Yang juga unik, di pelataran parkir Tanah Lot yang disesaki kios berbagai souvenir khas Bali, terdapat sejumlah kios yang telah disulap menjadi musholla! Kelihatannya ini adalah wakaf pemilik kios. Ya Allah semoga Engkau membalas mereka dengan yang lebih baik lagi, aamiin …
Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang membangun masjid, maka Allah akan bangunkan baginya semisalnya di surga.” (HR. Bukhari, dan HR. Muslim).
Demikianlah akhirnya kami mengakhiri liburan ini, dengan pertanyaan menggelantung berapa persenkah kira-kira Muslim di pulau ini. Dan ternyata tidak perlu menunggu terlalu lama saya mendapatkan jawaban. Karena suatu hari tak lama setelah itu, secara bercanda uztad di suatu pengajian, mengajak jamaahnya tamasya ke Bali, untuk menengok kampung Muslim di Nusa Penida, Bali !
Tak ayal lagi, sepulang pengajian itu saya langsung browsing mencari keberadaan kampung tersebut. Ternyata benar, di Nusa Penida, pulau kecil di sebelah tenggara Bali yang merupakan bagian dari kabupaten Klungkung itu, terdapat perkampungan Muslim.
Dan ternyata perkampungan Muslim tidak hanya terdapat di Nusa Penida, namun juga di kabupaten Klungkung yang terletak di daratan Bali. Kabupaten Klungkung terbagi atas 1/3 bagian di daratan Bali dimana Semarapura ibukota Klungkung berada, dan 2/3 bagian di Nusa Penida..
Ada beberapa komunitas Muslim kuno di Klungkung daratan, diantaranya yaitu kampung Gelgel, kampung Lebah, kampung Jawa dan kampung Kusamba. Di kampung Kusamba yang mayoritas Muslimnya keturunan Banjar ini terdapat berbagai peninggalan Muslim kuno, diantaranya adalah makam seorang tokoh desa dan Al-Quran yang diperkirakan usianya telah mencapai 400 tahun. Al-Quran ini merupakan tulisan tangan ulama besar asal Bugis.
Sementara di kampung Gelgel berdiri sebuah masjid tertua di Bali, masjid Al-Huda namanya. Masjid ini konon dibangun pada abad 13, namun sumber lain mengatakan pada abad 14 atau 15. Sejarah masuknya Islam ke pulau seribu pura ini memang sudah lama sekali yaitu sejak berkuasanya kerajaan Bali kuno, Gelgel. Kerajaan Gelgel adalah cikal bakal kerajaan Klungkung.
Islam masuk ke kerajan ini berkat hubungan dekatnya dengan kerajaan Majapahit yang ketika itu telah memeluk Islam, Ini terjadi di akhir masa jatuhnya Majapahit Hindu Budha, dengan datangnya laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China dari dinasti Ming.
Menurut buku sejarah “Masuknya Islam di Bali” Islam datang dari Majapahit ke pulau Bali melalui kabupaten Klungkung pada tahun 1460 M. Ini terjadi pada masa kerajaan Gelgel, tepatnya pada masa Raja Watu Renggong, yang ketika itu karena simpatinya mengizinkan rombongan tamunya yang berjumlah 40 orang itu, bermukim di daerah Gelgel. Muslim Majapahit Inilah cikal bakal umat Islam yang ada saat ini, khususnya yang berada di Desa Kampung Gelgel, Kampung Lebah dan sebagian kampung Kusamba serta desa Kampung Toyapakeh di Nusa Penida.
Jumlah umat Islam di Klungkung saat ini diperkirakan sekitar 5 % dari penduduk Klungkung. Mereka bisa bertahan selama berabad-abad lamanya karena bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang mayoritas Hindu dengan baik. Saudara-saudari kita seiman tersebut kabarnya menggunakan nama-nama khas Bali seperti Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut dll. Penampilan merekapun tidak ada bedanya dengan penduduk asli Bali. Intinya, mereka hidup rukun, saling menghormati dan menjaga kepercayaan masing-masing.
Sedangkan umat Islam yang saat ini tersebar di beberapa wilayah Bali masuk dari berbagai periode, cara dan dari pelbagai daerah di tanah air ini. Ada yang berasal dari zaman kerajaan Sasak dan Bugis yang dibawa para raja Buleleng, ada yang dari pulau Madura, bahkan ada pula komunitas Muslim Sumatera Utara.
Jumlah umat Islam di Bali saat ini mencapai 9 % dari total penduduk Bali. Sebagian besar memilih tinggal di Denpasar dan Badung karena tempat ini memang daerah wisata yang tentunya relative lebih terbuka daripada wilayah lain yang masih sangat kental kehidupan adat dan keberagamaannya.
Muncul sebuah pertanyaan besar, mengusik hati ini, mengapa Islam tidak juga berhasil menyentuh apalagi menembus hati sanubari masyarakat asli Bali, meski Islam telah masuk ratusan tahun yang lalu ?? Pertanyaan sekaligus harapan saya yang lain, semoga toleransi yang berhasil dibangun sedemikian rupa tidak sampai melampau batas akidah.
Tentu bukan lagi rahasia bahwa sebagian masyarakat Muslim di tanah Jawa ada yang masih mencampurak-adukkan akidah islam dan Hindu. Perayaan 1 Suro misalnya, perayaan dimana Kyai Slamet dikirab. Pada hari itu ‘sang kyai’ yang tak lain adalah seekor sapi/kerbau/lembu berwarna putih diarak, dielu-elukan dan dihormati karena dianggap memilki kekuatan dalam memberikan rezeki. Yang bahkan kotorannyapun dijadikan rebutan karena dianggap suatu keberkahan. Jelas, ini adalah sebuah upacara tradisi yang mengandung kesyirikan, dosa terbesar dalam ajaran Islam.
Sapi/lembu, terutama yang berwarna putih, dalam ajaran Hindu memang sangat dimuliakan. Kedudukannya seperti ibu sendiri. Karenanya umat Hindu dilarang mengkonsumsi daging hewan suci ini. Selain itu, sapi juga dihormati karena ia adalah kendaraan dewa Syiwa, salah satu dewa HIndu yang tiga, yaitu dewa Brahma dan dewa Wisnu. Tak heran jika belakangan ini seorang pemuka Bali meminta umat islam di pulau tersebut untuk mengganti kurban sapi dengan hewan lain pada saat hari raya kurban.
http://narayanasmrti.com/hindu-menjawab/kenapa-orang-hindu-menghormati-sapi/
Mungkin inilah yang menjadi kendala utama mengapa ajaran Islam sulit ditrima umat Hindu. Namun yang menjadi menarik untuk dperhatikan, 1 Suro dalam kalender Jawa sebenarnya berasal dari tahun baru Hijriyah milik umat Islam. Nama Suro diambil dari kata Asyura, hari besar Islam yang jatuh pada tanggal 10 Muharam. Pada hari itu umat Islam disunahkan untuk berpuasa.
Bahwa Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika tiba di Madinah, beliau mendapat Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka beliau bertanya (kepada mereka) : “Hari apakah ini yang kalian bershaum padanya?” Maka mereka menjawab : “Ini merupakan hari yang agung, yaitu pada hari tersebut Allah menyelamatkan Musa beserta kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun bersama kaumnya. Maka Musa bershaum pada hari tersebut dalam rangka bersyukur (kepada Allah). Maka kami pun bershaum pada hari tersebut” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Maka Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bershaum pada hari tersebut dan memerintahkan (para shahabat) untuk bershaum pada hari tersebut. (HR. Al-Bukhari dan HR. Muslim )..
Harus diakui, Islam dan Yahudi memang memiliki ikatan yang sangat kuat. Ini disebabkan nabi Musa as dan nabi Muhammad saw dan juga seluruh nabi dan rasul itu adalah utusan Allah swt, Tuhan Yang Satu. Tuhan yang tak dapat dilihat oleh mata manusia, karena zatnya memang berbeda, bukan dari cahaya seperti malaikat, atau api seperti jin apalagi tanah seperti manusia.
Itu sebabnya banyak orang menyebut kedua agama ini, tiga, dengan Nasrani, sebagai agama Monotheisme. Meski pada perjalanannya Yahudi mengklaim bahwa Tuhan memiliki anak yaitu Uzair, dan Nasrani, Yesus atau nabi Isa as.
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At-Taubah(9):30).
Ironis, Syiah Rofidhoh, salah satu sekte dalam Islam mengklaim bahwa Ali bin Abu Thalib, keponakan sekaligus menantu Rasulullah saw, adalah Tuhan ! Ini yang menyebabkan MUI mengeluarkan fatwa bahwa Syiah yang seperti itu adalah aliran sesat, bahkan sebagian menyatakan bukan Islam.
Bagaimana dengan agama Hindu ? Adakah keterikatan ajaran Polytheisme ini dengan Islam atau Yahudi? Mungkin sapi/ lembu bisa menjadi bahan pemikiran. Ini atas dasar kisah umat Yahudi yang suatu ketika pernah diperintahkan untuk menyembelih sapi sebagai kurban.
« Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. … … “.(QS. Al-Baqarah(2) :67).
Namun mereka terus saja mencoba membantah perintah tersebut, hingga membuat mereka sendiri susah. Selanjutnya juga kisah Samiri yang mencoba menyesatkan mereka dengan sesembahan sapi, ketika Musa sedang menanti perintah Tuhannya. Kisah ini berakhir dengan diusirnya Samiri.
“ kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa”. (QS.Thoha(20:88).
“Berkata Musa: “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan: “Janganlah menyentuh (aku)”. Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).. Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu”. (QS.Thoha(20:97-98).
Adakah ajaran Samiri yang mengagungkan sapi/lembu ada kaitannya dengan ajaran Hindu yang ada saat ini? Wallahu’alam .. Yang pasti, 15 abad lampau, ketika Rasulullah diperintahkan Tuhannya agar memperkenalkan Islam kepada penduduk Mekah, mereka menolak dengan alasan mereka telah memiliki sesembahan sendiri. Yaitu Latta, Uzza dan Manat. Mereka mengatakan itu adalah ajaran warisan nenek moyang yang usianya telah sangat tua dan harus dipertahankan. Hingga turunlah firman Allah :
“ Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. Mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. Al-Maidah(5):104).
“Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan dan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.(QS. Az- Zumar(39):29).
Ayat diatas adalah perumpamaan dan penggambaran antara Polytheisme dan Monotheisme. Polytheisme diumpamakan sebagai seorang budak yang dimiliki lebih dari 1 orang yang senantiasa berselisih. Sedangkan Monotheisme diumpamakan sebagai seorang budak yang dimiliki 1 orang merdeka. Ini untuk menunjukkan betapa sulitnya si budak memenuhi perintah sang pemilik yang banyak, karena setiap pemilik memberi perintah yang berlawanan.
Selain itu, penduduk Mekah juga khawatir bila mereka memeuk Islam dan meninggalkan tuhan-tuhan mereka, rezeki mereka akan jauh. Padahal selama ini mereka merasa hidup berkecukupan. Mekah sejak zaman jahiliyah memang telah cukup tenar dan mendatangkan kemakmuran bagi penduduknya. Ini berkat ritual haji, ritual peninggalan nabi Ibrahim as ribuan tahun lalu, yang sayangnya telah diselewengkan.
Namun dapat kita saksikan hari ini, Mekah telah menjadi makmur ratusan kali lipat dibanding zaman Rasulullah dulu. Setiap hari jutaan jamaah dari seluruh penjuru dunia datang untuk memenuhi panggilan-Nya. Ini berkat ridho dan izin Allah swt karena penduduk Mekah mau ‘kembali’ ke fitrah, Islam, yaitu menyembah hanya kepada Allah, tuhannya semua manusia, mulai nabi Adam as sebagai manusia pertama sampai manusia terakhir nanti. Hingga ritual haji yang tadinya sarat kesyirikan itupun akhirnya kembali ke aslinya, sebagaimana mustinya.
“Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah akan membuat kamu sekalian berkecukupan dengan karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-Taubah [9):28).
“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), ... … “.(QS.Al-Hajj(22):66).
Demikianlah, semoga saudara-saudari kita Muslim di Bali mampu meneladani Rasulullah, tidak hanya menjadi Muslim yang baik, namun juga mau dan mampu berdakwah memperkenalkan Islam kepada saudara-saudari kita di pulau dewata. Selalu terngiang di telinga ini “Mengapa selama bertahun-tahun saya tinggal di Jawa tak seorangpun mengajak saya kepada Islam”, keluh seorang mualaf negri kanguru yang menemukan hidayah justru setelah kembali ketanah airnya.
Saya yakin, kebanyakan orang Bali masih bersih hatinya, tidak seperti rata-rata penduduk kota besar didunia ini, yang suka buruk sangka dan malas menolong. Selama 3 hari kami di pulau tersebut, beberapa kali kami terpaksa berhenti dan bertanya kepada penduduk setempat karena kami kesasar, maklum petunjuk arah di Bali sangat minim. Kami sempat berpikir, “Kasian banget nih, turis-turis bule kalo kesasar gimana yaa … 😦 “.
Namun orang Bali memang hebat, dengan sabar mereka mau menolong kami. Tak terkecuali, seorang berperawakan preman, badan besar bertato, kuping ditindik dan bersepatu lars. Ketika itu ia sedang di bengkelnya, sibuk memperbaiki motor. Terus terang kami kaget melihat penampilannya begitu ia menengok dan membalikan badan karena kami memanggilnya untuk menanyakan arah menuju bandara Ngurah Rai, Denpasar. Namun kami kembali tercengang atas reaksinya yang begitu bersemangat memberikan jawaban dengan dialek khas Balinya, tanpa sedikitpun merasa terganggu.
Sebenarnya bukan hal yang mengherankan, bukankah mayoritas penduduk pulau seribu pura ini taat beragama. Ya, begitulah ciri orang beragama, yakin bahwa segala perbuatannya di dunia akan dibalas di hari akhirat nanti. Yang dengan demikian hidayah akan mudah masuk, insya Allah …
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al-Ahzab(33):35).
Jakarta, 14 November 2013.
Wallahu’alam bish shawwab.
Vien AM.
Nara sumber :
http://dhurorudin.wordpress.com/2012/01/19/berkunjung-ke-kampung-muslim-kusamba-bali-tulisan-2-2/
http://forum.kompas.com/travel/287615-mengunjungi-dua-kampung-islam-di-bali.html
http://ahmadyaniblog.wordpress.com/monografi/
http://wargamuslimsahatabali.blogspot.com/2011/10/masuknya-islam-ke-pulau-bali-sejarah.html
http://sejarah.kompasiana.com/2013/03/02/islamisasi-di-bali-533474.html
Leave a Reply