Pemilu legislatif 2014 tinggal satu hari. Tapi hingga detik ini kelihatannya sebagian besar umat islam belum bisa menentukan pilihannya. Bisa dimaklumi, karena hingga saat ini, siapapun presiden dan partai yang memenangkan pemilu belum pernah berhasil membawa rakyat ke arah yang lebih baik. Tidak hanya partai sekuler, partai Islampun sami mawon. Korupsi dan tidak amanah seperti berlomba menjangkiti para anggotanya. Makin tahun bahkan makin menggurita. Sungguh menyedihkan. Ini yang menjadi penyebab makin banyaknya rakyat yang golput, alias tidak memilih.
Pertanyaannya, benarkah tindakan golput seperti itu? Apakah Islam mengizinkannya?
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya pemimpin. Dalam kehidupan rumah tangga, diperlukan adanya pemimpin atau kepala keluarga, begitu pula halnya di masjid sehingga shalat berjamaah bisa dilaksanakan dengan adanya orang yang bertindak sebagai imam, bahkan perjalanan yang dilakukan oleh tiga orang muslim, harus mengangkat salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin perjalanan. Ini menunjukkan betapa pentingnya pemimpin dalam kacamata Islam, baik dalam skala kecil seperti dalam rumah tangga, apalagi dalam skala besar seperti dalam masyarakat suatu negara.
Malah sebenarnya kebutuhan akan kepemimpinan dan panutan tidak hanya monopoli Islam, namun juga umat agama lain. Orang Nasrani atau orang Hindu yang taat, pasti juga akan mengidolakan pemimpin yang satu kepercayaan dengan diri mereka. Karena setiap diri yang yakin akan keyakinannya, pasti akan lebih nyaman berada di lingkungan yang sama, yang kondusif, agar dapat menjalankan kepercayaannya tersebut.
Apalagi kita sebagai umat Islam, yang memiliki banyak sekali ritual yang membutuhkan pengayoman. Setiap Muslim yang baik, pasti tahu bahwa shalat 5 waktu bagi kaum lelaki, afdolnya adalah di Masjid. Shalat Jumat malah wajib di masjid, kecuali ada halangan. Sementara shalat Ied Fitri dan shalat Iedul Adha diperlukan lapangan yang luas, yang bila sewaktu-waktu hujan bisa masuk ke dalam masjid.
Belum lagi kewajiban memakai jilbab bagi kaum perempuannya. Ini masih ditambah lagi dengan berbagai hukum khas Islam mengenai riba’, waris, tata cara pernikahan, kematian, penguburan, sertifikasi halal dll. Semua itu memerlukan perangkat negara sebagai hukum tertinggi yang selalu mengacu kepada Al-Quran dan hadist. Artinya, wajib hukumnya orang Islam mempunyai pemimpin seiman dan memilihnya. Dan kita harus mempertanggung-jawabkan pilihan tersebut di hari akhirat nanti.
Ironisnya, banyak diantara kita yang mengaku Muslim namun ternyata tidak menyadari hal ini. Dengan bermacam alasan, seperti toleransi dan demokrasi, mereka memilih pemimpin yang dimata mereka baik, tanpa memperhatikan apa dan kwalitas agamanya, warna dan kebijakan partai yang mendukungnya.
Pemilu periode ini yang jatuh besok, Rabu, 9 April 2014, tampaknya semakin rawan saja. Bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim, kelihatannya sudah harus bersiap diri ’dijajah di negrinya sendiri. Ini bisa terjadi karena ketika sebagian Muslim banyak yang masih ragu memilih partai Islam bahkan ingin golput, maka sebaliknya umat Nasrani telah berhasil diarahkan para pemimpin dan pendetanya agar berbondong-bondong mencoblos partai sekuler yang mempunyai caleg non Muslim terbesar. Ini disebabkan partai agama mereka tidak lolos seleksi. Jadi ya wajar saja.
Kebetulannya, capres yang diusung partai tersebut adalah seorang yang selama ini telah menjadi idola sebagian masyarakat, karena kejujuran, kesederhaan dan keluguan beliau. Hal yang amat sangat sulit dicari di zaman ini. Seorang yang seharusnya patut dijadikan panutan, karena beliau memang juga seorang Muslim. Tak heran, bila sebagian Muslim juga mencalonkan beliau.
Namun demikian, tampaknya ada hal penting yang lolos dari perhatian umat. Selama dua kali periode kepemimpinan beliau sebagai gubernur, Solo dan Jakarta, wakilnya adalah non Muslim. Dan keduanya ditinggalkannya sebelum habis masa jabatan. Artinya, sang wakilpun akhirnya naik jabatan menggantikan beliau sebagai pimpinan tertinggi. Sebagai Muslim, tidak sengaja atau tidak tahukah beliau ayat-ayat berikut ini ?
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Al-Maidah(5):51).
”Kabarkanlah kepada orang-orang Munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah”.(QS.An-Nisa(4):138-139).
Jangan sampai Allah swt sebagai kekuatan tertinggi di alam semesta ini memasukkan kita ke dalam golongan orang Munafik. Yang menyebabkan kita susah, di dunia apalagi di akhirat. Bila di dunia ini Sang Khalik memberi kesuksesan dan keberhasilan, sebagaimana majunya negara-negara barat yang notabene kafir, yakinlah bahwa itu hanya sementara, hanya cobaan untuk menjatuhkan kita ke dalam lembah yang lebih hina dina dan kejam tak terkira, di akhirat kelak, yaitu neraka jahanam.
Karena tolok ukur kesuksesan dan keberhasilan dalam Islam tidak hanya bersifat materialistis. Namun ridho-Nya. Ini yang bisa membuat negara dan rakyat tenang dan aman dibawah limpahan kasih sayang-Nya. Sebagai balasan karena rakyat dapat secara tenang mengabdi dan beramal ibadah, sesuai tuntunan Quran dan hadist.
Akhir kata, dalam rangka menunaikan kewajiban kita sebagai Muslim yang baik, berhati-hatilah memilih pemimpin. Pilihlah pemimpin yang kaffah, yang tidak setengah-setengah dalam ber-Islam, disamping kemampuannya memimpin tentunya. Yang gigih membela umat Islam dan PD terhadap ke-Islam-annya. Pilih diantara yang ada, meski tidak sempurna dan mempunyai kekurangan. Minimal yang paling sedikit cacatnya. Biarlah mereka yang terpilih mempertanggung-jawabkan kepemimpinan mereka di depan rakyat dan Tuhannya, Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah SAW bersabda maksudnya : “Tiada seorang ( pemimpin )yang diamanahkan oleh Allah memimpin rakyatnya, kemudian ketika ia mati didapati telah menipu rakyatnya (berlaku tidak adil ), maka Allah pasti akan mengharamkan baginya syurganya”. (HR. Bukhari Muslim).
( Bersambung ke
https://vienmuhadi.com/2014/07/07/memilih-pemimpin-dalam-islam-2/
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 8 April 2014.
Vien AM.
@voaislam: Inilah Dalil-Dalil Mengharamkan Umat Islam Memilih Pemimpin Kafir http://dlvr.it/44TDWS