“Fastabiqul khoirot” (maka berlombalah kamu dalam kebaikan ).
Ini adalah potongan ayat 148 surat Al-Baqarah yang sudah sepatutnya dijadikan pegangan umat Islam dalam mengarungi kehidupannya. Stabiqu berasal dari kata dasar yang sama dengan Sibaq, Musabaqoh yaitu Sabaqo – Yasbiqu yang arti harfiahnya adalah memenangkan suatu lomba.
Hidup sejatinya adalah berlomba dalam kebaikan. Siapa yang menang ia akan memasuki surga dan siapa yang kalah akan masuk neraka. Tidak ada pilihan lain, senang atau tidak, terpaksa atau tidak, hanya itu pilihannya.
Lomba adalah fitrah manusia yang tidak dapat dihindarkan. Setiap manusia sadar atau tidak sebenarnya memiliki nafsu untuk menang dalam lomba, lomba apapun. Lomba ini bahkan telah dimulai sejak awal kehidupan seorang anak manusia. Yaitu pada awal proses pembuahan dimana satu dari 100 juta sperma memenangkan lomba menggapai sebuah sel telur. Sperma pemenang ini sudah pasti adalah sperma kuat dan sehat, bibit unggul cikal bakal anak manusia yang nantinya akan siap melakukan lomba yang diperintahkan Tuhannya, Allah Azza wa Jala.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. ( Terjemah QS. Al-Mulk(67):2).
Lomba ini juga dimaksudkan sebagai ujian, siapa yang amalnya lebih baik (bukan lebih banyak) itulah yang lulus. Uniknya ujian tidak hanya dalam bentuk kesusahan namun juga kesenangan. Karena sesungguhnya susah maupun senang adalah dari-Nya. Allah subhana wa ta’ala ingin mengetahui bagaimana reaksi kita ketika diberi kesusahan, apakah kita bisa bersabar dan tetap mensyukurinya.
“Katakanlah: “Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur”.(Terjemah QS. Al-Mulk(67):23).
Dan ketika diberi kesenangan apakah menjadi lupa diri, sombong, pongah, bahkan takabur dan riya. Karena kesenangan dan kesuksesan sejatinya adalah uji kepekaan, jangan sampai orang lain yang dalam kesulitan menjadi tersinggung. Di hari Pengadilan nanti kita harus mempertanggung-jawabkan semua itu.
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu”.(Terjemah QS. At-Takasuur(102):8).
Tapi apa sebenarnya yang dimaksud amal yang baik pada ayat di atas. Definisi baik mungkin banyak, tergantung sudut pandang. Namun Islam menegaskan bahwa baik adalah segala sesuatu yang sumbernya dari Allah subhana wa ta’ala. Karena ‘kebenaran hakiki itu hanya 1, yaitu yang dari-Nya. Jadi jangan pernah merasa ragu dengan banyaknya orang atau golongan yang berusaha membujuk rayu bahwa kebenaran itu relative.
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Terjemah QS. Al-Baqarah(2):147).
Apapun perintah dan larangan-Nya pasti baik, dan pasti bermanfaat bagi manusia. Meski bisa jadi kelihatannya tidak sesuai dengan akal apalagi nafsu manusia. Ajaran Islam sejatinya adalah fitrah manusia, tidak ada yang menyimpang dari fitrahnya. Ia hanya mengukuhkan yang sudah ada, membatasi agar tidak berlebihan serta mengarahkan supaya tetap berada di rel yang benar. Yang baik/haqq pasti dari Allah swt sedangkan yang buruk/bathil dari yang selain –Nya.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, …” (Terjemah QS. Al-Isa(17):7).
Keyakinan yang demikian itulah yang pasti akan melahirkan manusia yang takwa.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. ( Terjemah QS. Ali Imran(3):102).
Takwa terdiri atas 2 macam, takwa pertama adalah takwa dalam hal meninggalkan larangan sejauh-jauhnya/sekuat-kuatnya dan takwa kedua adalah dalam menjalankan perintah semampunya. Yang dimaksud menjalankan perintah semampunya adalah dalam hal ibadah sunnah bukan ibadah wajib, kecuali ada halangan yang dibenarkan secara syar’i. Misal shalat ketika sakit. Dalam keadaan normal harus berdiri, namun bila tidak sanggup boleh duduk, bila tidak sanggup juga boleh dalam posisi tidur. Dan bila tidak sanggup juga dengan kedipan matapun diperbolehkan.
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu…. …”. ( Terjemah QS. At-Taghaabun(64):16).
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(Terjemah QS. Al-Baqarah 2:148).
Ayat diatas membuktikan bahwa lomba dalam kebaikan tidak hanya terhadap sesama muslim tapi juga dengan umat lain. Termasuk juga arah kiblatnya. Setiap orang/umat pasti mempunyai tujuan dan minat masing-masing. Akan tetapi prinsip dasar/orientasi seorang Muslim harus sama, yaitu bahwa hidup adalah untuk menyembah kepada Allah Azza wa Jala.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. ( Terjemah QS.Ads-Dzariyah (21):56)
Seperti kita ketahui kiblat pertama umat Islam adalah menghadap Masjidil Aqsho. Perintah pemindahan kiblat ke arah Ka’bah di Masjidil Haram di Mekah untuk menguji ketaatan sekaligus untuk membedakan dari umat Yahudi dan Nasrani yang memang berkiblat ke Masjidil Aqsho. Ka’bah bukan tujuan apalagi untuk disembah sebagaimana yang sering dituduhkan orang-orang kafir. Apa yang dikatakan Umar bin Khattab ra di hadapan Hajar Aswad yang terletak di salah satu sisi Ka’bah adalah bentuk ketaatan sekaligus ketauhidan yang harus kita contoh.
“Demi Allah aku akan benar-benar menciumnya dan aku sungguh tahu bahwa engkau hanyalah sebuah batu. Sungguh, kau tak bisa mendatangkan marabahaya dan tak bisa memberikan keuntungan. Sandainya aku tak pernah melihat Rasulullah mencium kamu tentu aku tak akan mencium.”
Ketaatan dasar dalam bentuk perbuatan yang wajib dikerjakan umat Islam adalah mendirikan shalat wajib 5x sehari sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. Namun jangn lupa Allah swt juga mewajibkan umat yahudi dn nasrani untuk shalat, rukuk dan sujud sebagaimana umat Islam. Walaupun Al-Quran tidak menrangkan persisnya bagaimana. Dan itu tidak penting bagi kita. Yang pasti ternyata Allah melaknat mrk. Tidak sedikit ayat2 quran menerangkn hal tsb diantaranya yg sering kita baca adalah ayat 6 Alfatihah. Pelajaran bagi kita agar kita mampu mengambil hikmah kesalahan mereka. Jangn sampai kita malah mengulang kesalahan tersebut.
“Katakanlah, maukah kalian kuberi tahu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Mereka adalah orang-orang yang sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Terjemah QS.Al-Kahfi (18):103-104).
Shalat yang merupakan tiang agama itu sebenarnya bukan sekedar bentuk ketaatan kepda-Nya, namun juga latihan kedisiplinan. Shalat berjamaah ke arah yang sama yaitu Ka’bah adalah lambang persatuan. Sementara wudhu/thoharoh, gerakan, bacaan dan waktu shalat memiliki cara dan urutan yang tertentu, tidak boleh sesukanya. Maka sudah sewajarnya shalat yang benar akan membuahkan ahlak yang baik. Dalam ayat 1-11 surat Al-Mukminun diterangkan kriteria ahlak seorang yang Mukmin.
Artinya shalat memiliki filosofi yang dalam yaitu hidup harus dinamis, semangat dengan ilmu yang benar dalam segala bidang, tidak boleh mudah menyerah dan putus asa. Bukankah hidup adalah ujian sebagaimana dijelaskan di atas. Umat Islam wajib bersatu agar dapat memenangkan lomba. Jangan pernah menunda amal baik.Umat Islam harus punya skala prioritas amal.
“Bersegeralah melakukan kebaikan sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.”(HR Muslim).
Sementara ayat 4-8 surat Al-Maaun menjelaskan tentang shalat yang lalai. Diantaranya yaitu riya. Riya adalah amal ibadah yang dikerjakan untuk dilihat orang lain bukan karena ketaatan kepada-Nya, Sebaliknya Allh jg menegaskn bahwa kita adalah umat terbaik. Mak dengan berbekal modal itu semua seharusnya kita, umat Muslim dapat memenangkn lomba ini dan memasuki surga Firdaus yang dijanjikan bagi sang pemenang.
Hikmah Sibaq:
1. Bersungguh-sungguh dalam menjalankan kebaikan dan tugas.
2. Effektif dalam waktu. Usia biologis harus melampaui usia manfaat. Bisa jadi usia biologis seseorang pendek namun tabungan pahalanya melebihi usianya. Contohnya, ganjaran malam Lailatul qadar yang 1000 bulan atau 86 tahun, shalat jamaah 27x ganjaran, shalat 2 rakaat sebelum Subuh dll.
3. Meminimalisir godaan syetan. Dengan banyak berbuat baik ruang keburukan menjadi berkurang.
4. Terwujudnya self control dan integritas yang tinggi.
“Barangsiapa hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, maka ia adalah orang yang terlaknat.” (Ali bin Abi Thalib ra).
“Siapa yang hidup untuk orang lain maka akan hidup sebagai orang besar. Dan siapa yang hidup untuk diri sendiri maka akan hidup sebagai orang kecil”. (Sayyid Qutb).
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 23 Februari 2022.
Vien AM.
Leave a Reply