Seorang laki-laki berkulit gelap berjenggot lebat, berjalan memimpin 7 orang rekannya memasuki sebuah hutan belantara di Papua. Sebelumnya sang pemimpin sudah mengingatkan rekan-rekannya tersebut bahwa perjalanan ini beresiko dijegat kawanan orang-orang berpanah beracun.
“Segeralah menyelamatkan diri bila saya sampai terkena panah”, begitu ia berpesan berulang kali.
Ternyata hal itu benar-benar terjadi. Maka segera ke 7 rekan tersebutpun menyelamatkan diri. Tinggalah sang pemimpin yang terkulai lemas akibat gempuran panah beracun. Namun ia tetap tegar dan berusaha berdiri untuk menyelamatkan diri meski harus jatuh bangun berkali-kali. Hingga akhirnya timbul rasa kasihan sang pemimpin adat, dan memerintahkan anak buahnya agar menghentikan tembakan panah mereka.
Kemudian ia mendekati musuh yang telah tak berdaya tersebut, dan menawarkan bantuan. Laki-laki tersebut hanya berkata pendek, minta dibebaskan dan diantarkan ke perbatasan desa. Namun ternyata sang pemimpin adat tidak hanya mengantarnya ke tempat yang diinginkan, melainkan hingga ke RS besar di Makasar. Bahkan selama perjalanpun tak henti-hentinya ia memberikan pengobatan dengan tumbuh-tumbuhan yang dijumpai di sepanjang perjalanan. Dan hebatnya lagi, begitu sang pemimpin adat kembali ke desanya, ia memutuskan untuk masuk Islam, tak tanggung-tanggung, dengan mengajak rakyatnya pulak!
Itulah sekelumit kisah pengalaman yang diceritakan laki-laki yang tak lain adalah uztadz Fadzlan Garamatan. Putra asli Papua ini berdakwah dengan cara membina komunikasi yang baik dengan orang yang didakwahinya. Dan hasilnya memang sungguh mengagumkan, selama 19 tahun ia berdakwah, tercatat 45% warga asli memeluk Islam. Ia menyebutkan sekitar 221 suku “kembali”ke pangkuan Islam. Jumlah warga tiap suku bervariasi, mulai dari ratusan sampai ribuan. Jadi bila diambil rata-rata tiap suku seribu orang, maka kerja keras Ustad Fadlan sudah mengislamkan 220 ribu orang Papua pedalaman. Ditambah ratusan masjid yang sekarang ini bisa ditemui di pulau ujung timur Indonesia ini.
Selain dengan dialog uztad Fadzlan juga berdakwah dengan mengajarkan kebersihan. Ia mengajarkan bahwa manusia perlu setiap hari mandi, dengan menggunakan air dan sabun, bukan dengan lemak babi 3 bulan sekali seperti yang selama ini mereka lakukan. Itu sebabnya uztadz yang gemar berjubah ini juga dikenal dengan sebutan uztadz sabun. Memang kemanapun sang uztadz berjalan ia selalu membawa sabun untuk dibagi-bagikan secara gratis.
Fadzlan Rabbani Al-Garamatan lahir pada 17 Mei 1969 di Patipi, Fak Fak, Papua Barat. Ayahnya yang masih merupakan keturunan raja Patipi, bernama Machmud Ibnu Abu Bakar Ibnu Husein Ibnu Suar Al-Garamatan dan ibunya adalah Siti Rukiah binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram. Tak percuma rupanya jerih payah keduanya mendidik putranya sejak kecil belajar Al-Quran, khususnya ayahnya yang memang seorang guru SD sekaligus guru mengaji di Patipi.
‘Kami di Papua, khususnya di kampung kami, ketika masuk SD kelas 1 sudah harus belajar Alquran” tuturnya.
Mungkin ini di luar dugaan, karena umumnya orang Indonesia beranggapan bahwa Islam belum begitu menyentuh tanah Papua, bahwa Papua adalah pulau milik misionaris. Nyatanya yaitu tadi, ustad Fadzlan yang lahir pada tahun 1969, sejak usia sebelum SD sudah mengenal Al-Quran, dan itu bukan hanya dirinya sendiri namun juga anak-anak SD di seluruh kampungnya. Itu pula sebabnya, sarjana ekonomi lulusan fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin Makassar tahun 80’an ini lebih memilih jalan dakwah dari pada mengejar kesuksesan ilmu yang susah payah ditekuninya itu.
“Saya punya kewajiban. Bukan saya pribadi, tapi bangsa Indonesia ini akan bertanggung jawab kepada Allah ketika hari kiamat, Tuhan bertanya, kenapa Anda sudah menjadi Muslim Anda biarkan mereka begitu? Apalagi dengan membiarkan mereka tetap telanjang. Kedua, di Indonesia ini orang Irian yang pertama melakukan shalat Subuh, pertama shalat Idul Fitri, pertama shalat Jumat, pertama buka puasa. Ini berarti ada satu rahasia Allah yang perlu orang Islam di negeri ini menyampaikan ke semua orang”.
Untuk itu pula ia rela menempuh perjalanan 12 hari hingga 3 bulan dengan berjalan kaki, ke pelosok hutan, lembah dan pegunungan, demi memperkenalkan ajaran Islam. Banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Mulai dari luasnya wilayah, kondisi alam yang sulit karena terjal dan berbatu, hingga sesekali bertemu dengan binatang buas. Namun ini semua tidak mengurangi tekadnya untuk menegakkan kalimat Allah di bumi yang ia cintai itu.
Rintangan bukan hanya kondisi alam saja, tetapi juga respons dari penduduk setempat. “Terkadang ada juga yang melemparkan tombak bahkan panah. Ya, itu sudah biasa kami alami. Namun itu belum seberapa dibandingkan perjuangan Rasulullah. Beliau bahkan diusir dari negerinya (Makkah), karena ketidaksukaan penduduknya menerima dakwah Rasul. Namun beliau tetap sabar. Karena itu pula, kami pun harus sabar,” terangnya.
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah(2):153).
Tempat yang pertama kali dikunjungi adalah lembah Waliem, Wamena. Dengan konsep kebersihan sebagian dari iman, ustad Fadzlan mengajarkan mandi besar kepada salah satu kepala suku. Ternyata ajaran itu disambut positif oleh sang kepala suku. ”Baginya mandi dengan air, lalu pakai sabun, dan dibilas lagi dengan air sangat nyaman dan wangi,” jelasnya.
Sungguh ironis, Papua yang dikenal sebagai salah satu penghasil emas terbesar di Indonesia, sumber daya alam lainnya pun melimpah namun ternyata kekayaan itu tidak mampu mengangkat derajat hidup masyarakatnya. Sebagian besar masyarakat masih hidup dalam kemiskinan, bahkan sebagian penduduk asli masih tinggal di pedalaman dengan fasilitas yang masih amat sangat minim, dengan penutup tubuh ala kadarnya pula! Ini yang memicu Fadzlan ingin memajukan rakyatnya.
Bekerja sama dengan Baitul Maal Mu’amalat (BMM), ia mendirikan lembaga sosial dakwah dan pembinaan SDM kawasan Timur Indonesia yang diberi nama Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN). Yayasan ini kini telah memiliki kapal sendiri hingga tidak perlu lagi bergantung bantuan pihak lain untuk mengatasi masalah transportasi. Kapal laut dakwah untuk Muslim Papua itu dibeli dengan harga Rp 600 juta, hasil wakaf infak sodaqoh umat Islam. Kapal yang memiliki panjang 13,5 m dan lebar 3,3 meter ini mampu menampung 20 penumpang dan beban seberat 10 ton, juga dilengkapi standar keselamatan seperti rakit penyelamat, ringboy, karet pelampung serta alat komunikasi.
Melalui yayasan ini, ia dan rekan-rekannya mengajak masyarakat Papua mandiri. Yaitu dengan mencarikan kesempatan anak-anak muda setempat agar dapat mengenyam pendidikan di luar Papua, supaya sekembalinya nanti dapat ikut membangun masyarakat Papua yang maju dibawah sinar dan bimbingan Allah swt.
AFKN juga telah berhasil membina masyarakat untuk dapat memproduksi berbagai produk lokal diantaranya sabun mandi, buah merah, ikan asin, dan manisan pala. Dan hasilnya, dibawah merk BMM AFKN, telah dikirim ke berbagai kota di luar pulau, bahkan sagu Papua sudah sampai ke daratan India!
Bekerja sama dengan Badan Wakaf Qur’an, AKFN juga pernah mendatangkan ribuan Al-Qur’an sumbangan Muslim seluruh Indonesia untuk di tadaburi masyarakat di Papua yang merasa membutuhkannya. Pernah juga menyelenggarakan khitanan massal agar rakyat terhindar dari penyakit, penyakit kelamin khususnya. AKFN juga telah berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di pedalaman Papua, yang rencananya akan ditempatkan di Kaimana.
(Bersambung ke : https://vienmuhadi.com/2015/02/17/mengenal-uztad-fadzlan-dan-masuknya-islam-di-papua-2/ )
Leave a Reply