20 Juli 2009 pukul 19.30 WIB, kami berempat telah berada di dalam sebuah pesawat menuju Paris, Perancis. Di dalam pesawat ini kami melaksanakan shalat magrib dan Isya dengan di-jama’. Wudhu’ terpaksa kami lakukan secara tayamum karena air sangat terbatas. Penerbangan yang membutuhkan waktu kurang lebih 17 jam termasuk transit di Singapore ini sebagian besar adalah pada malam hari. Pesawat seakan berjalan di tempat tak mampu ‘ mengejar’ matahari.
Akibatnya kami kesulitan menentukan waktu subuh. Sebaliknya bila mau kita mempunyai kesempatan yang sangat banyak untuk bertahajud sembari duduk menikmati kegelapan di dalam benda yang terbang tinggi mengarungi samudra langit luas nan gulita dan sesekali merasakan guncangan ketika pesawat harus menembus awan tebal. Sebuah keheningan menakjubkan yang membuat diri terasa teramat kecil dan tak berarti. Akhirnya pesawatpun mendarat dengan selamat di Charles de Gaule Airport Paris, Perancis pada pukul 6.20 waktu Paris atau pukul 10.20 WIB. Alhamdulillah.
Beberapa jam kemudian setelah mendapat taxi dan menitipkan koper di hotel, dengan menumpang metro kami pun tiba di pelataran Arc de Triomphe. Dari sini kami menyusuri Champs Elysee, salah satu boulevard paling terkenal di dunia yang setiap hari selalu dipenuhi turis mancanegara. Kunjungan ke kota Paris kali ini sebenarnya sebuah napak tilas. Tepat sembilan tahun yang lalu, kami berada di tempat ini. Bedanya ketika itu kami berlima. Saat ini si sulung tidak bisa ikut bergabung karena sibuk dengan pendaftaran program S2 di UI Jakarta. Dan lagi, dulu ayahnya anak-anak mendapat pos di Paris sedangkan kali ini di Pau, sebuah kota di dekat perbatasan Perancis-Spanyol di kaki gunung Pyrene, sekitar 800 km selatan Paris. Seperti ketika di Paris, kali ini kami juga akan menetap di Pau selama 3 tahun.
Di sebuah kedai roti yang menyediakan meja kursi di trotoir kami beristirahat sebentar, menyantap baguette ; roti besar khas Perancis, sambil menikmati keramaian di sekitarnya. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Place de La Concorde hingga kelelahan dan kembali ke hotel.
Esok sorenya setelah mengunjungi menara Eiffel , gedung pertunjukkan Opera yang cantik, Place de Tokyo; pelataran dimana si tengah dulu sering bermain papan seluncur, Sacre Coeur, gereja tua yang anggun di atas bukit yang merupakan tempat favorit si bungsu, kamipun pergi ke La Defense yang terkenal dengan Grand Arche-nya itu. Kami menutup perjalanan napak tilas sore itu dengan mampir ke Neuilly sur Seine, quartier elit dimana Sarkozy, presiden Perancis saat ini, dulu pernah menjadi walikota. Di daerah inilah dulu kami tinggal.
Saya bersama si bungsu sedang duduk-duduk di taman ketika seorang laki-laki setengah baya ikut duduk di bangku di sebelah kami. Setelah sedikit berbasa-basi, tiba-tiba ia mengajukan pertanyaan tak terduga. Ia bertanya mengapa saya menutup rambut dan dada saya. Tentu saja dengan senang hati saya jawab bahwa agama saya yang memerintahkannya. Namun kemudian tanggapannya sungguh di luar dugaan. Ia berkata bagaimana mungkin orang zaman sekarang masih juga mempercayai kitab yang ditulis 14 abad yang lalu! … Haaah?!?..kaget saya dibuatnya..
Apa boleh buat perdebatan ringanpun tak mungkin dihindari. Terus terang bahkan dalam bahasa ibupun bukan hal mudah untuk mempertahankan dan menerangkan ajaran Islam. Apalagi dalam bahasa asing, dalam hal ini bahasa Perancis. Beruntung suami dan anak lelaki saya kemudian juga ikut dalam perdebatan tersebut. Namun ketika akhirnya saya bertanya apakah ia percaya pada kehidupan setelah mati dan jawabannya ‘ Non’, maka kami memutuskan untuk menghentikan perdebatan…Percuma.. Saya katakan padanya : “ Oh, le pauvre..la vie n’est pas si simple , monsieur” ; hidup tidak sesederhana itu. Kemudian kami tinggalkan pria tersebut dalam keadaan tertegun-tegun. Alangkah malangnya, rupanya ia salah seorang diantara banyak orang Perancis yang atheis
Malam harinya, setelah sore itu kami pulang ke hotel dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan, ditemani si tengah suami, pergi ke kedai kebab milik orang Turki yang terletak tidak berapa jauh dari hotel. Mengetahui bahwa mereka berdua dari Indonesia dan muslim, mereka disambut dengan anthusias oleh si pemilik kedai. Sambil menunggu kebab siap dibawa pulang, keduanya diperkenalkan kepada para langganan yang sedang makan di tempat tersebut. Suasana akrab menyelimuti mereka. Setelah berbasa basi mereka menanyakan tentang bom yang baru-baru ini meledak di Jakarta. Percakapan melebar hingga ke pertayaan mengapa Uztad Baasyir tidak juga dibebaskan dan mengapa pula di Aceh yang katanya menerapkan syariah Islam tapi klub malam masih juga banyak bertebaran. ( ?1??)..apa ya jawabnya…
Percakapan berakhir ketika kebab siap. Si pemilik bermaksud memberikan potongan harga sementara si pembeli berniat membayar lebih! Ikatan persaudaraan muslim terasa sekali ditempat yang bermil-mil jauhnya dari negri sendiri ini. Subhanallah…
Kunjungan ke Paris selama 3 hari tidak terasa usai sudah. Kami harus segera menuju Pau, besok suami sudah harus mulai bekerja kembali. Dengan mengendarai taxi kami menuju airport Orly, Paris. Didalam taxi inilah kami mengobrol dengan si sopir. Mungkin karena saya memakai jilbab, sopir tersebut tanpa ditanya memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang Muslim. Walaupun ia lahir dan besar di Paris ia mengaku darah Aljazair dari kedua orang-tuanya tetap kental mengalir didalam tubuhnya. Dengan bangga ia menambahkan bahwa istrinya yang asli Perancis juga seorang Muslimah.Alhamdulilah…
Hari Jumat. Beberapa hari setelah kami tiba di Pau, suami mengajak saya dan kedua anak kami untuk shalat jumat di satu-satunya masjid di Pau. Masjid terletak di kawasan perumahan . Walaupun tidak terlalu besar tapi masjid terlihat bersih dan terawat. Ketika kami sampai disana khutbah baru saja dimulai. Sayangnya khutbah diberikan dalam bahasa Arab(*). Saya perhatikan sebagian jamaah memang keturunan Arab.
Bagian perempuan terletak di lantai atas. Khutbah disiarkan melalui layar tv yang dipasang di ruang ini. Kedatangan kami berdua, saya dan si bungsu, rupanya cukup menarik perhatian. Selain karena jumlah jamaah yang tidak begitu banyak ( sekitar 50 an jamaah perempuan) hingga mereka hafal dan satu sama lain saling kenal mungkin wajah kami juga asing bagi mereka. Beberapa diantara mereka melempar senyum ramah kepada kami. Suasana di dalam masjid hening. Kami perhatikan setiap kali penceramah bershalawat, jamaahpun ikut bershalawat dengan khidmat.
Shalat dilaksanakan setelah khutbah selesai. Imam membaca bacaan shalat dengan logat yang sangat kental Arabnya hingga saya merasa seperti di Mekah atau di Madinah saja. Hmm..sungguh syahdu. Usai shalat, imam membacakan syahadat beberapa kali dan diikuti seseorang. Rupanya siang itu ada bule yang berikrar masuk Islam, Allahuakbar!
Tak lama kemudian, sebelum bubar, tanpa kami duga seorang perempuan berusia sekitar 30 tahunan menghampiri kami dan langsung mencium kedua pipi kami. Ia mengaku senang melihat kami berdua shalat di masjid tersebut. Perempuan berhidung mancung yang mengenakan abaya hitam itu berdarah Aljazair. Ia lahir dan besar di Perancis. Ia juga berbicara Perancis dengan fasih. Setelah sedikit berbasa-basi ia menanyakan apakah jumat depan kami akan kembali datang. Insya Allah..
( Bersambung)
(*) Pada kedatangan shalat Jumat berikutnya, kami baru menyadari ternyata khutbah yang kami dengar ketika itu adalah khutbah kedua. Khutbah pertama dalam bahasa Perancis, Alhamdulillah..
Pau – France, 31 Juli 2009.
Vien AM.
Saya senang sekali mendengar kisah-kisah bangsa kita yang bepergian ke luar negeri. Bertemu orang-orang, budaya, pandangan hidup yang berbeda…
Andaikata kami juga diberi kesempatan..Ingin rasanya…
semoga Allah swt memberikan kesempatan yang sama kepada anda sekeluarga… tak seorangpun tahu apa yang direncanakan-Nya bukan? namun yakinlah pasti Ia memberikan yang terbaik bagi kita..
Aslm ww.
Udah melanglang lagi Vien… selamat ya, semoga tetap bisa membawa kebaikan buat Islam… Ditunggu cerita selanjutnya
Wasswrwb.
Doanya aja Corie ya semoga aku bisa istiqomah, amin..
Ass,.Wr.Wb
Saya Fitri bu Vein, Subhanallah…saya merinding berkali2 ketika membaca pengalaman Bu Vein. Terimakasih bu,dan salam hormat dari saya
wasswrwb.
Terima-kasih Fitri atas tanggapannya ya ..
Semoga Allah swt senantiasa memberi kita kemampuan untuk mengambil hikmah suatu peristiwa apalagi yang terjadi di sekitar kita, amiin …
baarokalloh bu vien.. hampir selesai saya baca artikel di kategori catatan perjalanan 🙂 salam kenal dari Jogja..
Alhamdulillah .. jazakillah Altaira, semoga bermanfaat ..
salam kenal juga buat Jogja .. 🙂 ..
Ass.Wr Wb
Bu Vien..saya adel dari Trans 7 Jakarta, saya menemukan website ibu vien setelah googling disana sini..alhamdulilah.
Rencananya saya dan tim mau ke Perancis Bu vien.. akhir bulan mei 2011 ini. Kami akan melakukan peliputan tentang geliat dan suka duka masyarakat muslim di kota Paris dan sekitarnya.
Beberapa Informasi yang ceritakan di web menjadi salah satu bahan riset saya..
saya berharap bisa silahturahmi dan komunikasi dengan ibu vien dan keluarga..semoga Allah swt selalu menjaga dan melancarkan langkah-langkah kita.
wassalam
Delvi Yandri
email: delvi.yandri@gmail.com
Wasswrwb, mb Delvi … ( bener kan mb ? atau mas?)
Alhamdulillah .. ikut bersyukur kalau web sederhana ini bisa memberikan manfaat ..
Silahkan saja, dengan senang hati .. semoga saya bisa membantu ..
Kabar-kabari saja kalau sudah sampai Paris mb Delvi ..
ini email adress saya : vien_muhadi@yahoo.com
Wass.
Vivin Muhadi.