namun demikian benarkah sudah kita mengenal dan menerima pesan-pesannya dengan baik? Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879, dan wafat di Rembang pada 1904 pada usia 25 tahun. Ia wafat hanya selang 4 hari setelah melahirkan seorang bayi laki-laki.  RA Kartini menikah pada usia 23 tahun dengan seorang bupati Rembang.

Kebanyakan orang mengenal Kartini sebatas tokoh emansipasi perempuan yang memperjuangkan pendidikan, hak dan kesetaraan kaum hawa. Karena memang itulah yang ditonjolkan dan dikehendaki Abendanon, menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan pemerintah Hindia Belanda pada saat hidup Kartini. Abendanon yang merupakan suami dari Rosa, salah satu sahabat koresponden Kartini di Belanda, adalah orang pertama  yang mengumpulkan surat-surat Kartini dan memberinya judul “Door Duisternis Tot Licht” yang berarti  “Dari Gelap Kepada Cahaya“. Buku kumpulan surat Kartini yang memuat 100 surat, 53 diantaranya ditujukan kepada keluarga Abendanon. diterbitkan pada 1911.

Surat-surat Kartini memang banyak sekali mengulang kalimat yang di kemudian hari dijadikan judul oleh Abandon tersebut. Abandon tentu saja tidak menyadari bahwa kata-kata tersebut merupakan petikan ayat Al-Quran. Kemudian pada tahun 1922 buku tersebut untuk pertama kalinya diterbitkan dalam bahasa Melayu oleh Penerbit Empat Sekawan. Selanjutnya yaitu pada tahun 1951 Armijn Pane, seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru menerbitkan kumpulan surat Kartini dalam Bahasa Indonesia, dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

“Habis Gelap Terbitlah Terang” versi Armijn Pane ini tidaklah sama dengan buku terbitan sebelumnya. Selain ditambah dengan Kata Pembimbing yang memberikan arahan kepada pembaca tentang sosok Kartini dan latar belakang kehidupannya, buku itu adalah hasil terjemahan kembali dari bahasa Belanda yang berbeda sama sekali dengan terjemahan sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi.

Dengan cara itu Armijn berharap pemikiran dan cita-cita Kartini menjadi semakin dapat diakses oleh masyarakat luas. Pemikiran Kartini tentang peranan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, kegelisahannya tentang agama, dan sikapnya yang emoh terhadap budaya feodal tergambar jelas pada setiap tulisan Kartini dalam surat-suratnya.

Sikap dan pemikiran Kartini yang jauh melampaui kaum perempuan pada zamannya, dituangkan melalui surat yang dikirimkan kepada teman-teman korespondensi bangsa asing, di luar negri, serta berbahasa asing pula, tentu merupakan sesuatu yang sangat istimewa. Sebagai putri seorang bupati Jepara yang berpikiran terbuka, Kartini memang beruntung berkesempatan mengenyam pendidikan resmi meski hanya sampai usia 12 tahun.

Karena setelah itu seperti umumnya anak perempuan pada zamannya, Kartini harus dipingit. Di ELS (Europese Lagere School) inilah Kartini belajar bahasa Belanda yang sudah terbiasa ia dengar karena sang ayah fasih berbahasa tersebut.  Sementara salah satu kakak Kartini, adalah seorang jenius dalam bidang bahasa. Dalam waktu singkat pendidikannya di Belanda, kakaknya itu menguasai 26 bahasa.

Di tengah lingkungan seperti itulah Kartini tumbuh. Maka tak heran dengan modal kemampuan baca dan tulis dalam bahasa Belanda ( dan juga bahasa Inggris), Kartinipun menjalin hubungan dengan sejumlah teman pena di negri Belanda nun jauh disana. Stella diantaranya. Kartini banyak membaca buku, koran, dan majalah Eropa dari berbagai sumber. Kartini menyadari betapa berbedanya cara berpikir perempuan Jawa dengan perempuan kulit putih.

Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, agar setara dengan kaum lelaki.  Ia juga tidak menyukai adanya perbedaan derajat manusia, antara bangsawan dan rakyat biasa yang waktu itu telah menjadi budaya Jawa. Surat-surat Kartini memuat berbagai hal yang merisaukan hati dan pikirannya. Berikut beberapa surat Kartini yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.

Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya… “.(Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899).

Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apa pun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?” [ Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899].

“Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya”. [ Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902]

Kartini juga berani mengkritik  kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Dengan nota yang berjudul: “Berilah Pendidikan kepada bangsa Jawa”, Kartini mengajukan kritik dan saran kepada sejumlah Departemen Pemerintah Hindia Belanda. Kepada Departemen Kesehatan Kartini menulis :

Para dokter hendaklah juga diberi kesempatan untuk melengkapi pengetahuannya di Eropa. Keuntungannya sangat mencolok, terutama jika diperlukan penyelidikan yang menghendaki hubungan langsung dengan masyarakat. Mereka dapat menyelidiki secara mendalam khasiat obat-obatan pribumi yang sudah sering terbukti mujarab….”.

Melalui surat-suratnya diketahui Kartini sangat ingin melanjutkan sekolah di Belanda. Teman-teman korespondensinya mendukung cita-cita tinggi tersebut. Namun dengan berlalunya waktu, kegelisahan Kartinipun bertambah, yaitu tentang wawasan kebangsaan. Teman-temannya sempat kecewa mengetahui gadis tersebut tidak lagi banyak membicarakan keinginannya sekolah di luar negri. Kartini bahkan mulai mengkritisi keberadaan pemerintah kolonial Hindia Belanda di tanah leluhurnya.

“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902).

”Manusia itu berusaha, Allah-lah yang menentukan” (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, Oktober 1900).

Kartini juga sempat menentang praktek kristenisasi di Hindia Belanda:

Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka Kristenisasi? …. Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” (Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903).

Teman-teman Kartini makin kecewa mengetahui Kartini mau dijodohkan orang-tuanya dengan seorang lelaki yang telah beristri. Hal yang selama ini sangat ditentang Kartini. Meski nyatanya suaminya itu sangat dapat memahami keinginan Kartini. Diberinya istrinya itu kebebasan dan iapun mendukung Kartini mendirikan sekolah perempuan pertama yang dibangun di samping kompleks kantornya, yaitu kabupaten Rembang.

Apa yang sebenarnya terjadi pada diri Kartini yang sejak kecil sudah kritis hingga sering dimarahi guru mengajinya hanya karena menanyakan makna dari kata-kata Al-Quran yang diajarkan kepadanya untuk dibacanya?

Suatu ketika Kartini menghadiri acara pengajian bulanan khusus anggota keluarga di rumah pamannya, seorang Bupati di Demak (Pangeran Ario Hadiningrat). Penceramahnya, Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat, Semarang. Ketika itu Kyai mengajarkan tafsir Surat Al-Fatihah. Selesai acara pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya menemui sang Kyai. Berikut dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh, yang ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat :

“Kyai, perkenankanlah aku menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?

Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” kata Kartini lagi.

Setelah pertemuan tersebut Kyai Sholeh tergugah untuk menterjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Jawa. Dan pada hari pernikahan Kartini, Kyai Sholeh menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran) jilid pertama yang terdiri dari 13 juz. Terjemahan tersebut mulai dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat Ibrahim. Maka sejak itulah Kartini mempelajari Islam lewat Al-Quran lengkap dengan artinya, secara sungguh-sungguh. Sayangnya, terjemahan Al-Quran karya Kyai Sholeh tidak pernah selesai karena tidak lama setelah itu Sang Khalik memanggilnya.

Suatu hari ketika sedang mempelajari Al-Quran terjemahan karya sang Kyai, Kartini tertegun akan ayat 257 surat Al-Baqarah yang berbunyi “Allah-lah yang membimbing orang-orang beriman dari gelap kepada cahaya” (Minazh-Zhulumaati ilan Nuur). Kartini terkesan dengan kata-kata tersebut. Itu sebabnya surat-surat Kartini belakangan banyak menggunakan kata-kata “Dari gelap kepada cahaya” yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht”.

Prof. Haryati Soebadio, cucu tiri Kartini, Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan V, mengartikan kalimat “Door Duisternis Tot Licht” sebagai “Dari Gelap Menuju Cahaya” yang bahasa Arabnya adalah “Minazh-Zhulumaati ilan-Nuur“. Kata dalam bahasa Arab tersebut, tidak lain, merupakan inti dari dakwah Islam yang artinya: membawa manusia dari kegelapan (jahiliyah) ke tempat yang terang benderang (hidayah atau kebenaran Ilahi), sebagaimana firman-Nya:

Allah pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir pemimpinnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya ke kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal didalamnya” (Terjemah QS. Al-Baqarah(2):257).

Dan sejak itu pula sikap Kartini terhadap Barat, Belanda sebagai penjajah khususnya, mulai berubah.

“Jalan kepada Allah dan jalan kepada padang kemerdekaan hanyalah satu. Siapa yang sesungguhnya jadi hamba Allah, sekali-kali tiada terikat kepada manusia, sebenar-benarnya merdekalah dia”.

Kartini bahkan bertekad untuk memenuhi panggilan surat Al-Baqarah ayat 193, “ Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. Ia berupaya untuk memperbaiki citra Islam yang selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah. Dengan bahasa halus Kartini menyatakan :

Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” [ Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].

Tak heran bila di kemudian hari berkembang pendapat bahwa Kartini meninggal bukan karena sakit melainkan dibunuh. Ada dugaan Abendanon melakukan tebang pilih surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya.

Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda. Sulastin pada tahun 1972,  pernah mendapat tugas dosennya untuk menterjemahkan surat-surta Kartini yang disimpan pemerintah Belanda. Ketika itu ia sedang melanjutkan studynya di universitas Leiden Belanda, di bidang sastra. Pada tahun 1979 ia menerbitkan terjemahan surat-surat Kartini tersebut.

Kematian Kartini yang mendadak juga menimbulkan spekulasi negatif bagi sebagian kalangan. Efatino Febriana, dalam bukunya “Kartini Mati Dibunuh”, mencoba menggali fakta-fakta yang ada sekitar kematian Kartini. Bahkan, dalam akhir bukunya, Efatino berkesimpulan, kalau Kartini memang mati karena sudah direncanakan. Demikian pula Siti Soemandari dalam buku “Kartini, Sebuah Biografi“, menduga bahwa Kartini meninggal akibat permainan jahat dari Belanda.

Salah tujuan politik etis adalah persamaan dan derajat yang sama antara lelaki dan perempuan. Kartini tampaknya memang tokoh yang tepat untuk tujuan tersebut. Namun benarkah tuntutan Kartini persis seperti emansipasi yang terjadi di Barat, yang hingga hari ini menjadi tujuan banyak kaum perempuan bangsa ini? Dimana kaum perempuan berbondong-bondong keluar rumah untuk bekerja dan berkarier, bersaing dengan kaum lelaki, dengan meninggalkan anak-anak di belakang mereka, meninggalkan tugas dan kodrat mereka sebagai ibu, pendidik anak yang pertama.

Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama”. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Ironisnya lagi, pada suatu acara peragaan pakaian yang digelar sebagai rangkaian acara peringatan Kartini, Sukmawati Sukarnoputri membacakan puisi yang sama sekali tidak menggambarkan Kartini yang sebenarnya. Puisi tersebut sungguh mengecilkan kedudukan jilbab dan azan sebagai syariat Islam. Kartini mungkin belum sempat berhijab ketika dipanggil menjumpai Tuhannya. Tapi jika ketika belajar dan membaca terjemahan Al-Quran tidak sampai setengahnya, bahkan di surat Al-Fatihah yang merupakan pembukaan Al-Quran dan ayat 257 Al-Baqarah saja Kartini sudah demikian terkesima. Maka dapat dipastikan kalau saja Kartini sempat membaca terjemah ayat-ayat jilbab ia akan melaksanakannya, yaqqin …

Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.(Terjemah QS.Al-Ahzab(33):59).

Dan lagi bila saja Kartini yang hobby membaca dan menulis itu, sempat membaca terjemahan surat Al-‘Alaq yang diawali perintah “Bacalah”, ditambah dengan mempelajari asbabunuzul ayat serta sirah Nabi, tak ayal lagi, pasti Kartini akan semaksimal mungkin menjalankan syariat Islam hingga menjadi seorang Muslimah yang takwa. Masya Allah …

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Terjemah QS. An-Nahl(16):97).

Sungguh Kartini pasti akan terkejut mendapati betapa banyaknya ayat-ayat Al-Quran yang menerangkan bahwa derajat laki-laki dan perempuan, sesuai kodrat dan tanggung-jawab masing-masing, adalah sama. Keimanan, amal perbuatan dan ahlaklah yang membedakan mereka, baik yang kaya maupun yang miskin.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 7 Mei 2018.

Vien AM.

Sumber :

https://id.wikipedia.org/wiki/Kartini

https://erwinisasi.wordpress.com/2013/04/21/habis-gelap-terbitlah-terang-kartini/

https://blog.al-habib.info/id/2011/04/hari-kartini-antara-emansipasi-menjadi-muslim-sejati/

http://toko-bukubekas.blogspot.co.id/2013/09/jual-buku-habis-gelap-terbitlah-terang.html

 

Read Full Post »