Tiga pekan sudah kebijakan Social/Physical Distancing ( Jaga Jarak) diterapkan di negri kita tecinta. Kebijakan ini demi menghambat lajunya penularan Covid-19 yang tampaknya makin sulit terbendung hingga menjadi momok mengerikan penduduk seluruh negara dunia.
Pada Sabtu (4/4/2020) pemerintah mengumumkan jumlah pasien yang positif terinfeksi virus ini telah mencapai 2.092, 191 orang meninggal dunia, 150 orang dinyatakan sembuh. Jumlah ini masih terus meningkat dari hari ke hari. Itu sebabnya akhirnya pemerintah menetapkan status Kedaruratan Kesehatan.
Sementara Worldometers melansir data per Ahad (5/4/2020), sebanyak 1.196.944 kasus infeksi virus Covid19 atau Corona di dunia. Dari jumlah tersebut, 246.110 orang dinyatakan sembuh, dan 64.580 orang meninggal dunia. Dengan urutan 10 negara jumlah kasus terbesar terpapar Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, China, Iran, Inggris, Turki dan Swiss.
Namun demikian sebenarnya jumlah kematian akibat Covid-19 masih kalah jauh dibanding jumlah kematian akibat penyakit berbahaya lain seperti kanker, jantung atau hiv. Masalahnya penyakit yang menyerang pernafasan ini daya tularnya amat dasyat. Ini yang menyebabkan petugas medis kewalahan memberikan pelayanan. Tampaknya kebijakan Social/Physical Distancing tetap harus dijalankan secara lebih ketat. Apalagi jumlah tenaga medis di Indonesia yang wafat ketika sedang menjalankan tugas mulia tersebut kabarnya terbesar di dunia.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un … Semoga Allah swt mencatat mereka sebagai syuhada, aamiin yaa robbal ‘aalamin …
Sebagai umat Islam kita harus meyakini bahwa kematian adalah sebuah kepastian yang tidak dapat dihindari. Kemanapun kita lari bersembunyi bila memang sudah waktunya ajal itu akan tiba, dengan cara apapun, tidak harus melalui sakit keras/berbahaya.
” … … Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya)”. ( Terjemah QS. Yunus(10):49).
Jadi jelas kematian bukan untuk ditakuti apalagi dihindari. Meski tidak boleh juga kita menantang kematian, misalnya dengan membiarkan diri kita tertular penyakit, apalagi sengaja menularkan penyakit kita kepada orang lain.
Masalahnya kematian bukan akhir segalanya. Kematian adalah proses perpindahan dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Dan kehidupan akhirat hanya ada 2 pilihan, Surga yang penuh kenikmatan atau Neraka yang apinya menyala-nyala. Tentu tak seorangpun mau masuk Neraka. Itu sebabnya kematian harus dipersiapkan.
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu”.(Terjemah QS. Muhammad(47):36).
Pandemi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini, bisa jadi adalah teguran Allah swt kepada kita semua yang cenderung lupa/lalai mempersiapkan kematian kita. Kehidupan dunia dengan segala iming-iming dan gemerlapnya telah membuat kita mencintainya secara berlebihan. Bahkan lupa kepada Sang Pencipta yang telah memberikan semua kenikmatan duniawi.
Sebuah video yang kini sedang viral memperlihatkan seorang kakek Italia usia 93 tahun menangis melihat tagihan ventilator yang disodorkan dokter kepadanya. Namun yang mengejutkan, teryata ia menangis bukan karena tak mampu membayarnya.
“ Selama 93 tahun saya hidup tidak pernah sesenpun saya membayar udara yang saya hirup. Dan saya tidak pernah mensyukurinya. Berapa besar hutang saya pada-Nya??”, keluhnya.
Pertanyaannya, haruskah kita menunggu dan menyadari kesalahan kita setelah kita sakit keras atau setelah usia kita mencapai uzur??
Dari Abdullah Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum kamu kedatangan lima perkara (demi untuk meraih keselamatan dunia akhirat). Yakni Masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Sehatmu sebelum datang sakitmu. Masa kayamu sebelum datang faqirmu. Waktu luangmu sebelum waktu sibukmu. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu”.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Terjemah QS. Al-Hasyr(59): 18).
Perumpamaan kehidupan di dunia adalah tempat kita bercocok-tanam yang akan kita petik hasilnya secara keseluruhan di akhirat nanti. Ayat 18 surat Al-Hasyr di atas secara jelas memerintahkan kita untuk berbekal, mempersiapkan hari esok kita di akhirat nanti.
Adalah kedua orang-tua yang harus bertanggung-jawab mempersiapkan hal tersebut, mendidik anak-anaknya sejak kecil, agar mengenal Tuhannya, memahami dengan jelas dan pasti apa tujuan hidup ini.
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Baihaqi dan ath-Thabarani).
Bila kita renungkan sejenak saja, kebijakan WFH ( Work From Home) atau aktifitas dari rumah sebenarnya adalah waktu yang tepat untuk kita kembali memikirkan apa sebenarnya tugas utama kedua orang-tua dalam keluarga.
Jangan sampai kejadian langka ini terlewat begitu saja. Orang-tua tetap disibukkan dengan urusan pekerjaan kantor, urusan perut dan lain-lain yang sifatnya fisik/duniawi. Anak-anak sibuk dengan PR sekolah, ujian dan lain-lain tanpa ada tambahan pelajaran agama seperti hafalan Al-Quran dll.
Inilah saatnya kita bertobat, memohon ampunan Allah swt, segera membersihkan diri dari segala penyakit hati seperti iri, dengki, sombong dll. Ajari anak untuk berbagi kepada mereka yang kesusahan dan kesakitan, ajak anak shalat ber-jamaah, terangi rumah dengan ayat-ayat suci Al-Quran.
Semoga Alah swt ridho memasukkan kita ke dalam bulan Ramadhan yang sudah di depan mata ini dalam keadaan sehat walafiat, bebas dari segala penyakit, serta hati yang bersih dari segala penyakit hati, aamiin yaa robbal ‘aalamiin …
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 6 April 2020.
Vien AM.
Leave a Reply