Feeds:
Posts
Comments

Archive for January 31st, 2009

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS.Al-Ahzab(33):21).

Sungguh beruntung kita, kaum Muslimin, karena Allah SWT telah menganugerahkan kita suatu buku petunjuk, yaitu Kitabullah, Al-Quranul-Karim. Kitab ini adalah kumpulan wahyu yang diturunkan Allah SWT dengan perantaraan malaikat Jibril selama kurun waktu 23 tahun kepada nabi-Nya yang ummi, Muhammad SAW. Rasulullah ummi yaitu tidak mengenal dan tidak pernah belajar membaca dan menulis karena memang kondisi saat itu tidak begitu memerlukan kepandaian baca-tulis.

Namun demikian beliau adalah seorang yang amat bijaksana. Beliau adalah seorang yang dikenal luas sebagai seorang yang ber-akhlak mulia sejak jauh sebelum era kerasulan. Beliau adalah seorang yang amat bersahaja juga rendah hati. Sejak muda masyarakat sekitarnya telah sering menitipkan amanah kepada beliau karena mereka amat mempercayainya. Menurut Ibnu Hisyam, salah seorang penulis kitab-klasik Shirah Nabawiyah ternama yang termasuk orang pertama yang menulis sejarah kehidupan Rasulullah yang hidup pada sekitar tahun 1100 M, Ka’bah sebelum zaman Islam telah mengalami pemugaran selama 4 kali.

Pemugaran ke 4 terjadi ketika Rasulullah berusia 35 tahun. Pada mulanya pemugaran berjalan lancar, masing-masing kelompok kabilah bekerja menurut pembagian tugas yang telah disepakati bersama. Demikian pula Rasulullah, beliau turut bekerja membantu paman beliau, Al Abbas bin Abdul–Mutthalib. Namun setelah pemugaran sampai pada tahap peletakkan kembali batu Hajar Aswad terjadi perselisihan. Masing-masing kabilah merasa lebih berhak untuk melasanakan pekerjaan tersebut. Perselisihan berkembang menjadi pertikaian hingga nyaris terjadi pertumpahan darah. Hal ini terus memanas hingga berhari-hari. Beruntung akhirnya suasana mendingin setelah semua pihak mau berkumpul dan berembug. Diputuskan bahwa siapapun yang pertama kali memasuki pintu Ka’bah, dialah yang berhak memutuskan perkara.

Tak lama kemudian, dalam suasana tegang tampak Rasulullah berjalan menuju pintu Ka’bah. Serentak merekapun berucap : “ Nah, dialah Al-Amin (orang yang terpercaya), kita rela dan puas menerima keputusannya.!”. Kemudian setelah Rasulullah mengetahui duduk perkaranya, maka beliaupun meminta selembar kain, lalu setelah kain dihamparkan beliau meletakkan Hajar-Aswad ditengah-tengah kain tersebut. Kemudian beliau berujar :” Setiap kabilah hendaknya memegang pinggiran kain, lalu angkatlah bersama-sama!”. Setelah kain didekatkan ketempat penyimpanan Hajar-Aswad kemudian beliau mengangkat benda tersebut dan meletakkannya pada tempatnya. Dengan cara itu maka berakhirlah perselisihan dan semua pihak merasa puas.

Sifat amanah ini pula yang menjadi daya tarik utama bagi Khadijah ra, istri sekaligus orang pertama yang mengakui ke-rasulan Nabi Muhammad SAW. Ketika itu Khadijah sebagai seorang saudagar sedang memerlukan seseorang yang dapat dipercaya membawa barang dagangan untuk dibawa ke negeri Syam. Beliau memang telah lama mendengar bahwa ada seorang pemuda Mekah yang dijuluki Al-Amin. Demikian pula halnya dengan Abu Bakar As Sidik ra, sang Khulafaul Rashidin I. Sejak kecil Abu Bakar telah menjalin persahabatan dengan Muhammad kecil. Ia mengenalnya dengan amat baik.

Itulah sebabnya ketika sebagian besar orang Quraisy menyangsingkan kebenaran berita Rasulullah mengenai Isra’nya ke Yerusalem sekaligus Miraj’nya ke langit, Abu Bakar ra hanya berkomentar : “ Bahkan yang lebih dasyat dari itupun aku pasti mempercayainya “. Ini merupakan sebuah tanda bahwa sejak kecil Muhammad SAW tidak pernah berbohong. Keimanan yang demikian tingginya ini pulalah yang menyebabkan Abu Bakar ra mendapat kedudukan yang tinggi baik disisi Allah SWT maupun disisi Muhammad SAW. Rasulullah bersabda bahwa Abu Bakar adalah satu diantara sepuluh sahabat yang dijanjikan surga oleh Allah SWT.

Akhlak mulia tersebut tidak berubah sedikitpun walaupun beliau kemudian menjadi seorang pemimpin agung yang memiliki pengikut amat banyak dari berbagai kalangan dan lapisan. Anas bin Malik RA berkata : Para sahabat yang akan berdiri menyambut kedatangan Rasululllah, tidak jadi berdiri ketika tahu bahwa Rasulullah tidak mau dihormati seperti itu”. Padahal bila beliau menghendaki apapun dapat beliau dapatkan.

“Demi Allah, wahai paman! sekiranya mereka letakkan matahari di sebelah kananku dan bulan disebelah kiriku dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah) sehingga ia tersiar (dimuka bumi) atau aku akan binasa karenanya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini”.

Itulah yang diucapkan Muhammad Rasulullah ketika Abu Thalib, sang paman yang selama itu senantiasa melindunginya, menganjurkan agar beliau mau menghentikan syi’ar karena sang paman merasa tak mampu terus melindungi keponakan tercinta karena ia sendiri terus ditekan para pemuka Quraisy. Hal ini menunjukkan betapa kuat dan kokohnya pendirian dan ketakwaan beliau demi terus melanjutkan perintah Allah SWT.

Beliau juga adalah seorang yang mudah berkomunikasi dengan siapapun, senantiasa berlaku sopan, lemah-lembut, sabar dan tidak pernah marah walau disakiti. Namun wajah beliau akan berubah merah padam bila melihat atau mendengar kemungkaran atau hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina. Ali bin Abi Thalib RA berkata: “ Rasulullah tidak pernah marah untuk hal duniawi. Beliau marah karena kebenaran. Tidak seorangpun yang mengetahui kemarahannya. Kemarahannya terhadap sesuatu pasti mendatangkan kemenangan baginya.”

Beliau juga suka dan mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain walaupun pendapat itu datang dari bawahannya. Demikian pula bila pendapat itu benar dan lebih baik dari pendapat beliau sendiri, beliau bersedia merubah dan mengikuti pendapat tersebut.

Aisyah RA berujar : Ahlak beliau (Rasulullah) adalah Al-Quran.” (HR Abu Dawud dan Muslim).

Yang juga tak kalah pentingnya adalah kecintaan Rasulullah yang begitu besar terhadap umatnya. Pada tahun ke 10 kenabian, Rasulullah pergi berdakwah menuju kota Thaif, sebuah kota di atas bukit tidak berapa jauh dari Mekah. Namun dakwah beliau tidak disambut dengan baik. Beliau bahkan dilempari batu sehingga Rasulullah terpaksa meninggalkan kota tersebut dengan rasa sedih yang amat sangat dan bersembunyi di suatu tempat di Qarn Al-Manazil, kurang lebih 10 km dari Mekah. Ketika itu datanglah malaikat Jibril dan mengabarkan bahwa Allah SWT telah mengutus malaikat gunung guna mengabulkan apa yang dikehendaki Rasulullah. “Wahai Muhammad, katakan apa yang kau mau. Jika engkau mau, akan aku timpakan kepada mereka Al-Akhsyabain ( yakni gunung Abu Qubais dan gunung Qu’ayqa’an)”.

Namun apa jawab Rasulullah ? “ Aku justru berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang sulbi mereka anak keturunan mereka yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun”. Demikian pula ketika Rasulullah SAW tengah menghadapi sakratul maut 12 tahun kemudian. Beliau sempat bergumam: “ Ummahku…ummahku…ingatlah yang menyebabkan durhakanya umat Yahudi adalah kaum perempuannya ”. Hal ini menggambarkan betapa Rasulullah amat peduli dan senantiasa memikirkan kelanjutan nasib umatnya. Beliau begitu khawatir jikalau umatnya kelak tersesat padahal beliau sendiri tengah dalam keadaan sakit keras. Begitu besarnya rasa cinta, kasih dan tanggung-jawab beliau terhadap kita, umat Islam.

Berikut pendapat sejumlah orang besar Barat mengenai Rasulullah SAW :

1. Napoleon Bonaparte (Napoleon I), pendiri Empirium Perancis (1769-1821 M).

“ Musa telah menerangkan adanya Tuhan kepada bangsanya, Yesus kepada dunia Romawi dan Muhammad kepada seluruh dunia…Enam abad sepeninggal Yesus bangsa Arab adalah bangsa penyembah berhala, yaitu ketika Muhammad memperkenalkan penyembahan kepada Tuhan yang disembah oleh Ibrahim, Ismail, Musa dan Isa. Sekte Arius dan sekte-sekte lainnya telah mengganggu kesentosaan Timur dengan jalan membangkit-bangkitkan persoalan tentang Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Roh Kudus. Muhammad mengatakan, tidak ada tuhan selain Allah yang tidak berbapa, tidak beranak dan “Trinitas” itu kemasukkan ide-ide sesat…Muhamad seorang bangsawan, ia mempersatukan semua patriot. Dalam beberapa tahun kaum Muslimin dapat menguasai separoh bola bumi… Muhammad memang seorang manusia besar. Sekiranya revolusi yang dibangkitkannya itu tidak dipersiapkan oleh keadaan, mungkin ia sudah dipandang sebagai “dewa”. Ketika ia muncul bangsa Arab telah bertahun-tahun terlibat dalam berbagai perang saudara”…..

( hal 105 dari “Bonaparte et L’Islam oleh Cherfils).

2. Alphonso De Lamartine, sastrawan kenamaan Perancis (1790 – 1869 M).

“ Tidak ada orang selain dia yang dapat menyelesaikan revolusi besar dan kekal di dunia. Sebab dalam waktu dua abad setelah kemunculan Muhammad, Islam menguasai seluruh tanah Arabia, menaklukan Persia, Khurasan, Transoxsania, India Barat, Syria, Mesir, Abesinia, seluruh Afrika Utara yang dikenal pada waktu masa itu, pulau-pulau di Laut Tengah, Spanyol dan sebagian Perancis. Lelaki itu tidak hanya mampu menggerakkan empirium-empirium dan dinasti-dinasti; tetapi iapun sanggup menghimpun berjuta-juta manusia di sepertiga bagian dunia yang dikenal orang pada masa hidupnya……Atas dasar sebuah kitab yang setiap hurufnya menjadi ketentuan hukum ia menciptakan kebangsaan spiritual yang mempersatukan manusia dari berbagai ras dan bahasa. Ia meninggalkan kepada kita karateristik kebangsaan muslimin yang tidak dapat dihapus dan kebencian akan tuhan-tuhan palsu serta kecintaan kepada Tuhan Yang Maha Esa lagi Ghaib…”.

( hal 276 – 277 dari “ Histoire de la Turqui “ jilid II oleh dirinya sendiri).

3. Goethe , filsuf Jerman. (1794 – 1832 M).

Muhammad membangunkan Persia yang sedang tidur, menginsyafkan Rumawi Timur ( Byzantium ) dan kaum Nasrani di negeri-negeri Timur, agar mereka tidak terus-menerus asyik berdebat dan berpecah-belah akibat filsafat shopites Yunani. Tidak dapat disangkal lagi bahwa para Nabi di dunia ini serupa dengan kekuatan-kekuatan raksasa yang terdapat di alam wujud, yaitu kekuatan-kekuatan yang senantiasa mendatangkan kebajikan bagi umat manusia seperti matahari, hujan dan angin yang menghidupkan tanah kemudian membuat tanah yang tandus dan gersang menjadi penuh dengan tanam-tanaman berwarna hijau. Manusia wajib mengakui kenabian mereka. Tanda-tanda yang membuktikan kebaikan mereka dapat kita lihat dari kenyataan bahwa mereka itu hidup dengan keyakinan, berjiwa tenang dan tentram, bersemangat dan bertekad kuat, tabah dan sabar menghadapi berbagai macam cobaan, tangguh menghadapi kebobrokan mental dan moral masyarakatnya yang pasti akan lenyap bila terus-menerus diberantas dan kehidupan mereka sehari-hari yang tidak putus beribadah dan berdoa…Jika semuanya itu yang diajarkan agama Islam kita semua adalah orang-orang Islam”. ( hal 38 dari “Hadhritul ‘Alamil-Islamiy” jilid I oleh Amir Syakib Arslan, dikutip dari pembicaraan antara Goethe dan sang penulis).

Melalui pribadi sempurna inilah Al-Quran diturunkan. Sebuah Kitab yang dijamin kesucian dan keasliannya, tidak ada perubahan sedikitpun dari awal diturunkannya hingga detik ini. Namun begitu, tidak sedikit pula orang yang memusuhi Rasulullah SAW. Terutama para Orientalis, mereka sebenarnya mau tak mau terpaksa harus mengakui kebesaran beliau. Tetapi harus dicermati, sebenarnya sebagian dari mereka ini tengah berusaha memberikan pemikiran tentang kebesaran Muhammad SAW sebagai manusia biasa, sebagai panglima perang, sebagai pemimpin namun tidak sebagai utusan Allah. Seringkali mukjizat yang dimiliki Rasulullah tidak ditonjolkan. Padahal sebagai seorang utusan Allah mukjizat adalah bukan sesuatu yang mustahil bahkan mutlak.

Qatadah meriwayatkan dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasulullah SAW dan para sahabat membawa wadah air (dalam bepergiannya) lalu beliau meminta wadah tersebut yang didalamnya terisi air. Kemudian beliau meletakkan telapak tangannya didalam wadah tadi maka mengucurlah air diantara jari-jarinya sedangkan semua sahabat berwudhu dengan menggunakan air tersebut. Anas bertanya kepada Abu Hamzah ”Berapa para sahabat yang berwudhu (dengan menggunakan air yang memancar dari jari-jari Rasulullah itu) ?” Abu Hamzah menjawab ”Mereka yang berwudhu lebih kurang 300 orang ”.(HR Bukhari Muslim).

Disamping itu Rasulullah SAW juga diberi kelebihan dengan pandangan yang super tajam. Pandangannya dapat menembus batas langit dan bumi, termasuk apa yang terjadi di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan. Ketika Rasulullah berjalan bersama para sahabat melewati dua kuburan, tiba-tiba beliau berkata “Orang yang berada didalam kedua kubur ini tengah disiksa oleh Allah STW. Yang satu berjalan (dimuka bumi ini) dengan suka mengadu domba, adapun yang satu lagi tidak pernah menutupi dari air kencingnya (artinya, percikan dari air kencingnya itu sering kali mengenai tubuh atau pakaiannya, lalu dipakainya pakaian tersebut untuk melakukan shalat tanpa mencuci atau menggantinya terlebih dahulu)”.

Beliau juga mampu menembus pandangan jauh ke masa depan. Itulah sebabnya dalam perjalanan beliau menuju Sidratul Muntaha ketika Miraj’, beliau bertemu dan melihat para Rasul bahkan dapat berkomunikasi dengan Musa as di surga. Padahal ketika itu semua manusia termasuk para Rasul masih dalam penantian di alam kubur.

“ Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, Niscaya benar-benar kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu”.(QS.Al-Haaqqah(69):40-47).

Maka sudah sepatutnya pulalah bila Allah SWT memerintahkan kita agar mengikuti sunnah Rasululullah sebagaimana tertuang dalam As-Sunnah atau Al-Hadis yaitu dengan mengikuti ucapan, prilaku dan keputusan yang ditetapkan beliau atas izin-Nya.

“ Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS.An-Nisa(4):64).

Wallahu’alam bishawab.

Jakarta, 8/2008.

Vien AM.

Ref. HMH Al Hamid Husaini, Riwayat Nabi Besar Muhammad saw.

Read Full Post »

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat…………” ( Al Baqarah (2:256))

 

         Untuk menjadi seorang muslim, diwajibkan baginya untuk bersyahadat, yaitu dengan menyatakan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah. Dengan kata lain, iapun wajib mengakui dan mengimani bahwa sebagai utusan Allah beliau telah menerima wahyu (melalui malaikat Jibril). Itulah pintu gerbang masuk Islam. Dan sebagai konsekwensinya seorang muslim dituntut untuk menjalankan ajaran-ajaran Al-Quran dan hadis Rasulullah. Maka bila suatu ketika seorang yang mengaku muslim namun kemudian ia meragukan ke-otentisitas-an Al-Quran, dengan menyatakan bahwa Al-Quran bukanlah Kalamullah ataupun bila ia Kalamullah tetapi redaksinya Muhammad saw, masih dapatkah kita katakan bahwa ia seorang muslim? Bila yang menyatakan hal tersebut seorang orientalis mungkin kita masih dapat memakluminya, tetapi bagaimana bila hal itu keluar dari mulut seorang yang notabene tokoh Islam?

      

         “ Dan senantiasalah orang-orang kafir itu berada dalam keraguan-raguan terhadap Al-Quran, hingga datang kepada mereka saat(kematiannya) dengan tiba-tiba atau datang kepada mereka azab hari kiamat”.(Al Hajj (22:55)

        

            Beberapa tahun belakangan ini muncul sebuah disiplin ilmu yang dimasukkan dalam kurikulum kampus berlabelkan Islam yaitu Hermeneutika. Ilmu ini sebetulnya bukanlah ilmu baru, terutama di negara-negara barat. Ilmu ini adalah teori yang mengajarkan bagaimana mengartikan atau menafsirkan suatu text atau pernyataan tertulis. Hal utama yang harus diperhatikan dalam Hermeneutika adalah latar belakang dan kepentingan si penulis, struktur bahasa dan hubungannya dengan keadaan sekarang.  Seorang hermeneut, orang yang mendalami hermeneutika, diwajibkan untuk kritis dalam mempelajari sebuah text. Di barat, sudah sejak lama ilmu ini diterapkan untuk mempelajari text-text Injil. Itulah salah satu sebab mengapa Injil mengalami beberapa kali revisi. Dan hal tersebut resmi disetujui Vatikan.

 

           Nah, saat ini sejumlah pemikir Islam yang telah mengecap dan memperdalam ilmu serta mengambil gelar doktoralnya di negara-negara barat, membawa ‘oleh-oleh’ ilmu Hermeneutika tersebut ke tanah air untuk diajarkan kepada para mahasiswanya di kampus-kampus Islam. Celakanya, ilmu tersebut digunakan untuk menafsirkan Al-quran! Padahal, sebagaimana dijelaskan diatas, untuk menerapkan ilmu tersebut, seseorang harus mengenal dan mengetahui cara berpikir si penulis. Sebaliknya, bukankah Al-Quran diturunkan kepada umat manusia agar dapat mengenal Sang Pencipta? Lebih jauh lagi, mereka bahkan meragukan ke-otentisitas-an Al-Quran dengan menyatakan keraguan atas  niat Ustman bin Affan dalam membukukan mushaf Al-Quran yang mereka anggap sebagai kepentingan politik kubu beliau ketika itu. Tentu saja hal itu tidaklah masuk akal. Ustman bin Affan adalah salah satu sahabat nabi yang dijanjikan surga, ahlaknya begitu terpuji. Bila hal itu memang benar, tentunya kekuatan-kekuatan politik sepeninggal Ustman akan berusaha membuat mushaf baru. Nyatanya hingga saat ini,lebih dari 1400 tahun setelah Al-Quran dibukukan, tidak pernah ada perubahan secuilpun dalam Al-Quran. Janji Allah untuk memelihara Al-Quran akan ke-otentisitas-annya memang terbukti. Tidak ada satupun bacaan di dunia ini yang dihafal oleh jutaan manusia dengan ejaan dan lafal yang tidak berubah sebagaimana  aslinya selama ribuan tahun.

  

 

        “Apakah kamu tidak melihat kepada orang-orang yang membantah ayat-ayat Allah? Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan? (Yaitu) orang-orang yang mendustakan Al Kitab(Al Quran) dan wahyu yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan mengetahui, ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret ke dalam air yang sangat panas kemudian mereka dibakar di dalam api  (Al Mu’min (40:69-72))       

    

           Memang banyak ayat-ayat Al-Quran yang memerlukan penafsiran yang mendalam, yang mungkin dapat berkembang mengikuti zaman. Namun hal tersebut lebih disebabkan pemahaman atau pengetahuan yang waktu itu memang masih terbatas. Maka sebetulnya bukan Al-Quran yang mengikuti zaman, melainkan zamanlah yang akan membuktikan kebenaran Al-Quran apabila manusia mau belajar memahaminya atau menafsirkannya. Itulah sebetulnya tugas umat Islam, khususnya para cendekiawan muslim.

 

           Patut dicermati latar belakang seorang Abu Zayd, seorang hermeneut yang menjadi guru besar di Leiden, Belanda dan banyak menjadi panutan para kelompok liberalis di Indonesia. Nasr Hamid Abu Zayd adalah intelektual asal Mesir. Ia menyelesaikan pendidikannya hingga S3 di Universitas Kairo,Mesir jurusan sastra Arab dan sempat mengabdi sebagai dosen di almamaternya. Pada tahun 1978, ia memperoleh beasiswa untuk penelitian doktoralnya di Institute of Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania,Amerika Serikat. Sekembalinya ia menulis sejumlah buku yang dianggap bermasalah oleh pemerintah Mesir. Kemudian pada tahun 1992 ia mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di Universitas Kairo namun ditolak. Ia dianggap tidak layak menjadi professor  karena buku-buku yang ditulisnya banyak yang melecehkan ajaran Islam. Ia kemudian protes dan membawanya ke pengadilan, namun kalah. Bahkan di sejumlah mesjid-mesjid besar para khatib menyatakan bahwa Abu Zayd telah murtad. Merasa tidak lagi diterima di negerinya, maka ia dan keluarganya pergi menuju Spanyol kemudian menetap di Belanda. Ironisnya di Negara tersebut ia justru disambut sebagai pahlawan dan langsung ditawari kursi professor prestisius di universitas di Leiden. Demikian pula perguruan-perguruan tinggi di Berlin dan Amerika Serikat tidak mau ketinggalan menawarkan jabatan-jabatan penting di kampus-kampus  mereka.

 

             Namun yang lebih aneh,di Indonesiapun ia diundang dan disambut meriah. Gagasan-gagasannya diadopsi dan dipropagandakan secara besar-besaran. Maka demikianlah, saat ini para pengikutnya yang kebanyakan  dari kalangan intelektual Islam, dengan dalih mengikuti perkembangan zaman, mereka mencoba mengutak-ngatik ayat-ayat Al-Quran untuk disesuaikan dengan selera dan kepentingan duniawi. Mereka melontarkan ide-ide bahwa semua agama sama atau pluralisme,sekulerisme dan liberalisme. Hal ini sungguh mengkhawatirkan dan akan dapat memberikan kesan bahwa yang diperlukan seseorang cukup hanya mengimani adanya Sang Pencipta tanpa kewajiban untuk melaksanakan apa yang telah dilakukan dan dicontohkan nabi kita Muhammad saw.

 

        “Dan tidaklah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibu-kota itu seorang. Rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka;  dan  tidak   pernah  (pula)   Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman”. (Al Qasas(28:59).

 

         Tidak cukupkah segala bencana alam yang menimpa negeri kita tercinta ini, sehingga kita harus menambah kerusakan-kerusakan moral seperti hal tersebut diatas?

 

Jakarta, 3/8/2006

Vien AM.  

       

Sumber: Hegemoni Kristen-Barat ( dalam studi Islam di perguruan tinggi ) oleh Adian Husaini.

Read Full Post »

Mengendalikan Emosi Amarah

Marah atau Amarah adalah salah satu emosi alamiah yang muncul ketika suatu keinginan / kebutuhan tidak terpenuhi karena adanya suatu hambatan. Emosi ini diperlukan agar seseorang terdorong untuk melawan dan berjuang mengatasi hambatan yang merintangi terpenuhinya kebutuhan / keinginan tersebut. Tingkat kemarahan seseorang dapat diukur berdasarkan tingkat kebutuhan yang terhambat dan tujuannya  dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Jika kemarahan itu terjadi pada saat adanya hambatan yang menghalangi tercapainya suatu tujuan utama kehidupan maka kemarahan tersebut adalah kemarahan yang mulia bahkan merupakan suatu keharusan.

 “ Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali ”.(QS.At-Tahriim(66):9).

 Kekerasan terhadap orang kafir maupun orang munafik disini timbul bukan karena tanpa sebab. Kaum Muslimin bersikap keras ( marah ) karena perlawanan dan permusuhan mereka terhadap Islam sehingga sulit bagi kaum Muslimin untuk menjalankan hukum Allah. Karena sesungguhnya kebenaran harus ditegakkan dan diperjuangkan. Sebaliknya kemarahan tidaklah harus dengan cara  menyakiti atau mencelakakan orang yang menyebabkan kemarahan tersebut. Rasulullah tidak pernah marah walau disakiti. Disaat beliau marah, bibirnya malah terkatup rapat  bukan mengeluarkan kata-kata yang meledak-ledak. Namun wajah beliau akan berubah menjadi merah padam bila melihat kemungkaran dan hak-hak Allah diinjak-injak dan dihina. Ali bin Abi Thalib RA berkata: “ Rasulullah tidak pernah marah untuk hal duniawi. Beliau marah karena kebenaran. Tidak seorangpun yang mengetahui kemarahannya. Kemarahannya terhadap sesuatu pasti mendatangkan kemenangan baginya.”

 Alkisah dalam sebuah peperangan, Ali bin Abi Thalib RA hampir memenggal leher lawannya. Tiba-tiba lawannya itu meludahi mukanya. Ali sangat marah. Pada saat itu, ia justru memacu kudanya pergi menjauh dan menyarungkan pedangnya. Ia tidak ingin membunuh lawan karena nafsu amarah. Karena membunuh  dalam peperangan adalah dalam rangka menjalankan perintah Allah untuk menegakkan  keadilan bukan melampiaskan rasa amarah. Sedangkan  kemarahan yang tidak beralasan, yaitu kemarahan yang tidak disebabkan oleh adanya hambatan yang mengancam  terpenuhinya kebutuhan yang mendasar adalah kemarahan yang tercela. 

 Dengan demikian emosi marah ( maupun emosi-emosi lain-lain seperti takut, sedih dan juga gembira ) sebetulnya sangat bermanfaat bagi kehidupan selama emosi itu seimbang dan muncul pada saat yang tepat. Al-Quran memerintahkan kita untuk menguasai segala macam bentuk emosi termasuk emosi marah. Emosi yang berlebihan akan mempercepat detak jantung seseorang. Hal ini disebabkan terjadinya kontraksi tekanan darah dalam organ tubuh  sehingga menyebabkan darah mengalir dengan lebih deras. Keadaan seperti ini bila dibiarkan terus-menerus, lama-kelamaan akan membahayakan jantung. Marah yang berlebihan juga dapat meningkatkan produksi hormon adrenalin yang  dapat menyebabkan timbulnya kekuatan yang besar. Kekuatan  inilah yang dikhawatirkan  dapat menyebabkan seseorang melakukan penyerangan fisik dan membahayakan orang yang membangkitkan amarahnya. Disamping itu seseorang pada saat mengalami emosi, produksi getah beningnya  akan berkurang drastis. Kondisi ini dapat mengakibatkan terganggunya proses pencernaan sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit lambung .

 “……dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(QS.Ali-Imraan(3):134).       

 Rasulullah menganjurkan kepada para sahabat untuk menahan marah dan  saling memaafkan. Seseorang yang dapat menguasai rasa marah akan menemukan nilai kehidupan tertinggi. Nilai kehidupan ini sepadan dengan “ jihad spiritual ”. Maka siapapun yang berhasil dalam jihad ini maka ia akan mampu menguasai diri dari nafsu syahwat dan segala godaan dunia yang mengepungnya.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub, bahwa Rasulullah pernah bersabda :        “Tidak diperbolehkan bagi kaum Muslim mendiamkan ( saling cemberut ) saudaranya lebih dari tiga hari. Jika mereka bertemu, mereka saling berpaling. Padahal sebaik-baik dari mereka ialah yang memulai perdamaian dengan mengucap salam”. ( HR. Bukhari & Muslim)

 Abu Dzaarr RA meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda :” Jika salah seorang diantara kalian marah dan ia dalam posisi berdiri, maka hendaknya ia segera duduk, maka kemarahannya akan hilang. Namun jika kemarahan itu tidak reda, maka hendaknya ia berbaring”.  Rasulullah juga menganjurkan para sahabat agar berwudhu’ untuk mengendalikan emosi kemarahan. Diriwayatkan  dari Urwah bin Muhammad as-Sa’di RA, Rasulullah bersabda : “ Marah itu berasal dari setan, setan itu diciptakan dari api. Adapun api dapat dipadamkan dengan air, maka jika seseorang diantara kalian marah, hendaknya segera berwudhu’.” Hadis ini menguatkan kebenaran ilmu kedokteran yang menyatakan bahwa air dingin dapat meredakan tekanan darah karena emosi, sebagaimana air dapat meredakan ketegangan otot dan syaraf. Oleh karena itu, mandi dapat dijadikan penawar untuk mengobati penyakit kejiwaan.   Disamping itu, Rasulullah juga terbiasa menganjurkan para sahabat yang sedang dikuasai rasa amarah untuk mengalihkan perhatian pada aktifitas lain yang memungkinkan seseorang lupa akan rasa amarahnya  ataupun merasa lelah sehingga ia tidak lagi memiliki tenaga untuk melampiaskan kemarahannya.

 Seseorang yang dalam kondisi marah ( dan semua emosi yang menekan ) akan mengakibatkan daya pikir menjadi melemah. Oleh karena itulah Rasulullah melarang orang  dalam kondisi seperti itu untuk memutuskan suatu perkara ( hukum ). Dari Abu Bakar RA, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda :  Janganlah seseorang diantara kalian menentukan suatu hukum pada kedua pihak yang sedang berselisih dalam keadaan marah”.  Begitu pula emosi cinta, ia dapat menyebabkan lemahnya daya pikir seseorang. Dari Abu Darda RA : “Kecintaanmu terhadap sesuatu dapat menyebabkan kamu buta dan tuli”.

 Al-Quran mengajarkan manusia untuk memaafkan kesalahan saudaranya yang berbuat kesalahan. Allah SWT menyayangi orang-orang yang demikian dan menjanjikan pahala yang besar sebagai imbalan bagi mereka.

 “………maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(QS.Al-Maidah(5):13).

 Namun bila seseorang bersikokoh ingin membalas, tidak diperkenankan membalas dengan yang lebih keras dari yang diterimanya dan Allah lebih menyayangi mereka yang menahan diri.

 “Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.(QS.An-Nahl(16):126).

 Dan dengan memperbanyak berzikir mengingat Allah SWT hati akan menjadi tenang terlepas dari emosi amarah dan segala emosi yang tidak terkendali.

 “(yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.(QS.Ar-Raad(13):28).

 Wallahu’alam.

Jakarta,3/4/2007.

Vien AM. 

Referensi :

   Psikologi dalam Perspektif Hadis dan  Jiwa Manusia dalam sorotan Al- Quran  oleh   DR.Muhammad ‘Utsman Najati.

Read Full Post »