Sebaliknya Perancis yang katanya negara maju, modern, beradab dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan/humanisme, nyatanya tidak mampu melihat dan menghormati perbedaan. Menyakiti hati orang yang berbeda keyakinan apalagi secara sengaja sudah pasti bukan perbuatan orang yang beradab, apapun alasannya, termasuk kebebasan berpendapat.
Macron tampaknya lupa pada kejadian Agustus tahun lalu yaitu ketika istrinya yang berumur 25 tahun lebih tua darinya itu dijadikan bahan olok-olok oleh Bolsonaro, presiden Brasil. Peristiwa memalukan itu terjadi di tengah panasnya pertemuan KTT G7 di Biarritz, Perancis. Sebelumnya hubungan antara Macron dan Bolsonaro memang tidak baik, Hinaan Bolsonaro tak ayal menambah sengitnya hubungan mereka.
“Apa yang bisa saya katakan? Menyedihkan. Menyedihkan baginya dan bagi orang Brasil. Saya rasa para wanita Brasil mungkin malu membaca bahwa presiden mereka telah melakukan itu.”
“Saya pikir orang Brasil, orang-orang hebat, sedikit malu dengan perilaku ini,” ujar Macron kesal.
https://www.merdeka.com/dunia/macron-kecam-presiden-brasil-karena-ejek-istrinya-di-facebook.html
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (Terjmah QS. Hujuraat(49):11).
Hari ini giliran rakyat Perancis yang harusnya menanggung malu perbuatan pemimpinnya yang tampaknya lupa bagaimana rasanya sakit hati. Tak tanggung-tanggung bukan cuma istri yang ia hina melainkan nabi!! Kalau saja mereka tahu ayat di atas, bagaimana Islam yang pemimpinnya menyebut agama krisis agama teroris, mengajarkan orang beradab harusnya berprilaku.
Menyebalkannya lagi Olivier Chambard, duta besar Perancis untuk Indonesia beberapa waktu lalu menanggapi boikot yang dilakukan kaum Musllimin di berbagai negara termasuk Indonesia, dengan cara yang sungguh menyakitkan. Ia mengatakan boikot tidak hanya merugikan negaranya tapi juga rakyat Indonesia sendiri. Jelas terasa jelas kesan pongah dan mengancam dalam ucapannya.
“Ada 50 ribu orang yang bekerja di perusahaan Perancis di Indonesia. Ada banyak orang yang terdampak jika aksi boikot terus dilakukan”, katanya.
“Ada 200 perusahaan Perancis, dengan ukuran yang berbeda. Jika Anda bicara Danone, itu adalah perusahaan besar di Prancis, di dunia dengan 30 pabrik di Indonesia”, tambahnya.
Alih-alih meminta maaf, Chambard malah menerangkan bahwa ucapan Macron yang telah membuat gaduh dunia Islam itu sejatinya ditujukan bagi kelompok “Islam radikal” di dunia termasuk di Perancis. Ia bahkan berani mengatakan “ seperti juga di lndonesia”, ada “Islam moderat” ada “Islam radikal”. Apa maksudnya ?!?! Apa yang ia ketahui tentang ajaran Islam?
Islam adalah ajaran yang rahmatan lillaalamiin ( rahmat/kebahagiaan untuk semesta alam/semua orang). Namun tidak berarti boleh dan bisa dilecehkan dan dipermainkan. Ini yang ingin dimanfaatkan Barat. Islam yang diam ketika mereka olok-olok bahkan tunduk kepada kemauan dan aturan mereka adalah Islam moderat. Sedangkan yang tidak demikian adalah Islam radikal.
Sayangnya umat Islam tidak menyadari bahwa mereka sedang diadu domba. Kita lihat hari ini betapa parahnya perpecahan dan perseteruan sesama Muslim. Padahal Islam mengajarkan pentingnya persatuan, saling menyayangi agar kuat dan tidak mudah di lecehkan dan dikalahkan.
“Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Pengalaman membuktikan adu domba terhadap sesama Muslim adalah senjata ampuh yang sangat efektif. Lihat apa yang terjadi di negara-negara seperti Suriah, Irak dll. Siapa yang paling diuntungkan kalau bukan para pembuat senjata perang??
Paska tragedy mengenaskan 911 dengan ambruknya Menara Kembar WTC pada tahun 2001 berujung dengan pengerahan kekuatan militer Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak. Dalihnya untuk memerangi terorisme, seperti yang dikatakan Bush “ either with me or the terrorists”. Mantan presiden AS yang sangat kental ke-Yahudi-annya ini jelas memposisikan umat Islam. Siapa yang tidak mau bekerja sama dengan Barat berarti teroris !!
Politik adu domba/ pecah-belah/devide et impera yang dilakukan Barat sudah dikenal sejak lama. Itulah penyebab utama kekalahan Islam, termasuk Indonesia hingga jatuh ke tangan penjajah Belanda.
“ … … Mereka ( orang-orang kafir) tidak henti-hentinya memerangi kamu (kaum Muslimin) sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. … … “.(Terjemah QS. Al-Baqarah(2):217).
Indonesia saat ini memang sudah merdeka dari penjajah Belanda. Tapi secara ekonomi, teknologi dll sudahkah kita merdeka?? Apa yang dikatakan duta besar Perancis di atas bisa jadi benar. Boikot tidak hanya merugikan Perancis tapi juga Indonesia.
Tapi kita tidak perlu takut dan pesimis. Ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk segera keluar dari ketergantungan kita dari dominasi Barat. Ketergantungan yang menyebabkan kita lemah dan tidak memiliki harga diri maupun harga tawar.
Sebaliknya Perancis dengan semboyan Fraternity (persaudaran), Egalite (persamaan) dan Liberte (kebebasan) sejatinya tidak konsisten dengan semboyannya sendiri. Setidaknya bagi rakyatnya yang Muslim. Di negara tersebut tidak ada yang namanya libur lebaran, bahkan di kalendernya tercantumpun tidak, masjid diawasi, jilbab apalagi cadar dilarang. Bandingkan dengan Indonesia dimana pemeluk Nasrani, Hindu, Budha yang meskipun minoritas tetap dihormati, diberi tempat ibadah dan bebas melakukan ibadah.
Perancis beberapa waktu lalu menerima kabar gembira dengan dibebaskannya Sophie Petronin, seorang relawan kemanusiaan Perancis. Perempuan berusia 75 tahun itu beserta dua warga negara Italia dan seorang politisi Mali terkemuka telah disandera selama 4 tahun oleh sebuah kelompok Dukungan untuk Islam dan Muslim (GSIM) yang kabarnya berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Macron khusus datang ke bandara untuk menyambut pembebasan yang ditebusnya dengan uang senilai 10 Juta Euro ditambah pembebasan 200 tahanan tersebut. Namun di luar dugaan siapapun, Petronin muncul dengan hijab di kepala dan pakaian tertutup ala Muslimah. Ternyata Petronin telah memeluk Islam. Selanjutnya, tanpa pemberitahuan jelas, Macron yang sedianya akan memberikan sambutan membatalkannya. Ada apakah gerangan?? Kecewakah ia karena mantan misionaris itu berpindah ke agama yang ia sebut sebagai agama krisis???
Akan halnya Petronin, ia berkata bahwa ia masuk Islam secara sukarela, tanpa paksaan. Ia menceritakan ke-Islam-annya diantaranya karena perlakuan baik para penyanderanya. Bandingkan dengan perlakuan kejam penjara Guantanamo terhadap dokter perempuan Aafia Siddiqui, seorang dokter ahli syaraf perempuan asal Pakistan yang ditangkap dan dipenjara bersama 3 anaknya oleh FBI, dengan tuduhan tidak jelas.
Kabar terakhir Siddiqiu dalam keadaan stress dan ingatan yang kacau saking seringnya menerima siksaan di penjara yang dikenal paling sadis di dunia itu. Dokter dengan nomor 650 yang dikenai hukuman 86 tahun penjara ini dikenal juga dikenal sebagai seorang yang taat ibadah sekaligus seorang hafizah (penghafal Al-Quran).
Berikut surat ibunda dokter Aafia Siddiqui kepada PM Pakistan Imran Khan sebelum kunjungannya ke AS, memohon pembebasan putri tercintanya.
Lebih lanjut, Petronin menceritakan sering melihat para penjaganya shalat dan membaca Al-Quran. Petronin sejak lama memang sering mengunjungi Mali demi tugas misionaris yang diembannya. Jadi ia sudah mengenal Islam walaupun tidak banyak. Beruntung Allah swt memberinya hidayah.
Akhir kata semoga Macron mau segera menyadari kesalahannya, meminta maaf dan mencabut kebijakannya atas kebebasan menghina Islam, khususnya nabi Muhammad, sebelum radikalisme makin merajalela.
Sebaliknya umat Islam agar dapat merenung mengapa umat Islam begitu lemah tak berdaya hingga mudah dibully dan di olok-olok oleh musuh-musuh Islam. Mari kita bersatu bergandengan tangan, jauhkan perbedaan, jadikan moment untuk belajar mandiri tidak bergantung kepada kaum lain, dan yang terpenting, segera kembali menjadikan Al-Quranul Karim dan As-Sunnah sebagai pegangan hidup.
Wallahu’alam bish shawwab.
Jakarta, 15 November 2020.
Vien AM.
Leave a Reply