Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
“Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung”.
Hadist diatas menunjukkan kecenderungan manusia dalam memilih pasangan hidup, yaitu karena kekayaan/harta, keturunan, kecantikan dan terakhir agamanya. Islam tidak menafikkan kecenderungan tersebut. Akan tetapi memperingatkan tidak mendahulukan bahkan menomor belakangkan pilihan berdasarkan agama sudah pasti akan merugikan diri sendiri.
“Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah).
Agama yang dimaksud pada hadist di atas sudah barang tentu adalah Islam karena menikah dengan penganut selain Islam haram hukumnya sebagaimana ayat 221 surat Al-Baqarah berikut :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
Pernikahan adalah menyatukan seorang lelaki dan seorang perempuan dalam ikatan pernikahan, yang tidak jarang berbeda latar latar belakang, kebiasaan, budaya dan pendidikan, yang hampir dapat dipastikan memerlukan usaha untuk menyerasikannya agar di kemudian hari tidak timbul permasalahan. Bahkan sering kali bukan cuma yang bersangkutan tapi juga keluarga besar yang bersangkutan. Jadi tidak perlu lagi menambah permasalahan beda keyakinan dan agama.
Pernikahan dalam Islam adalah hal yang sangat sakral. Ia tidak sekedar menyatukan sepasang lelaki dan perempuan dalam sebuah ikatan. Lebih lagi menyatukannya dibawah kesaksian Tuhannya, yaitu Allah Aza wa Jala.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hati-hati terhadap perempuan. Kamu mengambilnya dengan amanat Allah dan menghalalkan untuk menggaulinya dengan kalimat Allah.”
Dengan demkian jelas tujuan pernikahan adalah dunia dan akhirat. Tak salah bila doa yang ditujukan bagi sepasang pengantin Muslim adalah “Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah”. Inilah sebaik-baik doa. Doa ini berdasarkan ayat berikut,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram ( sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Terjemah QS. Ar-Rum(30):21).
Kata sakinah dari akar kata sakakan – yaskunu, memiliki arti kedamaian, ketenangan, ketentraman, dan keamanan. Bisa juga diartikan dengan kata senang berdasarkan ayat berikut,
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang (sakina) kepadanya.” (Terjemah QS. Al-A’raf(7):189).
Sedangkan mawaddah yang berasal dari kata wadda -yawaddu, diartikan sebagai rasa sayang atau cinta yang membara/ menggebu. Adanya hasrat dan nafsu yang merupakan kodrat manusia ini ketika dibingkai indah dalam sebuah ikatan pernikahan akan melahirkan energi positif. Energi dasyat yang sangat penting dalam perjalanan panjang pernikahan.
Suami maupun istri sebaiknya dapat saling menyenangkan dan memuaskan pasangannya hingga tercipta rasa saling memiliki dan menyayangi. Ikatan yang demikian inilah yang dapat menambah kuatnya ikatan dan keharmonisan rumah tangga. Baik antar suami dan istri maupun dengan anak-anak yang merupakan titipan dari-Nya.
Patut diingat salah satu perintah Islam untuk menikah adalah demi perkembang-biakkan manusia di muka bumi ini. Ucapan ijab kabul “Saya nikahkan dan saya kawinkan” yang lazim diucapkan wali calon pengantin perempuan dan dijawab “Saya terima nikah dan kawinnya” oleh calon pengantin lelaki dalam suatu upacara pernikahan (akad nikah) menegaskan hal tersebut.
Itu pula sebabnya Allah swt melaknat hubungan sesama jenis yang sangat berbahaya bagi perkembang-biakan manusia.
“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”. ( Terjemah QS. A-Araf(7):81).
Sementara kata rahmah dari akar kata rahima – yarhamu, diartikan sebagai kasih, ampunan, rahmat, rezeki, dan karunia dari Allah SWT. Sebuah keluarga yang penuh rahmah akan saling memahami dan saling perhatian. Rahmah tidak akan terwujud jika pasangan saling menyakiti satu sama lain.
Dengan demikian doa sakinah, mawaddah wa rahmah dapat diartikan “Semoga menjadi keluarga yang tenang, tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang dibawah lindungan Allah SWT”. Atau singkatnya ” Semoga menjadi keluarga bahagia di dunia maupun di akhirat”.
Namun doa juga harus dibarengi usaha. Antara lain suami sebagai kepala keluarga, agar bekerja maksimal mencari nafkah yang baik dan halal. Sekaligus sebagai imam, nakhoda dalam shalat maupun kehidupan sehari-hari, agar dapat membimbing dan mencontohkan kesholehan kepada istri dan anak-anaknya. Demikian juga istri dan anak yang mempunyai kewajiban dan hak masing-masing.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang sholehah, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). … … ”. (Terjemah QS. An-Nisa(4):34)
Akhir kata, keluarga adalah satuan terkecil masyarakat. Maka ketika keluarga yang baik (sakinah mawaddah wa rahmah) terbentuk akan terbentuk pula bangsa/masyarakat baik. Dan bila keluarga tidak baik, maka akan lahir pula bangsa/masyarakat yang tidak baik.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 13 Juni 2022.
Vien AM.
Leave a Reply