Feeds:
Posts
Comments

Archive for the ‘Akhlak’ Category

Dasyatnya Istighfar.

Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun ” ( Terjemah QS.Nuh (71):10).

Perintah agar memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau Istighfar, banyak dijumpai dalam Al-Quranul Karim. Ini menunjukkan betapa tingginya nilai Istighfar dalam Islam.Istighfar tidak hanya merupakan permohonan ampun atas segala dosa dan salah tapi juga sekaligus menutup dan menjaga dari akibat buruk dosa tersebut. Ibnu Rojab al-Hanbali berkata, Istighfar adalah memohon maghfiroh/ampunan, dan maghfiroh adalah menjaga dari akibat buruknya dosa disertai dengan tertutupnya dosa.

Istighfar adalah penutup setiap amalan shalih. Shalat lima waktu, haji, shalat malam, pertemuan dalam majelis dll biasa ditutup dengan amalan dzikir istighfar ini. Jika istighfar berfungsi sebagai dzikir/pengingat kepada-Nya, maka jadi penambah pahala. Sedangkan jika diniatkan karena ada sesuatu yang sia-sia dalam ibadah, maka fungsi istighfar sebagai kafaroh (penambal).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap kaum yang bangkit dari majelis yang tidak ada dzikir pada Allah, maka selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hanya menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud, no. 4855; Ahmad, 2: 389. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Istighfar juga sering kali digandengkan dengan taubat karena keduanya memang saling berkaitan erat. Istighfar harus diakukan oleh semua yang mengaku Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan taubat sejatinya wajib dilakukan orang Islam yang melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil apalagi dosa besar. Pertanyaannya, adakah seorang manusia yang tidak pernah berbuat salah dan dosa???

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencontohkan pada umatnya untuk memperbanyak istighfar. Karena manusia tidaklah luput dari kesalahan dan dosa, sehingga istighfar dan taubat mesti dijaga setiap saat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, aku sungguh beristighfar pada Allah dan bertaubat pada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari no. 6307).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk terbaik di sisi Allah dan dosanya yang telah lalu dan akan datang telah diampuni, namun beliau masih beristighfar sebanyak 70 kali dalam rangka pengajaran kepada umatnya dan supaya meninggikan derajat beliau di sisi Allah.

Para ulama berkata, ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga.

Pertama, menjauhi maksiat tersebut. Kedua, menyesali perbuatan  maksiat tersebut. Ketiga, berniat tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.Sedangkan jika taubatnya itu berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Syarat ketiga di atas ditambah keempat yaitu melepaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus diberikan kesempatan untuk membalasnya atau meminta ma’af kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.

Bacaan Istighfar ada beberapa macam, diantaranya adalah :

1.Astaghfirullah.

Artinya : “Aku memohon ampun kepada Allah.”

Ini adalah lafal yang paling singkat dalam beristighfar.

2. Astaghfirullah wa atuubu ilaihi.

Artinya : Aku memohon ampunan kepada Allah dan aku bertaubat kepadaNya.

3. Astaghfirullah alladzii laa ilaaha illaa huwal hayyuul qoyyuum wa atuubu ilaiih.

Artinya: Aku memohon ampun kepada Allah, dzat yang tidak ada sesembahan kecuali Dia. Yang Mahahidup lagi Maha Berdiri Sendiri. Dan aku bertaubat kepada-Nya.

4. Istighfar yang paling sempurna yaitu Penghulu Istighfar ( Sayyidul Istighfar) sebagaimana yang terdapat dalam shohih Al Bukhari dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istigfar adalah apabila engkau mengucapkan,

 “Allahumma anta robbi laa ilaha illa anta, kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’udzu bika min syarri maa shona’tu, abuu-u laka bini’matika ‘alayya, wa abuu-u bi dzanbi, faghfirliy fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”.

Artinya: Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306).

5. Khusus di bulan Ramadhan. Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah:

“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni”.

Artinya: Yaa Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf—menghapus kesalahan–, karenanya maafkanlah aku—hapuslah dosa-dosaku–).” (HR. Tirmidzi no. 3513).

Selain sebagai permohonan ampun, Istighfar mempunyai manfaat yang sungguh luar biasa, diantaranya adalah melancarkan rezeki, memudahkan adanya keturunan, menjauhkan dari sulitnya musim kering dan memohon hujan, dll.

Khalifah Umar bin Abdul Azis ra, suatu ketika berkata, “Wahai kaumku, mintalah ampun kepada Rabb kalian. Kemudian bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan pada kalian hujan lebat dari langit.”

Berikut adalah kisah Imam Ahmad bin Hambali ra mengenai dasyatnya Istighfar.

Sebelum meninggal dunia, Imam Ahmad menceritakan bahwa suatu  ketika tiba-tiba muncul keinginan menggebu untuk mengunjungi kota Basrah di Irak tanpa suatu keperluan apapun.  

Sampai di kota tersebut, hari sudah gelap, waktu shalat Isya’ telah tiba. Imam Ahmad segera melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat berjamaah. Usai shalat ia ingin istirahat sejenak.

Namun baru sebentar berbaring marbot masjid menegurnya, “Maaf Syaikh, apa yang Anda lakukan di sini?”. Rupanya ia tidak mengenal bahwa sosok di hadapannya adalah ulama kenamaan Imam Ahmad bin Hanbal yang dikenal sebagai pendiri madzab Hambali.

Saya musafir. Saya ingin istirahat sebentar di masjid ini”, jawab sang ulama tanpa memperkenalkan diri.

Tidak boleh, Syaikh. Dilarang tidur di masjid.”

Imam Ahmadpun pindah ke serambi masjid. Akan tetapi marbot itu kembali menegurnya.

Di sini juga tidak boleh, Syaikh. Saya sudah memperingatkan, ayo pergi,” kata Marbot itu sambil mendorong-dorong tubuh Imam Ahmad sampai ke jalan.

Terpaksa sang Imam pergi meninggalkan masjid tersebut. Namun baru beberapa langkah, seorang penjual roti di samping masjid memanggilnya.

Menginap di rumahku saja syaikh. Tunggulah sebentar, rumahku tak jauh dari sini”, ajak si penjual roti.

Sambil mengucapkan terima kasih, Imam Ahmad melihat mulut laki-laki tersebut terus berkomat-kamit sambil melayani pembeli. Tak lama setelah itu, ia menutup dagangannya dan mengajak Imam Ahmad pulang bersama. Selama perjalanan sambil mengobrol si tulang roti tetap terus berdzikir, hingga tiba di rumahpun demikian.

Dipicu oleh rasa ingin tahu, Imam Ahmadpun bertanya,

Dzikir apa yang engkau ucapkan, yaa saudaraku?

“Saya membiasakan mengucap istighfar, Syaikh”, jawab si tukang roti.

“Masya Allah, sudah berapa lama?”, tanyanya lagi.

Cukup lama. Sejak saya berjualan roti, 30 tahun yang lalu”, jawabnya lagi.

Lalu apa yang engkau dapatkan dengan istighfar itu?”, tanya Imam Ahmad tambah ingin tahu.

Alhamdulillah semua doaku dikabulkan Allah. Kecuali satu yang belum.”

Apa itu?”

Saya minta kepada Allah dipertemukan dengan Imam Ahmad. Sampai sekarang belum terkabul”, jawab si tukang roti dengan tenang.

Allahu Akbar. Doamu terkabul sekarang, saudaraku. Akulah Ahmad bin Hanbal. Mungkin karena istighfarmu itulah tiba-tiba aku ingin pergi ke Bashrah. Lalu aku diusir dari masjid hingga didorong-dorong agar dipertemukan-Nya denganmu”, ucap Imam Ahmad terperangah.

Si penjual roti itu terhentak takjub. Ternyata tamunya adalah Imam Ahmad yang selama ini ingin ia temui. Segera ia pun memuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengabulkan doa dan harapan terakhirnya.

Wallahu ‘alam bish shawwab.

Jakarta, 6 April 2023.

Vien AM.

Read Full Post »

5. Mau mendengarkan nasihat orang lain.

– Suatu ketika pada tahun ke 6 setelah hijrah, Rasulullah mengajak para sahabat untuk melaksanakan umrah ke Mekkah. Ketika itu sebagian besar kaum Quraisy penduduk Mekkah belum mau menerima ajaran Islam bahkan sangat memusuhi ajaran tersebut.  Oleh sebab itu mereka tidak mengizinkan Rasulullah beserta para sahabat masuk ke kota tersebut meski hanya untuk sekedar melaksanakan umrah.

Rasulullahpun membatalkan niat tersebut. Bahkan malah menanda-tangani sebuah kesepakatan yang intinya mereka tidak mungkin melaksanakan umrah saat itu dan mereka harus mundur dan kembali.Mengetahui hal tersebut para sahabat sangat kecewa. Mereka merasa tidak seharusnya Rasulullah mengalah kepada orang-orang seperti mereka. Umrah adalah perbuatan yang di-ridhoi Allah SWT mengapa harus dibatalkan? Begitu pikir mereka.

Maka ketika kemudian Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban bawaan mereka serta bercukur layaknya orang yang telah menunaikan ibadah umrah, tak seorangpun sahaat yang mau melakukannya. Hingga 3 kali Rasulullah mengulang perintah tersebut namun tak seorangpun bergeming.Sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terjadi.

Rasulullah akhirnya mengeluhkan hal tersebut kepada Ummu Salamah yang ketika  itu mendapat giliran untuk menemani Rasulullah menjalankan tugas. Ummu Salamah kemudian menghibur  Rasulullah agar tidak usah terlalu kecewa atas sikap para sahabat. Menurutnya lebih baik Rasulullah langsung menyembelih kurban dan bercukur tanpa harus menunggu reaksi para sahabat. Tanpa merasa gengsi Rasulullahpun menuruti nasehat tersebut. Dan memang benar ternyata para sahabat segera meniru perbuatan Rasulullah.

6. Suka memberi nasihat.

Rasulullah selalu memberi nasihat kepada para sahabat agar jangan hasad, iri dan dengki. Juga jangan mudah berselisih. Bila ada sesama Muslim berselisih Rasulullah mendamaikannya.

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” ( QS. Al-Hujurat (49):10).

Itu sebabnya yang dilakukan begitu tiba di Madinah adalah mempersaudarakan sahabat Muhajirin dan Anshor.  

7. Suka Membantu Pekerjaan Rumah.

Dari Al-Aswad, ia bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ketika berada di tengah keluarganya?” ‘Aisyah menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039).

“Tidaklah beliau itu seperti manusia pada umumnya, beliau menjahit bajunya, memerah kambing dan melayani dirinya sendiri. (HR. Tirmidzi).

HR At-Tirmidzi, “Sesungguhnya di antara orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan paling baik kepada keluarganya”.

8. Sayang pada anak2.

Disebutkan bahwa Ya’la bin Murrah pergi bersama Nabi untuk menghadiri undangan makan. Di tengah perjalanan, beliau melihat Husain sedang bermain di jalanan. Beliau langsung maju dan membentangkan kedua tangannya (untuk mendekapnya), sementara Husain berusaha menghindar kesana-kemari, beliau sengaja mencandainya. Akhirnya beliau menangkapnya. Beliau pun memegang dagu dan kepala Husain, lalu menciumnya. (HR Ibnu Majah).

Abu Hurairah menuturkan, suatu ketika kami sholat Isya bersama Rasulullah ﷺ. Saat sujud, Hasan dan Husain naik ke punggung beliau. Saat bangkit, beliau meraih keduanya yang ada di belakang dengan lembut, lalu meletakkan keduanya secara perlahan. Saat kembali sujud, keduanya kembali naik ke punggung beliau. Seusai sholat, beliau meletakkan keduanya di pangkuan paha beliau. (HR Al Hakim).

9. Sekali2 bergurau.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, seorang sahabat bertanya kepada Muhammad SWA, “Wahai, Rasullullah! Apakah Engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Rasulullah SAW menjawab, “Benar. Hanya saja saya selalu berkata benar.” (HR Ahmad).

Rasulullah tidak melarang umat Islam untuk bersenda gurau. Namun beliau mengingatkan untuk tidak melontarkan lelucon bohong, dusta, atau merendahkan orang lain. Juga tidak berlebihan. Cukup hanya sebatas pelepas kesuntukan sesaat. Materinyapun  sarat dengan pelajaran dan ilmu pengetahuan.

“Celakalah bagi mereka yang berbicara, lalu berdusta supaya dengannya orang banyak yang tertawa. Celakalah baginya dan celakalah.” (HR Ahmad).

Rasulullah tidak pernah tertawa sampai terbahak-bahak. Tertawanya hanya sampai terlihat gigi taringnya saja. Beliau bahkan menganjurkan umatnya untuk lebih banyak menangis ketimbang tertawa. Seorang Muslim hendaknya lebih menyibukkan diri dengan muhasabah dan mengevaluasi dirinya.

Berikut gurauan Rasulullah:

-Dalam suatu riwayat, seorang wanita tua mendatangi Rasulullah SAW. Ia menanyakan perihal surga.

“Wanita tua tidak ada di surga,” sabda Rasulullah SAW.

Mendengar ucapan itu, si nenek pun menangis tersedu-sedu. Rasulullah SAW segera menghiburnya dan menjelaskan makna sabdanya tersebut itu. “Sesungguhnya ketika masa itu tiba, Anda bukanlah seorang wanita tua seperti sekarang.”

Rasulullah pun kemudian membacakan ayat, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.“ (QS al-Waaqi’ah [56]: 35-36).

Si nenek tuapun tersenyum bahagia.

Dari Muadz bin Jabal, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Penghuni surga kelak masuk ke dalamnya dalam keadaan tak berbulu, muda, dan bercelak mata, sekira usia 33 tahun.” (HR At-Tirmidzi).

– Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, bahwa suatu hari Rasulullah sedang makan kurma bersama sahabat Ali bin Abu Thalib dalam satu ruangan. Kebiasaan zaman dulu ketika makan kurma maka akan menaruh bijinya tidak jauh dari samping tempat duduknya.

Pada saat itu Rasulullah Saw memakan satu biji kurma dan meletakkan biji kurma tersebut di pinggir tidak jauh dari wadah kurma dekat dengan tempat duduknya. Sementara Ali memakan kurma dengan banyak sakali sehingga bijinya tak terhitung.

Lantas saja seketika itu muncul keisengan dan humor Ali. Ia menaruh biji-biji kurma bekas kurma yang dimakannya dipinggir samping dekat dengan Rasulullah. Sehingga di samping Ali tidak terlihat satu biji kurmapun.

Ali berkata kepada Rasulullah, “Ya Nabi, engkau memakan kurma banyak sekali. Lihatlah biji-biji kurma itu banyak ada di samping engkau. Sedang aku belum memakannya sama sekali.”

Sambi tersenyum nabi menjawab, “Wahai Ali,  kamulah yang telah memakan kurma lebih banyak dariku. Kamu makan kurma bersama biji-bijinya, sedangkan aku hanya memakan kurmanya saja.”

-Diriwayatkan Zayd bin Aslam sebagaimana dimuat Hadist Riwayat Abdari. Diceritakan suatu ketika seorang perempuan datang menghadap Nabi Muhammad SAW. Perempuan ini menyampaikan keinginan suaminya untuk mengundang Rasulullah. Perempuan ini mengaku suaminya sedang sakit.

Mendengar permintaan itu, Rasulullah tak langsung mengiyakan. “Siapa suamimu? Bukankah suamimu adalah orang yang di matanya terdapat warna putih?” tanya Nabi dengan nada gurauan.

Mendengar pernyataan Nabi, perempuan itu setengah terkaget. “Demi Allah, mata suamiku tidak ada warna putihnya!” tegas perempuan tersebut.

Nabi lantas menegaskan, “Sungguh di mata suamimu ada warna putihnya.”

Tanpa menyadari Rasulullah sedang bercanda, perempuan itu bersikeras menanggapi gurauan Nabi. Perempuan itu terus membela suaminya dengan mengatakan tidak ada warna putih di mata suaminya.

Sambil tersenyum Nabipun bersabda, “Tidak ada seorang pun yang di matanya tidak terdapat warna putih.” Dalam riwayat Ibnu Abi Rasulullah berkata “Bukankah di setiap mata terdapat warna putih?.”

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 28 Agustus 2022.

Vien M.

Read Full Post »

3. Lembut dan santun.

Dikisahkan, di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad. Dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.

Hari demi hari pengemis Yahudi itu mencela Rasulullah. Kejadian itu terus berlangsung di pojok Pasar Madinah. Sebagai Nabi yang diberi wahyu, Rasulullah tentu tahu apa yang dilakukan pengemis Yahudi buta itu.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu. Saat Rasulullah menyuapinya, si pengemis Yahudi itu tetap berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW menyuapi pengemis Yahudi itu hingga menjelang beliau wafat.

Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat Nabi, Abu Bakar RA berkunjung ke rumah putrinya Aisyah RA yang juga istri Rasulullah.

Beliau bertanya kepada putrinya, “Anakku, adakah sunnah kekasihku (Nabi Muhammad) yang belum aku kerjakan?”.

Aisyah menjawab ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abu Bakar.

“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, “Siapakah kamu?“. Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa“.

“Bukan!, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku, tangan ini tidak susah memegang dan mulut ini tidak susah untuk mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan itu dengan mulutnya. Setelah itu ia berikan padaku,” kata pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW”.

Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar, ia pun menangis sedih dan kemudian berkata, “ Benarkah demikian? “Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia”.

Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar.

4. Biasa Bermusyawarah dalam mengambil keputusan.

– Pada awal hijrahnya Rasulullah dan para sahabat dari Makkah ke Madinah di tahun 622 M, umat Islam belum mengenal apa yang kini dinamakan “adzan”. Ketika itu para sahabat berkumpul di masjid Nabawi di awal waktu tanpa adanya seruan khusus.

Hingga suatu hari di tahun ke 2 Hijriyah, Rasulullah saw meminta para sahabat agar memberikan masukan cara terbaik panggilan untuk shalat. Para sahabatpun berlomba memberikan usul dan pendapat. Ada yang mengusulkan meniup terompet, tetapi beliau membencinya karena itu tradisi Yahudi. Ada yang mengusulkan lonceng, tetapi beliau juga tidak menyukainya karena itu tradisi Nasrani.

Sementara itu seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid bin Tsa`labah bin Abdi Rabbih, saudara Balharits bin Al-Khazraj, bermimpi tentang suatu seruan. Iapun segera mendatangi Rasulullah saw untuk menceritakan mimpinya itu. Maka iapun menceritakannya.

Selesai sahabat tersebut menceritakan hal tersebut, Rasulullah saw bersabda:

Sungguh ini adalah mimpi yang benar insya Allah, berdirilah engkau, ajarkan Bilal  bacaan tersebut agar dia mengumandangkannya karena suaranya lebih merdu darimu“.

Ketika Bilal ra mengumandangkan adzan tersebut, Umar bin Khattab ra segera keluar dan menuju Rasulullah saw. Sambil menarik sarungnya, ia berkata:

“Wahai Rasulullah, Demi yang mengutusmu dengan kebenaran! Sungguh aku telah bermimpi seperti yang ia ucapkan.

Rasulullah saw bersabda:

“Segala puji hanya bagi Allah, ini semakin kuat” (HR. Tirmidzi no.189).

– Pada tahun 5 Hijriyah terjadi perang yang dikenal dengan nama perang Khandaq ( Ahzab) atau perang Parit. Perang ini terjadi oleh karena adanya hasutan beberapa pemimpin Yahudi bani Nadhir kepada Quraisy Mekah agar mereka bersama-sama menyerang Madinah dan menghancurkan Islam.

Orang-orang Yahudi ini berusaha meyakinkan bahwa ajaran Quraisy lebih baik dari pada ajaran Islam yang sialnya dipercaya oleh tokoh-tokoh Quraisy yang memang merasa dirugikan dengan ajaran Islam. Orang-orang Yahudi tersebut juga membujuk suku Gathafan, bani Fuzarah dan bani Murrah untuk bersengkokol memusuhi Islam. Maka berangkatlah sepuluh ribu pasukan Ahzab yang berarti pasukan gabungan tersebut menuju Madinah.

Di Madinah begitu mendengar kabar bahwa Madinah akan diserang, Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat untuk membicarakan strategi apa yang akan digunakan menghadapi pasukan tersebut.

Salman Al-Farisi, seorang sahabat asal Persia, mengusulkan strategi yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab. Strategi tersebut adalah dengan menggali parit sekeliling Madinah untuk melindungi kota dari serangan musuh.

Rasulullah menerima usulan tersebut meski ada sejumlah sahabat, dengan berbagai dalih, meragukannya. Diantaranya Salman bukan asli orang Arab, ia baru memeluk Islam pada periode Madinah dll. Namun Rasulullah menerima usulan tersebut tentu bukan tanpa dasar dan perhitungan. Pasukan musuh ketika itu tidak hanya lebih banyak, yaitu 3x lebih jumlah pasukan Muslimin. Peralatan perang mereka juga lebih lengkap dan pasukannya lebih terlatih. Dengan demikian strategi defensive (bertahan) pasti lebih baik dari strategi offensif (menyerang). 

Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah”. (HR at-Tirmidzi).

Dan ternyata benar. Pasukan sekutu pimpinan Abu Sufyan tiba di Madinah dan langsung terkejut ketika melihat parit yang mengelilingi kota tersebut. Pasukan yang mengandalkan kavaleri (prajurit berkuda) tersebut tidak bisa berbuat banyak menghadapi parit di hadapan mereka.

Meski Madinah di kepung selama 27 hari pasukan musuh tidak bisa menembus parit Madinah. Kekalahan tokoh Quraisy, Amr bin Wadd yang konon setara dengan 100 orang, melawan Ali bin Abi Thalib ra, membuat patah semangat pasukan Quraisy. Akhirnya pasukan sekutu tersebut kembali ke Mekkah dengan tangan hampa.

( Bersambung)

Read Full Post »

Bagi kaum Muslimin, dimanapun dan sampai kapanpun, tidak ada keteladanan yang lebih baik dan lebih tepat selain Rasulullah Muhammad saw. Nabiyullah yang selama hidupnya berjuang sekuat tenaga menyampaikan ajaran Islam berdasarkan Al-Quranul Karim,  hingga selamatlah kita dari kekafiran.   Apalagi Allah swt dengan secara jelas telah menyatakan ha tersebut melalui ayat-ayat berikut :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. ( QS. Al-Ahzab(33):21).

Dan sesungguhnya kamu ( Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. ( Terjemah QS. Al-Qalam (58):4-5).

Setidaknya ada 4 sifat Rasul yang wajib dijadikan keteladanan. Yaitu shidiq, amanah, tabligh dan fathonah.  

1. Siddiq (benar/jujur).

Siddiq yaitu jujur atau benar. Sifat sidiq ini tersirat dalam kehidupan sehari-hari beliau sebagai seorang pedagang pada masa sebelum kerasulan. Al-Qur’an Karim menegaskan berbohong adalah sifat mustahil yang dimiliki semua utusan-Nya. Berbekal sifat inilah penduduk Mekah mencintai beliau meski hanya sebatas manusia bukan sebagai utusan-Nya. Dan di kemudian hari sebagai keteladan bagi para sahabat sekaligus disegani para lawan.

2. Amanah (terpercaya/tidak khianat).

Sifat nabi Muhammad SAW yang kedua yang perlu kita tiru ialah sifat amanah. Amanah artinya dapat dipercaya. Nabi Muhammad memiliki julukan sebagai Al-Amin yang artinya dapat dipercaya. Penduduk Mekah memberikan julukan tersebut kepada Rasulullah jauh sebelum masa kerasulan. Melalui sifat tersebut terbangunlah kepercayaan yang kuat.

3. Tabligh(menyampaikan).

Selanjutnya adalah tabligh yang artinya adalah menyampaikan. Sifat tabligh dalam diri Nabi Muhammad SAW tercermin pada bagaimana beliau SAW menyampaikan firman Allah SWT kepada penduduk Quraisy, yang kemudian berlanjut ke seluruh jazirah Arab. Firman Allah SWT yang pada masa khalifah Umar bin Khattab kemudian dibukukan dalam kitab suci Al-Quranul itu kini telah tersebar ke seluruh pelosok dunia tanpa sedikitpun perubahan di dalamnya.  

4. Fathonah (cerdas).

Fathonah atau cerdas. Nabi Muhammad memiliki sifat fathonah maksudnya ialah seseorang yang dapat menggunakan kecerdasannya. Nabi Muhammad memaksimalkan kemampuan intelektualnya untuk melakukan berbagai urusan, mulai berdagang, berkomunikasi, berdakwah, berdiplomasi hingga berperang dsbnya.

Namun demikian ada beberapa sifat lain dari Rasulullah yang tak kalah penting dan menariknya. Berikut beberapa contohnya :

1. Tidak suka menyakiti hati.

– Suatu hari datang seorang lelaki miskin dari desa membawa semangkuk penuh buah anggur sebagai hadiah untuk Nabi Muhammad SAW.  Dengan penuh percaya diri dan suka cita ia berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah hadiah kecil ini dariku.”

Rasulullah tersenyum dan menerima pemberian tersebut. Dan sebagai penghargaan beliau langsung memakan anggur tersebut dihadapan si pemberi. Namun tak seperti biasanya, Rasulullah mengambil dan memakannya satu persatu hingga habis tuntas tanpa menawarkan kepada sahabat yang duduk bersamanya.

Setiap selesai memakan 1 buah anggur beliau selalu tersenyum sambil memandang si pemberi. Betapa senang dan bahagianya lelaki tersebut menyaksikan pemandangan tersebut. Ia merasa begitu tersanjung. Setelah puas melihat mangkuknya telah kosong iapun berpamitan pulang  dengan hati yang berbunga-bunga.

Giliran para sahabat yang penuh keheranan menyaksikan hal tersebut, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, tidak seperti biasa, anda tidak menawarkan kami (menyantap anggur) itu bersamamu. Ada apakah gerangan?”

Rasulullah SAW tersenyum penuh arti lalu berkata: “Tidakkah kalian lihat betapa bahagianya ia dengan mangkuk (anggur) itu? Ketahuilah ketika aku memakannya, anggur itu terasa asam. Maka aku khawatir apabila aku membaginya kepada kalian, maka kalian akan menampakkan reaksi sesuatu yang akan merusak kebahagiaannya”.

Para sahabat terdiam sambil mengangguk-anggukan kepala penuh rasa hormat.  

– Tidak dapat dipungkiri bahwa para sahabat dan semua istri Rasulullah saw mengetahui bahwa Rasulullah memiliki rasa cinta dan sayang yang lebih terhadap Aisyah ra daripada istri-istri yang lain diluar Khadijah ra. Namun demikian Rasulullah tidak suka memperlihatkannya secara terang-terangan.

Alkisah, suatu hari Aisyah yang memang masih sangat muda, ingin agar Rasulullah menyatakan kelebihan cinta tersebut di hadapan istri-istri beliau yang lain. Aisyah memohon agar Rasulullah mengumpulkan mereka semua dan mengatakan bahwa hanya dirinya yang menerima uang sebesar 1 dinar sebagai ungkapan rasa cinta yang lebih besar. Rasulullahpun mengabulkan permintaan tersebut.

Para Umirul Mukmininpun dikumpulkan. Kemudian Rasululullah meminta agar mereka yang pagi ini menerima pemberian uang 1 dinar dari Rasulullah mengacungkan jarinya. Maka dengan penuh rasa bangga Aisyah segera mengangkat tangannya.

Namun apa yang terjadi?

Ketika Aisyah menengok ke kiri dan ke kanan ternyata semua istri Rasulpun mengangkat jari tangannya sambil tersenyum simpul penuh arti!

2. Sabar.

– Suatu hari Rasulullah memutuskan untuk pergi ke Thoif, suatu kota kecil berhawa sejuk tidak jauh dari Mekkah tempat para pemuka Quraisy berlibur. Ini dilakukan Rasulullah dengan harapan dalam suasana sejuk mereka mau menerima dakwah Islam.

Tapi siapa nyana Rasulullah justru mendapat perlakuan kasar. Beliau dilempari batu hingga terpaksa harus berlari mencari tempat berlindung. Melihat itu malaikat gunungpun tak trima dan menawarkan bila Rasulullah mengizinkan ia akan menimpakan gunung yang ada di dekat mereka. Tentu dengan izin Allah swt.

Namun apa jawaban Rasul?

“Aku bahkan menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukannya  dengan sesuatupun”.

Sungguh benar apa yang dikatakan Aisyah,  “Akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an”. (HR Ahmad).

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung”. (Terjemah QS. Ali Imran(3):200).

( Bersambung)

Read Full Post »

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung”.

Hadist diatas menunjukkan kecenderungan manusia dalam memilih pasangan hidup, yaitu karena kekayaan/harta, keturunan, kecantikan dan terakhir agamanya. Islam tidak menafikkan   kecenderungan tersebut. Akan tetapi memperingatkan tidak mendahulukan bahkan menomor belakangkan pilihan berdasarkan agama sudah pasti akan merugikan diri sendiri.

Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah). 

Agama yang dimaksud pada hadist di atas sudah barang tentu adalah Islam karena menikah dengan penganut selain Islam haram hukumnya sebagaimana ayat 221 surat Al-Baqarah berikut :

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.

Pernikahan adalah menyatukan seorang lelaki dan seorang perempuan dalam ikatan pernikahan, yang tidak jarang berbeda latar latar belakang, kebiasaan, budaya dan pendidikan, yang hampir dapat dipastikan memerlukan usaha untuk menyerasikannya agar di kemudian hari tidak timbul permasalahan. Bahkan sering kali bukan cuma yang bersangkutan tapi juga keluarga besar yang bersangkutan. Jadi tidak perlu lagi menambah permasalahan beda keyakinan dan agama.

Pernikahan dalam Islam adalah hal yang sangat sakral. Ia tidak sekedar menyatukan sepasang lelaki dan perempuan dalam sebuah ikatan. Lebih lagi menyatukannya dibawah kesaksian Tuhannya, yaitu Allah Aza wa Jala.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hati-hati terhadap perempuan. Kamu mengambilnya dengan amanat Allah dan menghalalkan untuk menggaulinya dengan kalimat Allah.

Dengan demkian jelas tujuan pernikahan adalah dunia dan akhirat. Tak salah bila doa yang ditujukan bagi sepasang pengantin Muslim adalah “Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah”. Inilah sebaik-baik doa. Doa ini berdasarkan ayat berikut,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram ( sakinah) kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih (mawaddah)  dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”  (Terjemah QS. Ar-Rum(30):21).

Kata sakinah dari akar kata sakakan – yaskunu, memiliki arti kedamaian, ketenangan, ketentraman, dan keamanan. Bisa juga diartikan dengan kata senang berdasarkan ayat berikut,

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang (sakina) kepadanya.” (Terjemah QS. Al-A’raf(7):189).

Sedangkan mawaddah yang berasal dari kata wadda -yawaddu, diartikan sebagai rasa sayang atau cinta yang membara/ menggebu. Adanya hasrat dan nafsu yang merupakan kodrat manusia ini ketika dibingkai indah dalam sebuah ikatan pernikahan akan melahirkan energi positif. Energi dasyat yang sangat penting dalam perjalanan panjang pernikahan.

Suami maupun istri sebaiknya dapat saling menyenangkan dan memuaskan pasangannya hingga tercipta rasa saling memiliki dan menyayangi. Ikatan yang demikian inilah yang dapat menambah kuatnya ikatan dan keharmonisan rumah tangga. Baik antar suami dan istri maupun dengan anak-anak yang merupakan titipan dari-Nya.

Patut diingat salah satu perintah Islam untuk menikah adalah demi perkembang-biakkan manusia di muka bumi ini. Ucapan ijab kabul  “Saya nikahkan dan saya kawinkan” yang lazim diucapkan wali calon pengantin perempuan dan dijawab “Saya terima nikah dan kawinnya” oleh calon pengantin lelaki dalam suatu upacara pernikahan (akad nikah) menegaskan hal tersebut.  

Itu pula sebabnya Allah swt melaknat hubungan sesama jenis yang sangat berbahaya bagi  perkembang-biakan manusia.

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas”. ( Terjemah QS. A-Araf(7):81).  

Sementara kata rahmah dari akar kata rahima – yarhamu, diartikan sebagai kasih, ampunan, rahmat, rezeki, dan karunia dari Allah SWT. Sebuah keluarga yang penuh rahmah akan saling memahami dan saling perhatian. Rahmah tidak akan terwujud jika pasangan saling menyakiti satu sama lain.

Dengan demikian doa sakinah, mawaddah wa rahmah dapat diartikan “Semoga menjadi keluarga yang tenang, tentram, damai, penuh cinta dan kasih sayang dibawah lindungan Allah SWT”. Atau singkatnya ” Semoga menjadi keluarga bahagia di dunia maupun di akhirat”.

Namun doa juga harus dibarengi usaha. Antara lain suami sebagai kepala keluarga, agar bekerja maksimal mencari nafkah yang baik dan halal. Sekaligus sebagai imam, nakhoda dalam shalat maupun kehidupan sehari-hari, agar dapat membimbing dan mencontohkan kesholehan kepada istri dan anak-anaknya. Demikian juga istri dan anak yang mempunyai kewajiban dan hak masing-masing.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang sholehah, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). … … ”. (Terjemah QS. An-Nisa(4):34)

Akhir kata, keluarga adalah satuan terkecil masyarakat. Maka ketika keluarga yang baik (sakinah mawaddah wa rahmah) terbentuk akan terbentuk pula bangsa/masyarakat baik. Dan bila keluarga tidak baik, maka akan lahir pula bangsa/masyarakat yang tidak baik.

Wallahu’alam bish shawwab.

Jakarta, 13 Juni 2022.

Vien AM.

Read Full Post »

Sejak beberapa tahun terakhir ini banyak pesantren yang menjadikan panahan sebagai salah satu kegiatan mereka.  Kegiatan olah raga yang masuk dalam kategori atletik ini ternyata tidak hanya diminati para santriwan santriwati namun juga para ibu jamaah MT (Majlis Taklim). Dengan penuh semangat para ibu tersebut mencoba mempraktekkan apa yang dicontohkan sang coach panahan yang tak jarang adalah seorang ustadz. Demikian pula kami, MT Raudhatul Jannah beberapa waktu lalu di lokasi panahan Emaki Al-Ma’soem Resort Lembang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Segala sesuatu yang tidak mengandung dzikirullah padanya maka itu adalah kesia-siaan dan main-main kecuali empat perkara: yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasai no.8890). Al-Albani menyatakan bahwa hadits itu shahih (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no.4534).

Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, serta memanah,” (HR Bukhari/Muslim). Rasullullah SAW bersabda, ”Lemparkanlah (panah) serta tunggangilah (kuda). ” (HR Muslim)

Hadist di atas itulah yang rupanya yang menjadi penyebab berlombanya kaum Muslimin menjajal olah raga yang melibatkan 3 unsur itu. Yaitu busur yang berfungsi sebagai pelontar, anak panah sebagai pelurunya, dan papan sasaran sebagai tujuan.

Kegiatan memanah sebagai bagian dari kegiatan sehar-hari sudah dikenal sejak awal peradaban manusia. Yaitu sebagai cara untuk melindungi diri dari bahaya binatang buas, selain sebagai perburuan hewan untuk dimakan. Juga dalam peperangan melawan musuh dan pertahanan diri. Namun sebagai sebuah olahraga, panahan ternyata memiliki filosofi yang cukup mendalam, ia tidak hanya dapat membuat tubuh kita bugar, namun juga sarat dengan makna. Simak kisah berikut :

Pada suatu senja yang kelabu, terlihatlah rombongan raja yang baru pulang dari berburu di hutan. Hari itu adalah hari tersial bagi mereka, karena mereka sama sekali tidak membawa hasil buruan. Seolah-olah anak panah dan busur, tidak bisa dikendalikan dengan baik seperti biasanya. Setibanya dipinggir hutan, raja memutuskan untuk beristirahat sejenak di rumah sederhana milik seorang pemburu yang terkenal karena kehebatannya memanah.

Dengan tergopoh-gopoh, pemburu itu menyambut kedatangan raja beserta rombongannya. Ketika berbasa-basi, san pemburu memperhatikan air muka raja yang nampak jengkel dan tidak bahagia. Pemburu itupun lalu menanyakan alasan kejengkelan dan ketidakbahagiaan itu. Tetapi raja malah beranjak pergi tanpa menjawab pertanyaan pemburu trsebut, dan menghampiri sebuah busur tanpa tali yang tergeletak di sudut ruangan. Raja pun mempertanyakan busur yang dilihatnya tanpa tali itu kepada pemburu.

Menjawab pertanyaan raja, pemburupun menjelaskan alasan mengapa tali busurnya sengaja dilepas. Menurut pemburu itu, busur membutuhkan waktu untuk beristirahat. Jadi ketika talinya dipasang kembali, busur itu tetap lentur untuk melontar anak panahnya. Karena menurut pengalaman, tali busur yang terus tegang tidak bisa dipergunakan secara optimal. Raja memuji pengetahuan pemburu yang ahli memanah itu. Dan memang itu yang diajarkan secara turun temurun di keluarga pemburu itu.

Pemburu itu lalu menambahkan bahwa pelajaran lain yang tidak kalah penting yang dilakukan adalah menjaga pikiran. Karena sehebat apapun kita, jika pikiran kita tidak fokus, perasaan kita tidak seirama dengan tangan, anak panah dan busur, maka hasilnya juga tidak akan maksimal untuk mencapai sasaran buruan yang kita inginkan.

Raja terkesima mendengar penjelasan itu. Sedetik kemudian raja pun tertawa dan berterima kasih kepada sng pemburu atas pelajaran berharga yang diberikan. Setelah cukup beristirahat, raja dan rombonganpun pulang setelah dengan perasaan gembira sambil meyakinkan diri bahwa perburuan berikutnya pasti akan berhasil lebih baik.

Kisah di atas menggambarkan dengan jelas bahwa kegiatan memanah perlu persiapan yang matang. Diantaranya emosi dan pikiran yang tenang. Sehebat apapun seorang pemanah bila ia tidak dapat menjaga emosi dan pikiran besar kemungkinan akan gagal mengenai sasaran.

Diperlukan proses panjang untuk menuju keberhasilan. Diawali dengan pemilihan busur yang sesuai dengan kondisi dan keadaan si pemanah, dilanjutkan dengan cara berdiri tegak dengan kuda- kuda yang kokoh, tangan yang kuat dan stabil untuk mengangkat busur ( membidik) lalu menarik anak panahnya kuat-kuat. Terakhir adalah konsentrasi yang tinggi sambil memperhitungkan kekuatan dan arah angin, sebelum akhirnya melepasnya.

Dalam Islam hal tersebut bisa di artikan membidik adalah niat, menarik adalah usaha/ikhtiar dan melepaskannya adalah tawakkal. Seperti juga dalam kehidupan sehari-hari, begitu anak panah dilepaskan kita hanya bisa pasrah, menanti apakah hasil bidikan kita tepat mengenai sasaran atau tidak.  Kita sebagai manusia hanya diperintahkan-Nya untuk berusaha secara maksimal, Allah swt lah yang menentukan hasilnya.   Yang juga tak kalah penting, yaitu cadangan anak panah yang menjadi bagian wajib peralatan memanah. Ini diartikan sebagai plan B, C, D dan seterusnya. Yaitu ketika target A tidak terpenuhi maka kita harus bersabar, tidak boleh putus asa, dan melanjutkannya dengan anak panah berikutnya.

Tak salah bila ternyata dalam bidang managementpun tidak sedikit perusahaan yang menerapkan filosofi memanah untuk membentuk SDM ( Sumber Daya Manusia) mereka. Tahapan-tahapan memanah terbukti dapat melahirkan manusia-manusia yang berkwalitas.

Sejarah mencatat bagaimana karier seorang Sa’ad bin Waqqash ra, sahabat yang dikenal kepiawaiannya dalam memanah. Konon Sa’ad mampu melepas 8 anak panah sekaligus ke 8 sasaran yang berbeda namun tepat sasaran. Sa’ad adalah satu dari 10 sahabat yang disebutkan Rasulullah saw masuk surga. Ia tergolong ke dalam orang-orang yang pertama masuk Islam atau Assabiqunal Awwalun.

Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf adalah paman nabi dari garis ibu yaitu Aminah binti Wahab. Kakek Sa’ad, yakni Wuhaib merupakan paman dari Aminah. Namun usianya jauh lebih muda dari Rasulullah. Ia lahir dari keluarga bangsawan Quraisy kaya raya yang sejak muda belia sudah hobby memanah. Selain dikenal sebagai pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas ia juga dikenal sangat menyayangi, menghormati sekaligus patuh pada ibunya. Sesuatu yang sangat sesuai dengan ajaran Islam.

Pada usia 17 tahun ia memutuskan memeluk Islam namun ibunya berusaha keras menghalanginya. Selama beberapa hari sang ibu mogok makan dan minum dengan harapan putranya itu mau kembali ke agama nenek moyang mereka. Sa’adpun menjawab tegas bahwa meski ia sangat menyayanginya namun kecintaannya pada Allah SWT dan Rasulullah SAW jauh lebih besar lagi.

“Wahai ibu, demi Allah seandainya engkau mempunyai seribu nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah meninggalkan agama ini selamanya,”

Menyadari keteguhan hati putranya sang ibu akhirnya menyerah. Kisah tersebut Allah swt abadikan pada ayat 15 surah Luqman berikut :

“Dan, jika keduanya memaksa untuk mempersatukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”

Rasulullah saw sangat menyayangi Sa’ad hingga suatu hari pernah memohon kepada Allah swt agar selalu mengabulkan apapun permintaan Sa’ad. Rasulullah juga pernah menyemangati Sa’ad yang senantiasa setia berperang melawan musuh-musuh Islam agar terus memanah dengan tebusan ke dua orang-tuanya. Sesuatu yang tidak pernah dikatakan Rasullah kecuali kepada Sa’ad. Namun bagi bangsa Arab adalah sesuatu yang biasa dikatakan sebagai tanda kehormatan.

“Lepaskanlah panahmu, wahai Sa’ad! Tebusanmu adalah ayah dan ibuku!” kata Rasulullah saat Perang Uhud,

Di kemudian hari Sa’ad kerap memperkenalkan dirinya dengan mengatakan “Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.”   

Sa’ad pernah menjabat sebagai penglima perang bersama Khalid bin Walid ra dalam penaklukan Persia dan membebaskan ibu kotanya, Kisra. Ia juga pernah menjadi amir (gubernur) d Kufah Persia. Khalifah Ustman bin Affan ra pada 651 H bahkan mempercayakan Sa’ad sebagai duta negara untuk tanah Tiongkok. Ia menjalankan tugas tersebut dengan sangat baik hingga ajaran Islampun mampu menyebar di negri tirai bambu tersebut. Sa’ad diterima kaisar Gaozong, penguasa Dinasti Tang saat itu dengan tangan terbuka. Meski demikian, Sa’ad adalah orang yang sering menangis karena takut kepada Allah. Setiap kali mendengar Rasulullah memberi nasihat dan berkhutbah di hadapan para sahabat, maka air matanya selalu berlinang.

Abdullah bin Amr bin ‘Ash pernah mendekati Sa’ad dan memintanya agar mau menunjukkan ibadah dan amalan apa yang ia lakukan dalam mendekatkan diri kepada Allah sehingga Rasulullah menjaminnya menjadi penghuni surga.

Tidak lebih dari amal ibadah yang biasa kita lakukan. Namun, aku tidak pernah menyimpan dendam maupun niat jahat kepada siapa pun,” jelas Sa’ad.

Kesuksesan Sa’ad bin Waqqash di dunia maupun di akhirat, tersebut tak syak lagi pasti ada pengaruh dari hobbynya memanah sejak muda belia. Hobby yang mampu mengajarkannya bahwa hidup ini harus mempunyai target dan tujuan yang jelas. Karakternya yang pandai menjaga emosi, berpikir dengan tenang berhasil membukakan pintu Islam baginya. Dan dengan kekuatan fisiknya ia mampu berjuang gigih membela ajarannya. Ditambah dengan akal yang selalu diasah mengantarkannya ke puncak karirnya, dengan izin Allah swt tentunya.      

Sungguh benar apa yang dikatakan Rasululah “ Ajarilah anak-anakmu memanah”, karena banyak sekali hikmah yang didapat dari kegiatan ini. Semoga tanpa perlu menunggu terlalu lama akan lahir Sa’ad-Sa’ad yang mampu mengembalikan kejayaan Islam seperti di masa lalu, aamiin yaa robbal ‘alamiin.

Wallahu’alam bi shawwab.

Jakarta, 25 November 2021.

Vien AM.  

Read Full Post »

« Newer Posts - Older Posts »