Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘Umar Bin Khattab ra’

Dalam “Arriyadh Annadhirah Fi Manaqibil Asyarah“ tertulis, dari sahabat Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: “Wahai Aisyah, inginkah engkau mendengar kabar gembira?” Aisyah menjawab : “Tentu, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, ”Ada sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud; Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Sa’ad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam.”

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At-Taubah(9):100).

Itulah janji Sang Khalik terhadap para sahabat yang selama hidup sejak mereka memeluk Islam hingga akhir hayat senantiasa membela Rasulullah dengan taruhan seluruh jiwa raga, mengorbankan harta dan rela berperang demi menegakkan ajaran Islam. Sebuah ganjaran yang amat pantas. Sebaliknya, sungguh tak pantas bila kemudian ada orang yang meragukan keimanan para sahabat tersebut.

Namun nyatanya itulah yang terjadi. Sejumlah sahabat dekat seperti Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra dan Ustman bin Affan ra difitnah telah murtad tak lama setelah Rasulullah wafat. Khalifah ke 3, Ustman bin Affan ra bahkan dianggap telah memanipulasi dan merekayasa isi ayat-ayat Al-Quran hingga sesuai dengan keinginan beliau dan kelompoknya, yaitu suku Quraisy. Sesuatu yang benar-benar tidak masuk akal. Lupakah mereka bahwa justru orang-orang Quraisy, penentang terbesar Rasulullah pada masa awal keislaman, inilah penyebab hijrahnya kaum Muhajirin ? Dan bukankah Allah swt sendiri yang menjamin pemeliharaan kitab suci umat Islam ini?

“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS. AL Hijr (15):9).

Ironisnya, penyebar fitnah tersebut adalah orang-orang yang mengaku Islam !

Adalah kaum Khawarij, mereka adalah kaum yang pertama kali tercatat sebagai penyebar fitnah dalam tubuh Islam. Mereka adalah kaum yang memberontak terhadap pemerintahan Ustman bin Affan ra hingga menyebabkan terbunuhnya sang khalifah. Kaum yang mulanya membela kubu Ali bin Thalib ra, pengganti khalifah terbunuh, akhirnyapun membelot.  Mereka mulai mengkafirkan Ali dan sahabat-sahabat lain.

Parahnya lagi, hingga detik ini, fitnah keji tersebut  dipercaya dan diterima oleh sejumlah kelompok yang juga mengaku Islam. Diantaranya yaitu cendekiawan Muslim yang belajar dan menimba ilmu keagamaan Islam di Barat. Barat yang notabene Kristen dan memandang Islam sebagai ancaman, melihat jelas perpecahan di dalam tubuh Islam ini. Alhasil, dengan cepat merekapun memanfaatkan kesempatan tersebut dengan terus mengipasi umat Islam.

Kata “kritis” adalah kunci dasar pemikiran Barat. Maka dengan penuh percaya diri, para “cendekiawan” yang menamakan kelompoknya sebagai kelompok pembaharu itu, mulai nekad meng-“kritis”-i ( baca meragukan) ayat-ayat suci Al-Quranul Karim. JIL ( Jaringan Islam Liberal) adalah hanya satu diantara beberapa kelompok yang memiliki paham sesat tersebut.

Sementara kelompok Syiah, aliran Islam tertua yang berkembang pesat di Iran dan memiliki banyak pengikut di negri para mullah ini, terang-terangan mengajarkan ritual untuk mengutuk dan menghujat para sahabat. Bahkan dua istri Rasulullah, ibu umat Islam, yaitu Aisyah ra, putri Abu Bakar ra dan Hafsah ra, putri Umar bin Khattab,  tak luput pula dari fitnah keji yang mereka lemparkan. Yaitu, selain sebagai pelacur, na’udzubillah min dzalik, juga dituduh sebagai penyebab wafatnya Rasulullah saw, yaitu dengan cara meracuni Rasulullah !

( Untuk catatan, Syiah masuk kedalam kelompok aliran sesat diantaranya karena memiliki beberapa kitab suci disamping Al-Quran, diantaranya yaitu mushab Fatimah. Kitab ini, menurut mereka, berisikan firman Allah swt yang khusus  diturunkan kepada Fatimah ra, putri Rasulullah dan ditulis oleh Ali bin Abu Thalib ra, menantu Rasulullah.)

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…. “.(QS.Al-Ahzab(33):6).

« Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.(QS.Al-Ahzab(33) :57).

Bila Rasulullah saw masih ada, tak dapat dibayangkan betapa akan sakit hatinya beliau mendengar fitnah yang menimpa orang-orang yang beliau sayangi tersebut.

Adanya ritual keji ini diakui sendiri oleh pengikut Syiah yang tampaknya masih mempunyai hati nurani. Karena betapapun buruknya sebuah ajaran, mengutuk dan menghujat sesama manusia bukanlah hal yang terpuji. Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan hal seperti itu.

Penyebab awal kebencian Syiah, sejatinya adalah tentang hak kepemimpinan. Menurut kelompok ini hanya garis keturunan Husein bin Ali bin Thalib sebagai cucu Rasulullah saw, yang berhak meneruskan kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah. Itu sebabnya mereka tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab maupun Ustman bin Affan. Dengan teganya, Abu Lu’lua, yang membunuh Umar ketika khalifah ke dua ini sedang shalat Subuh, bahkan mereka elu-elukan sebagai pahlawan. Selanjutnya, hadits-hadits yang bukan berasal dari Ali bin Abu Thalib dan dianggap tidak memihak kepentingan mereka, tidak mereka jadikan pegangan.

Keyakinan tersebut berdasarkan keyakinan kepada apa yang dikatakan Rasulullah pada suatu hari yang kelak mereka namakan Idul Ghadir, yang mereka rayakan setiap tahun, tak terkecuali di Republik tercinta ini. Ketika itu mereka mendengar bahwa Rasulullah telah menunjuk Ali bin Abu Thalib sebagai pengganti Rasulullah bila wafat nanti. Peristiwa itu terjadi pada perjalanan pulang Rasulullah dari Haji Wa’da dimana berkumpul ratusan ribu kaum Muslimin dari segala penjuru.  Kalau memang Rasulullah menghendaki Ali sebagai pengganti beliau saw, tentu akan beliau ungkapkan pada Haji Wa’da bukan sepulangnya, ketika sebagian besar kaum Muslimin telah berpencar pulang ke rumah masing-masing.

Ucapan Rasulullah itu sejatinya ditujukan untuk pasukan Ali ra yang tidak mau menuruti perintah menantu Rasulullah tersebut. Ketika itu Ali mengadu kepada Rasulullah bahwa pasukannya itu tidak mau mentaati Ali yang saat itu sedang menjalankan amanat Rasulullah di negri Yaman.

https://www.youtube.com/watch?v=pghJsKrFeNc

Apapun pendapat kelompok-kelompok yang membenci para sahabat, yang notabene adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar, Allah telah ridho terhadap mereka dan telah memaafkan segala kesalahan mereka, yang tentu saja sangat manusiawi.

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, “(QS.At-Taubah(9):117).

Menjadi catatan penting, menghujat apalagi meng-kafirkan para sahabat yang terbukti mendapat ampunan dan pujian dari Allah swt adalah bukan hal sepele. Ini adalah awal bencana. Karena para sahabat adalah saksi turunnya ayat-ayat suci Al-Quran kepada Rasulullah. Merekalah yang mengetahui kapan, bagaimana Rasulullah dan masyarakat menanggapi ayat-ayat tersebut.

Jangan lupa, ayat-ayat Al-Quran turun dalam bentuk lisan bukan tulisan seperti yang kita saksikan sekarang ini. Urutan turunnyapun tidak sama dengan apa yang kita baca hari ini. Para sahabatlah yang menuliskan ayat-ayat tersebut, dengan urutan sesuai petunjuk Rasulullah saw. Dengan kata lain, menghujat dan mengkafirkan para sahabat bisa beresiko pada hilangnya kepercayaan terhadap ayat-ayat  suci itu sendiri.

Sejarah mencatat, betapa tingginya keimanan para sahabat. Abu Bakar adalah seorang yang dikenal sangat jujur. Ia telah menjadi sahabat Rasulullah jauh sebelum kerasulan. Ia termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Ia tidak pernah meragukan apapun yang dikatakan sahabatnya itu. Itu sebabnya ia mendapat julukan Ash-shiddiq. ( yang selalu membenarkan). Tak heran bila Rasulullah suatu ketika pernah mengatakan bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling beliau cintai. Ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa Rasulullah menikahi putrinya, Aisyah ra. Allah swt mengabadikan ketinggian keimanan Abu Bakar ra yang pernah memerdekakan 7 budak agar mereka dapat mengenal Islam dengan ayat-ayat berikut:

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni’mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS.Al-Lail(92):17-21).

Sementara dengan Umar bin Khattab ra, sebelum memeluk Islam, Rasulullah pernah bersabda:

Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Allah swt juga beberapa kali menurunkan ayat-ayat Al-Quran berkenaan dengan sikap Umar. . Diantaranya adalah ayat 67 surat Al-anfal. Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah meminta pendapat para sahabat tentang apa yang harus diperbuat terhadap tawanan perang Badar. Abu Bakar berpendapat bahwa sebaiknya tawanan dibebaskan dengan tebusan. Sementara Umar berpendapat sebaiknya mereka dibunuh. Awalnya Rasulullah setuju dengan Abu Bakar. Namun ternyata kemudian turun ayat 67 diatas yang isinya sesuai dengan anjuran Umar.

Namun demikian ini bukan berarti bahwa Umar adalah seorang yang sadis. Suatu ketika pada masa Umar menjadi khalifah, beliau pernah berujar : “Janganlah kamu mengira sifat kerasku tetap bercokol. Sejak awal ketika aku bersama Rasulullah saw, aku selalu menjaga keamanan dan ketentraman negri ( mentri dalam negri). Di masa Abu Bakarpun tetap demikian. Tetapi kini setelah urusan diserahkan kepadaku, akulah orang yang paling lemah dihadapan yang haq”.

Ini dibuktikannya dengan berbagai tindakannya yang sangat berpihak kepada rakyat kecil. Diantaranya yaitu dengan menyamar sebagai orang biasa dan berkeliling melihat keadaan rakyatnya.

Abbas ra berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku memiliki dua penasehat dari ahli langit dan dua penasehat dari ahli bumi. Yang dari langit ialah malaikat Jibril dan Mikail sedangkan yang dari bumi adalah Abu Bakar dan Umar. Merekalah pendengaran dan penglihatanku”. (HR. Alhaakim, Ibnu Asaakir dan Abu Na’ím dalam Fadhailus Sohabah).

Selanjutnya adalah Ustman bin Affan ra, sahabat sekaligus menantu Rasulullah yang di kemudian hari menjadi khalfah ke 3 dan mendapat julukan  Dzunnur’ain (seorang. yang memiliki dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah.  Ustman menikahi Ruqayah, putri ke 2 Rasulullah sebelum datangnya Islam. Kemudian setelah istrinya tercinta ini wafat, Rasulullah menikahkan beliau dengan adik Ruqayah yaitu Ummu Kaltsum.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa ?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya ?”

Ustman adalah seorang kaya raya namun amat dermawan. Suatu ketika di Madinah, kaum Muslimin sedang menghadapi kesulitan air. Sebenarnya ada sebuah sumur yang diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut. Namun  air sumur milik Yahudi tersebut diperjual belikan padahal kaum Muslimin tidak cukup memiliki uang. Maka datanglah Ustman membeli sumur tersebut dengan harga 20 ribu dirham, harga yang sangat tinggi. Hebatnya, sumur tersebut diberikan airnya kepada kaum Muslimin secara cuma-cuma.

Selain Ustman, sahabat kaya raya yang juga dikenal banyak menginfakkan hartanya untuk membantu saudara-saudaranya yang kesusahan adalah Abdul Rahman bin Auf. Juga Arqam bin Abi Arqam yang merelakan rumahnya dijadikan pusat dakwah Rasulullah. Rasulullah saw memuji Amr bin Ash dengan sabdanya: “Manusia sekedar masuk Islam, tapi Amr Bin Ash masuk Islam dengan iman”. (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Tirmidzi).

Akan halnya Ali bin Abu Thalib, tak satupun orang meragukan ketakwaan menantu Rasulullah yang sejak kecil telah menjadi bagian dari keluarga Rasulullah saw ini. Ali ditunjuk Rasulullah untuk tidur di atas tempat tidur beliau ketika orang-orang Quraisy bersekongkol membunuh Rasulullah. Dan Ali rela melakukan tugas mulia tersebut.

Dalam perang Khandaq, dengan agak memaksa Ali memohon agar Rasulullah mengizinkan beliau melayani tantangan Amru bin Wudd, seorang pimpinan pasukan berkuda Quraisy yang dikenal sangat kuat dan gagah perkasa.

“”Aku mengajak kamu ke jalan Allah, ke jalan Rasulullah dan kepada Islam“, seru Ali .

“Aku tidak memerlukan itu semua“, jawab Amru congkak.

“Kalau begitu, aku mengajak kamu bertempur“, tanggap Ali lagi.

“Mengapa hai anak saudaraku, demi berhala Allata aku tidak ingin membunuhmu“, jawab Amru lagi.

“Tapi demi Allah, aku ingin membunuhmu“, tantang Ali lantang.

Akhirnya terjadilah pertempuran yang mengakibatkan jatuhnya Amru dan usailah perang dimana Madinah bertahan dengan sistim paritnya yang diprakasai Salman Alfaritsi itu.

Dari pihak Anshar juga tak kalah hebatnya. Ada seorang rabbi di Madinah  yang cerdik-pandai, yaitu Abdullah bin Sallam. Setelah berkonsultasi dengan Rasulullah  iapun lalu memeluk Islam dan mengajak pula keluarganya untuk mengikuti jejaknya. Lalu merekapun bersama-sama mengikuti cahaya Islam. Sementara pada suatu peristiwa penting, yang dikenal dengan nama Baitur Ridwan ( perjanjian di bawah pohon),  para sahabat Anshar membuktikan ketakwaan mereka .

( Tentang baitur Ridwan, click :

http://vienmuhadisbooks.com/2011/06/10/xxi-perdamaian-hudaibiyah-dan-baitur-ridwan/  )

“ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”(QS.Al-Fath(48):18).

 “ Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS.An-Nisa (4): 69-70).

Menurut Masruq, kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan para sahabat yang suatu ketika berkata kepada Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, kami tidak mau berpisah denganmu. Sesungguhnya jika engkau mendahului kami, engkau pasti akan mendapatkan tempat yang lebih tinggi bersama para nabi lain sehingga kami tidak akan dapat melihatmu”. (HR. Ibnu Abi Hatim).

Sungguh orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar adalah orang-orang yang dikasihi Allah swt dan patut menjadi panutan.

Wallahua’lam bish shawwab.

Paris, 8 Maret 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

III. Masa Khulafaur Rasyidin.

Suatu ketika Rasulullah saw bersabda : “Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian adalah seorang hamba sahaya dari negeri Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa hidup sesudahku niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh kalian perkara agama yang diada-adakan karena semua yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.”.( HR.Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Dzahabi dan Hakim).

Kekhilafahan dibawah pimpinan sahabat terdekat dan terbaik Rasulullah, yaitu Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra, Ustman bin Affan ra dan Ali bin Abu Thalib adalah masa pemerintahan terbaik dan teradil setelah masa kenabian. Para pemimpin memberikan keteladanan sesuai syariah. Akhlak mereka sesuai tuntunan Rasullullah demikian pula hukum yang diterapkan. Sayang masa ini sangat singkat, yaitu hanya sekitar 30 tahunan.

Hal terpenting yang patut dicatat pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar adalah peristiwa dimana sebagian besar masyarakat murtad. Ada  yang kembali kufur ada yang mengaku-ngaku sebagai nabi dan ada pula yang menolak membayar zakat. Mulanya sebagian sahabat menasehatinya agar tidak memerangi mereka. Namun dengan tegas Abu Bakar berkata : ” Demi Allah, andaikan mereka tidak mau menyerahkan tali unta yang mereka pernah serahkan kepada Rasulullah pasti aku akan berjihad melawan mereka”. 

Maka berkat ketegasannya dalam menegakkan hukum inilah, Islam dapat berkembang pesat hingga kini. Padahal Abu Bakar dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut. Sebaliknya bagi Umar Bin Khattab. Sebelum menjadi khalifah orang mengenalnya sebagai pribadi yang kokoh dan keras. Namun pada peristiwa penaklukan Al-Quds di Palestina, Amirul Mukminin pertama ini  justru memperlakukan penduduk kota yang sebagian besar adalah ahli kitab itu dengan penuh kelembutan. Tidak ada korban pada peristiwa tersebut. Bahkan kedalam tangannya sendiri, pendeta Kristen pimpinan kota tersebut menyerahkan kunci kota dengan penuh kedamaian. Sang Khalifah hanya menuntut agar mereka bersedia membayar jizyah sebagai jaminan kemanan mereka. Selanjutnya mereka  bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa harus sembunyi-sembunyi.

IV. Kekhilafahan Islamiyah dan para Diktator .

Telah datang suatu masa kenabian atas kehendak Allah kemudian berakhir.  Setelah itu akan datang masa Khilafah Rasyidah sesuai dengan jalan kenabian, atas kehendak Allah, kemudian akan berakhir. Lalu, akan datang masa kekuasaan yang terdapat di dalamnya banyak kezhaliman, atas kehendak Allah, kemudian berakhir pula.  Lantas, akan datang zamannya para diktator (mulkan adludan), atas kehendak Allah, akan berakhir juga. Kemudian (terakhir), akan datang kembali masa Khilafah Rasyidah yang mengikuti jalan kenabian. (HR. Imam Ahmad dan Al Bazzar)

Bila ditinjau dari sudut sains dan pengetahuan, masa kekhilafahan ( Umawiyah, Abbasiyah dan Ustmaniyah )  adalah masa keemasan Islam. Ilmu berkembang sangat pesat, ilmuwan bermunculan dimana-mana. Pembangunan berjalan begitu pesat. Tidak hanya masjid yang sekaligus berfungsi sebagai tempat untuk menuntut ilmu namun juga madrasah sebagai lembaga pendidikan perguruan tinggi dan penelitian, pembangunan kota  mengalami puncak keindahan dan kemegahan Islam. Pendek kata, Islam telah berada di masa kejayaan dan keemasannya pada segala bidang.

Ironisnya bersamaan dengan kemajuan tersebut, dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan yang berarti juga semakin menumpuknya kekayaan ( termasuk dari ghonimah / pampasan perang) akhlak sebagian para pemimpinnyapun semakin lama semakin buruk. Kebudayaan Barat mulai masuk dan merusak aqidah para pemimpin. Mereka mulai tidak menjalankan tugasnya sesuai amanah, hukum dan peraturan ditegakkan dengan kurang adil. Akibatnya masyarakat mulai hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Akhirnya jatuhlah kekhalifahan ke tangan barat dan masyarakat Islampun hidup bercerai berai tanpa hukum Islam yang adil.

Sejak itu bermunculan negara-negara kecil yang dipimpin para diktator yang mengaku dirinya Islam namun memimpin negaranya tanpa hukum Islam yang adil. Hak rakyat terdzalimi sementara korupsi meraja-lela. Para pemimpin ini  bahkan tunduk kepada hukum Barat yang sekuler. Ironisnya lagi, dengan berbagai dalih dan alasan, ayat-ayat Al-Quran agar tidak memilih pemimpin dari golongan non Muslim malah diabaikan oleh sebagian besar kaum Muslimin. Mereka lebih memilih hukum sekuler dan meninggalkan hukum serta peraturan Islam yang adil yang secara fitrahpun sebenarnya tidak memihak pada golongan tertentu. Inilah yang saat ini sedang terjadi dihadapan  kita.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. ( Terjemah QS. Al-Maidah (3):51).

V. Penutup.

Berdasarkan pengamatan sejumlah ulama, saat ini kita sedang berada di ujung masa kediktatoran yang dzalim dan sedang menuju ke masa peralihan antara  zaman  tersebut dengan masa menjelang kembalinya kekhilafahan yang mengikuti jalan kenabian. Wallahu’alam.

Namun kekhilafahan tidak harus sama persis dengan kekhilafahan zaman Khulafaur Rasyidin ataupun kekhilafahan sesudahnya. Keadaan dunia saat ini telah berubah banyak. Sebagian besar umat yang mengaku diri Islam sesungguhnya tidak lagi benar-benar menjunjung ajaran, hukum bahkan ruh Islam yang murni. Pemikiran dan ideologi barat yang telah jauh merasuk  sejak jatuhnya kekhilafahan pada tahun 1923 masih melekat dalam hati sanubari dan pikiran umat.

Dibutuhkan waktu yang tidak sedikit agar umat Islam mau kembali mempelajari hukum agamanya, agar umat ini bangga dan percaya diri akan hukum Islam yang adil sebagaimana dicontohkan Rasulullah pada periode Madinah 14 abad silam.

Saat ini perkembangan ke arah tersebut mulai terlihat. Jilbab dan busana Muslimah yang telah terbukti jelas dapat melindungi hak perempuan dari pelecehan seksual serta sebaliknya mampu membentengi lelaki dari godaan daya tarik perempuan, tampak mulai digunakan kembali oleh para Muslimah. Sementara bank syariah yang juga jelas berpotensi melindungi seluruh lapisan masyarakat dari kedzaliman  mulai bermunculan dan masyarakat mulai pula meninggalkan bank konventional yang menerapkan sistim Riba yang diharamkan dalam hukum Islam.

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”( QS.Al-Baqarah(2):275).

Demikian pula dengan bermunculannya partai-partai Islam yang dengan berani menonjolkan ke-Islam-annya serta terbukti pula mulai mendapat dukungan masyarakat luas. Semoga dengan cara bertahap, hukum Islam yang terbukti adil dan tidak memihak akan melahirkan kembali kekhilafahan Islam yang diridhoi-Nya, amin. Karena hanya dengan cara inilah bumi dan isinya termasuk seluruh penduduknya akan mencapai kemakmuran dan kesejahteraan yang hakiki.

…. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu( Al-Qur’an). Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)” (QS.Asy-Syura’(42):14-15)

Wallahu’alam bishawab.

Jakarta, Maret 2009

Vien AM.

Sumber :

1. Manhaj Dakwah Rasulullah oleh Prof. DR. Muhammad Amahzun.

2. Sejarah Islam oleh Ahmad Al-Usairy.

3.http://www.dataphone.se/~ahmad/uudmadin.htm

4.http://www.muallaf.com/index.php?view=article&id=497%3Amereka-bicara- tentang-piagam-madinah&option=com.content&Itemid=92

Read Full Post »

Salah satu ciri orang beriman adalah mempercayai yang ghaib, diantaranya yaitu dengan meyakini adanya Hari Kiamat dan adanya Surga serta Neraka. Surga dan Neraka  adalah  dua tempat kembali bagi seluruh manusia yang pernah ada di dunia ini, sejak manusia pertama Adam as hingga manusia terakhir yang bakal dilahirkan kelak. Baik itu manusia biasa maupun para utusan Allah. Ini adalah ketentuan Sang Khalik,  Allah Azza Wa Jalla  yang tidak mungkin dielakkan.

Dimulai dengan terjadinya Hari Kiamat yang ditandai dengan terdengarnya bunyi sangkakala yang ditiup oleh malaikat  Israfil.

Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan. Dan disempurnakan bagi tiap-tiap jiwa (balasan) apa yang telah dikerjakannya dan Dia lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS.Az-Zumar(39):68-70).

Pada hari itu Allah swt membagi hamba-Nya atas 3 golongan yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Golongan itu adalah :

1. Golongan orang yang paling dahulu beriman atau golongan Asyabiqun.

2. Golongan kanan atau golongan Al-Maimanah.

3. Golongan kiri atau golongan Al-Masy’amah yang merupakan golongan terburuk.

Golongan Al-Masy’amah adalah golongan para calon penghuni neraka sedangkan dua kelompok sebelumnya adalah golongan para calon penghuni surga. Golongan Asyabiqun lebih tinggi kedudukannya dibanding golongan Al-Maimanah. Mereka adalah orang-orang yang sangat dekat dengan-Nya. Oleh karenanya mereka masuk ke surga lebih awal  dan tempatnyapun didekatkan kepada-Nya. Itulah surga kenikmatan. ( Al-Jannatin Na’im). Para rasul dan nabi termasuk kedalam golongan ini.

Apabila terjadi hari kiamat, terjadinya kiamat itu tidak dapat didustakan (disangkal). (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya dan gunung-gunung dihancur luluhkan sehancur-hancurnya, maka jadilah dia debu yang beterbangan  dan kamu menjadi tiga golongan .Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. . Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga)”. ( QS. Al-Waqiyah ( 56): 1-9).

Namun mengapa Sang Khalik membagi calon penghuni surga atas 2 kelompok? Atas dasar dan kriteria yang bagaimanakah  Ia membuat pengelompokkan tersebut? Dapatkah kita, manusia mengetahui hal ini?

Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga keni`matan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. ( QS. Al-Waqiyah ( 56): 10-14)

Yang dimaksud dengan orang yang paling dahulu beriman adalah orang yang bersegera, yang tidak menunda-nunda mengimani apa yang dibawa seorang utusan Allah kepadanya. Biasanya mereka adalah para sahabat setia rasul-rasul dan nabi-nabi. Mereka adalah orang-orang terdekat rasul dan nabi yang hidup pada zamannya, mulai yang hidup pada zaman Adam as hingga yang hidup pada zaman Rasulullah Muhammad saw. Mereka adalah pengikut pertama sekaligus pelindung dan penolong rasul dan nabi mereka. Mereka ini mengabdikan seluruh hidupnya demi tegaknya agama.

Golongan orang yang paling dahulu beriman ini dibagi lagi atas 2 kelompok.

1. Orang-orang yang terdahulu, yaitu orang yang hidup pada zaman nabi pertama, Adam as ratusan ribu tahun yang lalu hingga yang hidup pada zaman sebelum turunnya kenabian Muhammad saw,  sekitar 1500 tahun silam.

2. Orang-orang yang kemudian. Mereka adalah orang-orang yang hidup pada saat Rasulullah saw telah menerima wahyu hingga orang terakhir di akhir zaman nanti.  Kita, umat Islam termasuk di dalam kelompok ini.

Ayat 14 surat Al-Waqiyah diatas menerangkan bahwa jumlah orang dari kelompok orang-orang terdahulu yang masuk surga adalah besar. Sementara dari kelompok orang yang kemudian kecil. Mengapa demikian ? Karena jumlah orang terdahulu memang jauh lebih banyak daripada jumlah orang yang kemudian. Mereka banyak karena rentang waktu dari zaman nabi Adam as hingga nabi Isa as teramat sangat panjang. Sementara orang-orang yang kemudian hanya yang hidup di masa Rasulullah saw telah menerima wahyu hingga terjadinya hari Kiamat. Bukankah Rasulullah pernah bersabda bahwa jarak antara hidup beliau dengan Hari Akhir hanya antara dua jari beliau?

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar “. (QS.At-Taubah(9):100).

Tak dapat disangkal lagi, bagian kecil dari golongan yang terdahulu beriman, yang dijanjikan baginya surga tersebut adalah para sahabat yang hidup semasa dengan Rasulullah saw, yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar serta yang mengikuti dan mencontoh mereka dengan baik. Mereka adalah para sahabat seperti Abu Bakar ra, Umar Bin Khattab ra, Ustman Bin Affan ra, Ali Bin Thalib ra, Bilal dll. Mereka adalah termasuk diantara sepuluh sahabat yang namanya disebut Rasulullah sebagai calon penghuni surga. Tempat mereka sungguh mulia yaitu disisi para rasul dan nabi. Sedangkan dari sisi para sahabat di zaman Isa as adalah orang-orang Harawiyyin, yaitu para sahabat setia dan penolong Isa as. Orang Hawariyyin ini hidup sezaman dengan Isa as.

Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri”.(QS.Ali Imran (3):52).

Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(QS. Ali Maidah (5):69).

Bagaimana dengan kita, umat Islam yang hidup jauh dari masa hidup Rasululah dan para sahabat? Adakah tempat bagi kita di surga ?

“ Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan”. ( QS. Al-Waqiyah ( 56): 90-91).

Ya, golongan kanan. Kelihatannya dengan izin-Nya kita bisa masuk ke dalam kelompok ini. Jumlah orang yang masuk surga dari kelompok ini juga ada dua, sejumlah besar dari golongan orang-orang terdahulu dan sejumlah besar pula dari golongan orang yang kemudian.

“ (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan, (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan besar pula dari orang yang kemudian”.( QS. Al-Waqiyah ( 56): 38-40).

Namun yakinkah kita akan hal ini karena Rasulullah pernah bersabda :

“Sesungguhnya tujuh puluh ribu atau tujuh ratus ribu dari umatku masuk surga. Sebagian mereka saling berpegangan dengan sebagian yang lain. Yang pertama di antara mereka tidak mau masuk sebelum yang terakhir di antara mereka masuk. Wajah mereka seperti bentuk rembulan purnama.”.

Hadist ini diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad oleh Imam Muslim. Semoga bukan hadist shoheh. Atau semoga saja yang dimaksud 70.000 atau 700.000 oleh Rasulullah itu adalah umat beliau yang dari kelompok orang-orang yang terdahulu beriman. Karena 70 ribu atau 700 ribu adalah jumlah yang teramat sangat sedikit sekali apalagi dibanding jumlah orang yang ada sekarang ini. Bukankah kita  sering mendengar bahwa orang yang bersyahadat dijamin masuk surga ? Betulkah semudah itu ? Cukupkah mengucapkan syahadat tanpa mengerjakan amal kebaikan ??

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga `Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. (QS.Al-Bayyinah(98):7-8).

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran). Hal itu adalah karena mereka mengaku: “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung“. Mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan”. (QS.Ali Imran(3):23-24).

Ayat diatas menerangkan prilaku orang-orang Yahudi yang merasa yakin bahwa mereka hanya akan disentuh api neraka sedikit saja dan pasti Allah akan mengampuni dosa-dosa  serta memasukkan mereka ke dalam surga. Padahal mereka tidak memegang hukum yang telah ditetapkan-Nya dengan baik! Berpegang pada ayat tersebut, apakah sudah cukup aman orang yang telah bersyahadat namun tidak mengamalkan ajaran-ajaran dan hukum-hukum Al-Quran serta tidak menta’ati dan menjadikan nabinya sebagai panutan dan contoh keteladanan? Bagaimana bila ternyata sesungguhnya Allah malah memasukannya kedalam golongan kiri ?

“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya dan adalah kami mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian.(QS. Al-Muddatstsir (74):42-47).

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan”. (QS.An-Nisa(4):14).

Bahkan sesungguhnya orang yang pernah merasakan keimanan kemudian mendustakannya kembali adalah lebih buruk dari orang kafir. Tempat mereka kembali adalah di dasar neraka. Mereka adalah orang -orang Munafik.

Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti”. (QS.Al-Munafikun(63):3).

Atau bisa jadi karena kita terlalu meremehkan dosa-dosa kecil dan tidak segera bertaubat hingga akhirnya menumpuk dan menjadi kebiasaan.

Semoga kita bukan satupun diantara yang lengah ataupun menyepelekan keimanan dan hidayah-Nya, amin.

kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat la`nat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam la`nat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh “.(QS.Al-Baqarah(2):160-162).

Wallahu’alam bishawwab.

Pau- France , 7 Oktober 2009.

Vien AM.

Read Full Post »