Santorini saat ini adalah bagian dari Yunani yang mampu mendatangkan devisa yang tidak sedikit. Tiap tahun jutaan turis datang mengunjungi pulau ini untuk mengagumi keindahannya yang begitu eksotis. Tak sedikitpun tampak kepedihan atau kenangan buruk dimasa lalu. Semuanya terkubur dan menguap ntah kemana.
Seolah tak mampu mengambil pelajaran dan hikmah hilangnya separuh pulau ini, Mykonos, salah satu pulau di kepulauan Cyclades yang lebih dekat letaknya dengan Athena, kabarnya adalah surga bagi kaum Homoseksual yang makin lama makin populer diduna yang fana ini. Perbuatan ini persis seperti yang dilakukan kaum nabi Luth yang kemudian di azab oleh Yang Maha Kuasa. Di pulau yang kabarnya tak kalah cantiknya dengan Santorini ini mereka berkumpul dan berpesta tanpa sedikitpun rasa khawatir azab bakal menerkam sebagaimana tetangga mereka ribuan tahun lalu. Naúdzubillah min dzalik.
“Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”.(QS.Huud(11):81-83).
Dan disinilah kami berada. Semoga banyak hikmah yang dapat kami ambil, aamiin. Di pagi hari bulan Juni, dibawah matahari yang bersinar cerah itu, kami bertiga menyusuri Santorini bagian utara. Dengan mengendarai mobil kecil yang kami sewa di bandara kami memulai penjelajahan, dimulai dari bandara yang terletak di pesisir timur pantai bagian tengah menuju lokasi-lokasi menarik yang biasa dikunjungi wisatawan. Bersyukur petugas yang mengurus mobil sewaan kami orang yang benar-benar ramah. Apalagi mengetahui kami datang dari Perancis dan bisa berbahasa Perancis. Sontak, dengan bahasa Perancisnya yang lumayan lancar, ia menandai tempat-tempat tersebut di atas peta kami, sembari berceloteh panjang.
« Jangan khawatir. Semua makanan di pulau ini halal koq », katanya mengejutkan, yakin tamunya pasti Muslim. Apalagi mengetahui bahwa kami adalah orang Indonesia. « Asal tidak lupa membaca Basmallah », lanjutnya sambil mengedipkan sebelah matanya. “Mau shalat juga g masalah, bukankah bumi Allah ini luas”, tambahnya lagi, sambil mengutip sebuah ayat Al-Quran, dalam bahasa Arabnya pula, membuat kami terbelalak kagum.
Usut punya usut, ternyata ia pernah 9 tahun tinggal dan bekerja di Riyad. “ Santorini juga aman lho, bebas dari kejahatan. Karena disini hukum pancung dan potong tangan juga berlaku”, sindirnya lagi sambil tersenyum-senyum.
Saya dan suami hanya saling pandang, sama sekali tidak berminat menanggapi ocehannya itu. Pernyataannya tentang kehalalan makanan di pulau ini lebih menarik untuk dicari maksudnya apa.
Fira, ibu kota Santorini; Imerovigli, kota dimana hotel kami berada, hingga Oia, kota yang paling disenangi turis di ujung utara kepala pulau dan Amoudi bay di ujung selatan kepala pulau kami tandangi pagi hingga menjelang sore hari itu juga. Ini berarti setengah Santorini bisa dijelajahi dalam satu hari saja. Santorini memang hanya pulau kecil. Namun sungguh mati, pemandangannya benar-benar menakjubkan. Subhanallah .. Alangkah indahnya ciptaan-Mu ya Allah ..
Kemanapun kami berjalan, laut biru tua tenang nan jernih dengan tebing-tebing panjang curamnya yang berliku-liku memenuhi pandangan mata kami. Beberapa kali kami berpapasan dengan motor-motor besar yang di kendarai pasangan-pasangan bule bercelana pendek, berkaos tank top lengkap dengan topi dan kaca mata hitamnya. Santorini dengan mataharinya yang bersinar terik tampaknya benar-benar surga bagi mereka, mengingat matahari yang demikian hanya berlangsung 2 atau 3 bulan saja, yaitu pada waktu musim panas.
Setelah makan siang yang kesorean di salah satu restoran sea food dengan pemandangan yang sungguh menakjubkan kamipun menuju hotel untuk beristirahat. Selama perjalanan tersebut rasanya tak satupun resto berlabel “Halal”kami lewati.
“Besok kita cari kebab yuk, mungkin baru tuuh halal ”, ucap suami, menghibur.
Sorenya, menjelang magrib kami kembali meninggalkan hotel untuk kembali berkeliling menikmati keindahan pulau. Magrib sengaja kami niatkan untuk digabung dengan Isya, nanti sepulang bepergian. Kami kan musafir, jadi tidak masalah.
Sun set kami lewati di tengah perjalanan, di antara kelokan-kelokan tajam jalanan. Sayang, info tempat terbaik untuk menyaksikan sun set ini terlambat kami dapatkan. Mustinya Ioa adalah tempatnya. Namun kami cukup puas. Malam itu kami kembali ke hotel dan tidur dengan lelap. Sarapan di teras dengan pemandangan super menakjubkan telah menanti keesokan paginya.
“ Maka ni`mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?”.(QS.Ar-Rahman(55):13).
Hari-hari berikutnya kami memuaskan mata dan hati menikmati kebesaran-Nya dengan berkeliling pulau, baik dengan kendaraan maupun berjalan kaki. Permukaan pulau yang sama sekali tidak datar memaksa penduduk Santorini agar membangun rumah tinggal mereka dengan cara memahat dan memotong tebing-tebing curamnya. Hotel, villa, toko dan rumah penduduk setempat berbaur menjadi satu, berdiri berdempetan di gang-gang sempit yang juga berkelak-kelok dan naik turun. Tembok yang diwarnai putih dan biru terlihat mendominasi Santorini. Demikian pula puluhan gereja sederhananya yang bertebaran di seantero pulau berpenduduk mayoritas Kristen ini.
Tapi jangan membayangkan hotel atau villa bertingkat 5, misalnya, sama dengan hotel pada umumnya. Karena rata-rata hotel dan villa disini setiap lantainya hanya mempunyai dua bahkan ada yang cuma 1 kamar. Villa 2 kamar yang kami tempati tercatat di lantai 5. Namun ternyata kami bukannya harus naik tapi sebaliknya malah harus turun tangga, bukan lift, hingga 5 lantai ke bawah. Itupun tangganya benar-benar super terjal. Jadi siap-siap saja badan pegal-pegal dan tangan ber-spir karena kita harus mengangkat sendiri koper dan barang bawaan kita. .. 🙂 …
3 hari 2 malam puas sudah kami menikmati pulau cantik karya-Nya meski melalui latar belakang yang memilukan. Pemandangan dari bagian atas pulau baik dari gang-gang sempit di sela-sela rumah-rumah penduduk dan villa-villanya maupun dari atas cable car, dari pelabuhan tua di bagian terendah pulau hingga pesisir pantai putih maupun pantai tanah merahnya dengan airnya yang biru, tenang dan super jernih, semuanya sungguh mengagumkan mata dan hati ini. Subhanallah .. Sungguh indah ciptaan-Mu ya Allah .. Semoga Kau berikan orang yang memandangnya kemampuan untuk mengambil hikmah dibalik semua itu. Allahu Akbar !
(Bersambung : https://vienmuhadi.com/2015/03/20/legenda-yunani-santorini-athena-dan-hikmahnya-4/ )