Feeds:
Posts
Comments

Archive for July 2nd, 2011

Makan apa aja deh, g usah banyak pilih-pilih, udah siang ini, ntar sakit lho “, kata seorang ibu kepada ke dua putra-putri remajanya. Ketika itu mereka sedang berada di depan sebuah resto siap saji yang rupanya menjadi pilihan si remaja putri. 

Makan itu kan hak, bu .. apalagi makan enak, itu hak tubuh kita  “, jawab si sulung yang kelihatannya memang doyan makan dan kurang setuju dengan pilihan adiknya.

 “ Tapi ini makan wajib nak, udah hampir jam 3 ini. Kasihan dong perutnya”, bujuk ibu lagi.

Tak urung, percakapan ringan yang terjadi di depan saya siang itu ternyata cukup menjadi beban pikiran saya. Makan, kewajiban atau hak ya .. Orang hidup jelas butuh makan, pikir saya.  Tapi apakah hidup itu hanya untuk makan?? Ironis sekali ya kedengarannya .. Atau orang makan supaya hidup??

Hak dan kewajiban … hemm … Keduanya memiliki keterikatan yang sangat erat, bukan? Setahu saya, hak baru didapat ketika kewajiban ditunaikan. Artinya bila makan adalah hak, maka kewajibannya apa?

Yang jelas tubuh adalah bagian dari kehidupan. Sedang kehidupan datang dari Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla, Sang Pemilik Langit, Bumi dan segala isinya, termasuk manusia.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.(QS.Al-Dzariyat(51):56).

Jadi, apapun tindakan kita selama di dunia ini mustinya harus selalu berorientasi kepada-Nya. Dan perbuatan tersebut senantiasa dalam pengawasan-Nya. Melalui ayat-ayat Al-Quran, kita juga diberitahu bahwa hidup adalah ujian yang pada saatnya harus dikembalikan dan dipertanggung-jawabkan.

“ Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun ».(QS.Al-Mulk( 67):2-3).

Artinya kesehatan tubuh sebagai sarana fisik manusia adalah wajib dijaga, jika kita memang benar-benar ingin menjadi manusia terbaik. Untuk itulah tubuh memerlukan makan. Dengan kata lain, makan itu kewajiban.

Sebaliknya, bila kita berprinsip bahwa tubuh telah lelah bekerja, beramal kebaikan demi menunaikan kewajibannya maka makan adalah haknya ! Bahkan sekali-sekali makan enakpun masih boleh dibilang adalah haknya .. J

Jadi, benar juga si ibu tadi, makan itu ada 2 kategori. Makan yang sifatnya wajib dan makan yang merupakan hak. Saya jadi teringat sebuah pemikiran. Kata orang, orang modern atau orang maju adalah orang yang telah terpenuhi hak makannya. Karena hanya dengan perut kenyang atau minimal tidak kelaparan, artinya makan sebagai kewajiban, orang baru dapat berpikir ke hal-hal lain.

Contohnya adalah orang Barat. Makan bagi mereka sudah bukan lagi hal yang perlu dirisaukan. Bahkan bukan cuma makan kewajiban tapi juga makan sebagai hak. Itu sebabnya bila kita jalan-jalan di kota Paris, ( kebetulan saya dan keluarga memang sedang diberi kesempatan oleh-Nya untuk tinggal dan menikmati kota ini), akan kita lihat betapa resto di kota tersebut hampir selalu penuh. Terutama week-end, yaitu Sabtu dan Minggu.

Bahkan saya dengar, sebagian besar gaji dan penghasilan orang Perancis itu dihabiskan untuk makan ( enak ) !  Selain makan, berlibur ke luarkota/ negri tampaknya juga menjadi prioritas mereka.  Musium dengan berbagai sejarah yang dituangkan melalui lukisannya adalah tujuan utama mereka disamping keindahan alam dan wisata kulinernya, tentunya.  Sementara biaya pendidikan anak tidak perlu dirisaukan karena pemerintah yang menangani hal ini.

Sebaliknya dengan negara kita, yang sebagian besar penduduknya masih banyak yang kelaparan.  Makan bagi mereka adalah kewajiban. Mungkin itu sebabnya Negara kita ini tidak maju-maju juga. Karena ya itu tadi, bagaimana bisa berpikir ke hal lain kalau perut saja masih kelaparan … L ..  Meski, bagi Muslim sejati, kelaparan bukanlah alasan untuk menjadi tidak peduli dan mengabaikan urusan akhirat mereka.

“ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.(QS.Al-Baqarah(2):155).

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.(QS.An-Nahl(16): 112).

Namun bagaimana dengan sebagian kecil bangsa Indonesia yang perutnya kenyang, tidurpun nyenyak? Mampukah orang-orang yang beruntung ini memikirkan hal-hal lain? Misalnya memikirkan saudara-saudara sebangsa setanah air yang hidup dalam kesusahan? Memikirkan masa depan akhiratnya dengan berbuat amal kebaikan sebanyak mungkin? Ataukah cukup seperti orang-orang Barat yang notabene sebagian memang tidak percaya adanya akhirat alias kafir itu, dengan menambah porsi menikmati lezatnya kehidupan duniawi, seperti memenuhi hak makan enaknya,  berlibur, berfoya-foya dan berbelanja barang-barang mewah  yang sebenarnya tidak begitu diperlukan ?

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,Yang (naik) sampai hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka”. (QS.Al-Humazah (104) :1-8).

Ironisnya, yang saya pernah dengar, gaya hidup berbelanja barang mewah orang kaya kita justru lebih ‘wah’dari pada orang Barat sendiri. Malah kalau mau jujur, sebenarnya kepedulian orang Barat terhadap orang kecil dan miskinpun jauh lebih baik dari rata-rata orang kita. Tidak ada perbedaan mencolok antara si kaya dan si miskin, antara sopir, tukang sampah, pelayan resto dan para esksekutif.

Kekurangan rata-rata orang Barat yang mendasar sebenarnya ‘hanya’ kesombongan mereka terhadap adanya Tuhan. Itulah kekafiran, yang dalam penilaian-Nya adalah fatal. Jadi, bagaimanapun sudah sepantasnya bila kita ini, bangsa Indonesia yang sebagian besarnya adalah Muslim, bersyukur. Sayangnya, syukur inilah yang dalam pengamalannya sering tidak tepat.

Hai anak Adam, pakailah pakainmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.(QS. Al-Araf(7):31).

“Tidaklah beriman seseorang bila ia dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan”.(Al-Adabul Mufrad no 112, dishahihkan asy-Syaikh al-Albani).

Tiba-tiba saya teringat status FB seorang teman pagi tadi : “ Seorang nenek berusia 92 tahun di Jombang, ditemukan meninggal dalam keadaan kelaparan di tengah sawah ketika sedang berusaha mengais sisa gabah !”. Naudzubillah min dzalik .. Fenomena apa pula ini .. Sungguh mengenaskan .. L

Kembali ke masalah awal,  manakah jawaban yang benar dan tepat? Hidup untuk makan atau makan untuk hidup ??

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 1 Juli 2011.

Vien AM.

Read Full Post »