Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘Hukum Rajam’

I. Mukaddimmah.

Sebagai umat Islam seharusnya kita menyadari bahwa tidak ada contoh dan keteladanan yang lebih baik dan lebih sempurna kecuali mencontoh dan meneladani apa yang telah diperbuat Rasulullah Muhammad saw, sebagai utusan Allah yang telah diberi kehormatan agar menyampaikan Al-Quranul Karim yang berisi perintah dan larangan dari Sang Khalik Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, Allah swt. Piagam Madinah yang dibuat beberapa saat setelah hijrah Rasulullah ke Madinah adalah contoh nyata yang mustinya di terapkan oleh para pemimpin dan penguasa Muslim dimanapun berada di belahan dunia ini. Sebagaimana telah kita ketahui, Islam bukanlah sebuah ajaran yang sekedar menerangkan bagaimana hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan hanya mengajarkan bagaimana cara melaksanakan sebuah ibadah, sebuah ritual tata cara penyembahan terhadap Tuhannya. Lebih dari itu, Islam adalah sebuah pandangan hidup, way of life.

Oleh sebab itu, ajaran ini menuntut agar pengikutnya membentuk sebuah masyarakat yang juga Islami yaitu masyarakat yang memiliki tatanan, aturan dan hukum yang bernafaskan ajaran Islam. Masyarakat yang seperti inilah yang dijanjikan-Nya bakal menuai kemakmuran, keadilan, ketentraman serta kebahagiaan tidak saja di akhirat namun juga dunia. Ini adalah janji Allah yang pasti. Banyak contoh negara, masyarakat maupun kaum yang mencapai kemajuan dan kemakmuran ketika mereka mentaati dan menerapkan hukum Allah.

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik “. (QS. An Nur(24):5 5).

Keluarga adalah satuan terkecil dalam tatanan sebuah masyarakat. Selanjutnya keluarga-keluarga ini membentuk kelompok yang saling berinteraksi secara sosial. Mereka saling membantu dan menolong agar kepentingan mereka dapat terpenuhi. Dalam ajaran Islam saling membantu dan menolong hanya diperbolehkan dalam kerangka menegakkan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. Itupun atas dasar kecintaan dan ketakwaan kepada-Nya.

Oleh karenanya demi menghindari perbedaan pikiran dan persepsi, hukum yang dijadikan pijakan harus pula hukum Islam, yaitu hukum-Nya bukan hukum yang didasarkan atas kebenaran pikiran dan pendapat sekelompok golongan atau bangsa maupun ras tertentu.. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa penduduk non Muslim otomatis harus pula menerapkan hukum Islam. Pun ketika penduduk Non Muslim tersebut hanya minoritas! Inilah keistimewaan yang jarang sekali ditemukan di negara manapun di dunia ini sekalipun negara yang memproklamirkan diri bahwa negaranya adalah Negara demokrasi seperti Amerika Serikat misalnya.

II. Pendirian Negara Madinah.

Penduduk Yatsrib, nama lama kota Madinah, sebelum hijrahnya Rasulullah selalu berada dalam perselisihan. Menurut beberapa sumber, penduduk kota ini adalah para pendatang dari Yaman, semenanjung Arab bagian Selatan. Mereka adalah suku Aus dan suku Khazraj yang termasuk kedalam bani Qailah. Mereka berbondong-bondong berpindah dan menetap di Yatsrib sejak ambruknya bendungan raksasa Ma’arib yang sebelumnya telah menjadi sumber kehidupan negri tersebut.

Kedua suku tersebut segera mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Mereka hidup dengan mengandalkan kemampuan lama mereka yaitu bertani. Hal ini menyebabkan kaum Yahudi yang telah lebih awal menetap di Yatsrib merasa tidak senang. Dengan sekuat tenaga mereka terus berusaha mengadu domba kedua suku yang ketika itu masih menyembah berhala ini. Mereka berhasil. Hampir setiap waktu suku Aus dan Khazraj terus bertikai dan berperang. Keduanya baru bersatu dan berdamai setelah Islam datang.

Selanjutnya mereka mendapat sebutan penghormatan sebagai kaum Anshor. Ini disebabkan jasa mereka yang telah dengan suka rela mau membantu dan menampung kaum Muhajirin yang diusir dari kota kelahiran mereka, Mekkah. Sejak itu nama kota Yatsribpun berubah menjadi Madinah Al-Munawarah. Di kota inilah Rasulullah mulai menata kehidupan masyarakat Madinah berdasarkan petunjuk Allah swt yang disampaikan melalui malaikat Jibril dan tertulis dalam kitab-Nya, Al-Quranul Karim.

Hal pertama yang dilakukan Rasulullah begitu beliau menginjakkan kaki di kota Madinah adalah mendirikan masjid. Masjid ini tidak saja berfungsi sebagai tempat ibadah ritual melainkan juga sebagai pusat segala aktifitas masyarakat Islam, baik dalam bidang spiritual maupun keduniaan. Di dalam lingkungan masjid inilah masyarakat Madinah menimba berbagai ilmu pengetahuan. Mulai ilmu pengetahuan keagaamaan hingga ilmu pengetahuan umum. Tempat ini selalu terbuka untuk umum, siapa saja, besar kecil, kaya miskin, lelaki atau perempuan, berhak masuk dan menerima pengajaran baik langsung dari Rasulullah maupun dari para sahabat.

Barangsiapa mendatangi masjidku ini dan ia tidak mendatanginya melainkan untuk mempelajari suatu kebaikan dan mengajarkannya maka kedudukannya laksana pejuang fi sabilillah. Namun barangsiapa datang bukan dengan tujuan tersebut maka ia seperti orang yang melihat harta orang lain” (HR Bukhari).

Langkah selanjutnya Rasulullah mempersaudarakan kaum Anshor dan kaum Muhajirin.

Tujuan adalah :

1. Menciptakan rasa kebersamaan dan persatuan.

2. Menyatukan arah dan pikiran pada satu tujuan yang sama.

3. Menanamkan solidaritas sosial diantara keduanya.

4. Menenangkan perasaan kehilangan kaum Muhajirin atas putusnya persaudaraan mereka di Mekah.

Disamping itu Rasulullah juga mengatur hukum dan tata cara pergaulan dan hubungan antar sesama penduduk Madinah, baik antar Muslim, antar Yahudi maupun antara Muslim dengan Yahudi. Hal ini sangat penting karena masyarakat Arab sejak dahulu telah dikenal sebagai bangsa yang memiliki sifat kesukuan yang teramat kental. Rasulullah menyadari bahwa hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena hal yang demikian berpotensi menjadi penghalang persatuan umat.

Secara detail Rasulullah bahkan menuangkan segala peraturan dan hukum tersebut dalam sebuah perjanjian yang terkenal dengan nama Piagam Madinah. Sebagai produk yang lahir dari rahim peradaban Islam, piagam ini belakang hari diakui sebagai piagam yang mampu membentuk sekaligus menciptakan perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat yang plural, adil dan berkeadaban.

Hal ini diakui sejumlah sejarahwan dan sosiolog Barat diantaranya adalah Robert N. Bellah, seorang sosiolog jebolan Harvard University, Amerika Serikat. Ia menilai bahwa piagam Madinah adalah sebuah konstitusi pertama dan termodern yang pernah dibuat di zamannya.

Isi Piagam Madinah antara lain  adalah sebagai berikut :

1. Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, Madinah maupun dari kabilah lain yang bergabung dan berjuang bersama-sama adalah satu umat.

2. Semua Mukminin dari kabilah mana saja harus membayar diyat (denda) orang yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan sendiri dengan cara yang baik dan adil antar sesama mukmin.

3. Kaum Mukmin tidak boleh membiarkan siapa saja diatara mereka yang tidak mampu membayar utang atau denda. Mereka harus membantunya untuk membayar utang atau denda tersebut.

4. Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.

5. Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).

6. Di saat menghadapi peperangan orang-orang Yahudi turut memikul biaya bersama-sama kaum Muslimin.

7. Jika diantara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan  atau perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, perkaranya dikembalikan kepada Allah swt dan Muhammad Rasulullah.

8. Sesungguhnya Allah swt yang akan melindungi pihak yang berbuat kebajikan dan takwa.

( Baca lengkap : http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg02993.html ).

Itulah substansi dari Piagam Madinah. Piagam yang dibuat Rasulullah, terkait dengan posisi penduduk Madinah yang menunjukkan bahwa kelompok non-Muslim memperoleh jaminan keadilan dalam menjalankan agamanya. Hal ini akan menjaga integritas bangsa Madinah yang terdiri dari berbagai suku dan penganut agama, meskipun kaum Muslimin merupakan mayoritas. Piagam Madinah adalah jaminan integrasi bangsa dan persamaan hak dan kewajiban bagi masyarakat plural.

Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. ( QS.An-Nur (24):52).

( Bersambung ke bagian 2) .

Read Full Post »

Jebolnya situyang dibangun pada tahun 1933 oleh penjajah BelandaMaret 2009 lalu telah meninggalkan bekas luka dan duka yang begitu mendalam. Korban meninggal tak kurang dari 100 jiwa serta puluhan lain yang dikabarkan belum juga ditemukan hampir seminggu setelah kejadian menambahkesedihan.

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa memilukan yang mungkin bisa dihindarkan bila saja pemerintah lebih seriusdalam mengawasi situ yang beberapa kali dilaporkan telah mengalami gangguan ini.

Berkaca dari beberapa dialogsebelum terjadinya peristiwa nahas. Suatu ketika anak saya yang bungsu, pernah bertanya : “ Mengapa ibu tidak meminta pengurus masjid untuk mengganti warna cat kubah masjid? “ . Pertanyaanini muncul sebagai reaksi ketika saya berkomentar bahwa warna kubah masjid yang dimaksud tidak bagus. Anak saya berkata demikian karena ia penah tahu bahwa kami ikut menyumbangpembangunan masjid tersebut.

Kali lain, saya menyaksikan kedua orang tua saya yang sedang berdebat ringan soal politik. Terlintas kata extrimis, fundamentalis dan yang sejenismya. Ibu terlihat khawatir mendengar kata-kata tersebut. Rupanya ayah sedang menerangkan keberadaan partai-partai Islam yang ingin mendirikan negara Islam.

Selintas tiba-tiba saya teringat seorang pemandu acara TV “ Kursi Panas” yang dengan nada khawatir mengajukan pertanyaan seputar kebijaksanaan hukum Islam sekiranya partai Islam memenangkan Pemilu.

Kembali ke peristiwa Situ Gintung. Saya mendapatinformasi bahwa korbansaat inilebih khawatir akan masa depan mereka daripada sekedar bantuan baju-baju bekas, selimut, makanan dan lain2. Walaupun tentu saja mereka tetap membutuhkan barang2 tersebut.Intinya mereka butuh tempat tinggal permanen untuk menggantikan tempat mereka yang sudah rata dengan tanah.

Dalam hal ini pemerintahlahyang harus turun tangan. Ketika saya bertanya kepada suami saya dari mana pemerintah mendapat uangnya. Dengan enteng suami saya menjawab: “ Ya dari hutanglah … dari mana lagi ?”

Saya termenung. Rentetan pertanyaan dan permasalahan diatas cukup mengganggu pikiran saya. Saya bukan seorang yang tertarik dengan dunia politik. Bukan juga simpatisan apagi kader sebuah partai tertentu. Saya hanya seorang warga negara biasa, seorang ibu, seorang hamba Allah yang alhamdulillah diberi hidayah untuk banyak mensyukuri nikmat dengan cukup rajin mempelajari dan memperdalam ajaran Islam.

Lama saya berpikir. Rasanya Islam mempunyai jawaban yang pas untuk menyelesaikan semua pertanyaan diatas. Betapa banyak ayat Al-Quran dan hadis yang mendorong agar umat berzakat dan bersedekah. Karena zakat dan sedekah mampu memperpendek jarak antara si miskin dan si kaya. Karena dengan berzakat dan bersedekah akan timbul rasa perduli dan saling menyayangi. Betapa banyak ayat dan hadis yang memerintahkan umat untuk tunduk dan setia kepada pemimpin. Shalat berjamaah adalah cermin ketundukan dan kekompakan umat dalam mengikuti imamnya. Berapa banyak pula ayat dan hadis yang menyuruh para pemimpinuntuk berlaku adil, jujur dan amanah.

Dan yang tak kalah penting Islam ternyata mengajarkanumatnya untuk tidak terlibat dengan hutang piutang dimana terdapat unsur yang tidak jelas. Pamrih dan balas jasa adalah contohnya. Apalagi hutang yang dikaitkan dengan pemikiran yang bertujuan dan berpotensi menjauhkan umat dari-Nya….Naudzu’billah min dzalik.

Dari sini saya kemudian dapat menjawab pertanyaan anak saya tentang warna cat kubah masjid yang kebetulan tidak cocok dengan selera saya,kekhawatiran ibudan sang pembawa acara tentang hukum Islam dan yang terpenting penyelesaian untuk para korban Situ Gintung.

Namun tentu saja ini baru sebatas teori. Bagaimana aplikasinya?Saya yakin, Allah swt menurunkan hujan lebat di pagi buta beberapa minggu sebelum hari pencoblosan ( atau hari pen’contreng’an ??)dengan hikmah tertentu. Allahswt ingin menuntun kita agar berpikir adakah partai yang benar-benar mau menegakkan syariat Islam? Pemimpin yang rela menjadikan Al-Quran dan hadis sebagai pegangan dan rujukan?

Ada kesalahan mendasar dalam memahami hukum Islam termasuk umat Islam sendiri. Hukum penggal kepala, potong tangan danrajamadalah hal yang selalu ditonjolkan dalam hukum ajaran ini. Padahal hukum ini diterapkan hanya ketika hukum yang lain telah berjalan dengan baik. Ketika para pemimpin tidak lagi korupsi, ketika para pemimpin mau membela dan memperjuangkan hak si miskin serta membela hak si kaya, ketika keadilan dan kemakmuran telah dapat dirasakan semua lapisan masyrakat. Itupun dengan pertimbangan yang tidak mudah. Karena tujuan hukum tersebut demi kebaikan semua pihak. Hukumini berlaku tidak saja bagi masyarakat kecil namun lebih lagi bagi penguasa.

Sebaliknya hal-hal positif yang jumlahnya amat banyak tidak dipikirkan. Sistim ekonomi syariah yang bertujuan tidak merugikansiapapun karena dasarnya adalah saling tolong menolong, pelarangan perzinahan dan mabuk-mabukan yang jelas-jelas penting bagi keamanan diri dan masyarakat, pemakaian jilbabyang bertujuan menaikkan martabat dan harga diri kaum perempuan hingga jauh dari pelecehan.

Zakat, Infak dan Sedekah yang dikelola pemerintah adalah bertujuan agar bantuan merata sampai ke semua lapisan tidak hanya berputar di satu tempat. Bantuan yang seperti ini jauh lebih effektif dibanding dengan bantuan yang sifatnya sendiri-sendiri dan relatif tidak berarti secara umum. Islam mengajarkan untuk memberi kail bukan ikannya, cangkul bukan hasil cangkulannya.

Dengan adanya dana ini pula pemerintah tidak perlu berhutang dan bergantung kepada pihak dan negara lain. Apalagi hutang yang menyebabkan pemerintah menjadi tidak mandiri dalam menentukankebijaksanaan.

Namun Islam juga mengingatkan bahwa tangan di atas adalah jauh terhormat daripada tangan di bawah. Hal inilah yang akan memotivasi generasi muda agar lebih gigih bekerja dan berkarya. Dengan adanya pendidikan yang seperti ini pula dapat dipastikan peminta-minta dan pengangguran di jalanan akan menjadi malu untuk mengemis dan meminta.

Yang juga sering dilupakan, hukum Islam ini tidak berlaku bagi umat non muslim. Bahkan mereka ini diizinkan memberlakukan sendiri hukum agamanya dengan catatan tidak merubah-rubah hukum tersebut sesuai keinginan dan nafsu mereka.

Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad dan Muslim, disampaikanbahwa suatu ketika Rasulullah saw melewati sekelompok orang Yahudi yang sedang menghukum seseorang. Orang tersebut dihukum jemur dan dipukuli. Lalu Rasulullah memanggil mereka dan bertanya, ‘‘Apakah demikian hukuman terhadap orang yang berzina yang kalian dapat dalam kitab kalian?” Mereka menjawab ,”Ya.”

Rasulullah kemudian memanggil seorang ulama mereka dan bersabda, ”Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?”

Ulama (Yahudi) itu menjawab, ”Tidak. Demi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih dahulu niscaya tidak akan kuterangkan. Hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam (dilempari batu sampai mati). Namun, karena banyak di antara pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum tersebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina maupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya.’

Rasulullah lalu bersabda, ”Ya Allah, sesungguhnya aku yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka.” Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu.

Wallahu’alam bi shawab.

Jakarta, April 2009.

Vien AM.

Read Full Post »