Masih terbayang di benak ini, wajah kesal, letih campur kecewa para askar penjaga masjid Nabawi, terutama yang berjaga-jaga di Raudhah. Sungguh tidak mudah mengatur orang sebanyak itu, pasti. Orang Indonesia dan Malaysia masih lumayan. Mereka masih mau dan gampang diatur. Tapi orang-orang Turki, Arab dll ? Yang terjadi adalah adu mulut dan saling dorong.
Itu sebabnya, dalam hati ini, tersimpan keinginan untuk kembali ke Raudhah namun dengan mentaati aturan para askar, yaitu untuk berada dalam kelompok. Dalam hal ini berarti bersama rombongan jamaah Indonesia.
Setengah jam sebelum azan subuh berkumandang saya dan suami sudah siap meninggalkan hotel menuju masjid. Ini adalah kesempatan terakhir karena esok siang kami sudah harus meninggalkan Madinah menuju Mekkah. Alhamdulillah kali ini saya berhasil mendapat tempat paling depan, dari bagian perempuan tentu saja. Sengaja saya memilih shalat di ruangan pintu 25 untuk menghemat waktu ke Raudhah.
Sesuai rencana, usai subuh, saya langsung bergabung dengan kelompok jamaah dari Indonesia. Saya perhatikan rombongan ini termasuk agak di belakang dibanding rombongan jamaah negara lain. Saya duduk di barisan paling depan, tepat di bawah kaki askar perempuan yang berdiri di pinggiran pilar masjid sambil membawa spanduk bertuliskan “Indonesia”.
Di depan sana saya melihat jamaah bergerombol di depan pagar pembatas, persis seperti yang saya lakukan 2 hari yll. Para askar berteriak-teriak berusaha membubarkan gerombolan tersebut dan agar masuk ke kelompok negara-negara masing2. Tanpa hasil … 😦
Tak lama kemudian terdengar kutbah, dalam bahasa Arab, tentu saja. Ada sedikit rasa sesal, mengapa saya tidak bisa berbahasa Arab, bukankah ini bahasa Al-Quran? Bahasa yang kita pakai ketika kita shalat? Bahasa junjungan kita, Rasulullah Muhammad saw? Semoga suatu saat nanti saya mendapat kesempatan belajar bahasa agung ini, amiin …
Setelah itu, terdengar iqamat. Wah, shalat apa ini ? Ternyata ini adalah shalat Istisqa’ yaitu shalat meminta hujan. Kutbah yang baru saja diperdengarkan adalah bagian dari shalat ini. Arab Saudi adalah negri yang jarang hujan. Bisa dikatakan hujan di sini hanya terjadi bila penduduk memintanya. Paling tidak inilah yang diwariskan Rasulullah saw.
Beruntung kerajaan Arab Saudi tetap mempertahankan ajaran ini. Pada saat diperlukan, kerajaan memerintahkan seluruh penduduk negri agar mendirikan shalat istisqa. Dipimpin oleh imam Masjidil Haram, semua masjid bahkan universitas-universitas dan sekolah-sekolah dari Mekah, Madinah, Jedah hingga Riyad menyelenggarkan shalat ini, di pagi hari, setelah subuh. Pada kesempatan ini penduduk diminta bertaubat, memohon maaf atas segala kesalahan, sebelum memohon hujan. Pada shalat sunnah 2 rakaat ini surat yang dibaca biasanya adalah surat Al-A’laa pada rakaat pertama dan surat Al-Ghaasiyyah pada rakaat ke 2.
http://fadhlihsan.wordpress.com/2011/11/21/hukum-hukum-seputar-shalat-istisqa-meminta-hujan/
Usai shalat waktu telah menunjukkan pukul 7 pagi. Sebagian besar jamaah masih tetap berada pada tempatnya, menanti giliran masuk Raudhah. Tak lama kemudian terdengar kabar bahwa pagar pembatas ke Raudah telah dibuka. Terlihat jamaah mulai berhamburan, berlarian dan berebutan menuju jalan ke Raudah. Namun tidak demikian dengan kelompok Indonesia. Semua tetap di tempatnya.
“ Jamaah kita memang paling penurut”, terang seorang jamaah yang duduk di sebelah saya, menjawab keheranan saya atas situasi tersebut.
“ Biasanya kita kebagian paling belakang. Alasannya sih, katanya orang Indonesia kan kecil-kecil, kasihan kalau harus berdesakan dengan orang-orang Turki, Arab dll yang biasanya hobby mendorong-dorong”, sambung jamaah lain.
“ Dan lagi ada untungnya juga koq. Karena paling belakang jadi puas shalat dan berdoa. Selain tidak ada yang dorong-dorong juga tidak perlu buru-buru karena sudah tidak ada yang antri”, timpal jamaah lain lagi. Saya hanya manggut-manggut, teringat kejadian kemarin.
“ Tapi bisa sampai jam 2 pagi baru kembali ke pondokan lho …”, katanya menambahkan. Waduuuh … L
Menjelang pukul 8, beberapa ibu mulai pamit karena berbagai alasan. Ada yang ditunggu suaminya karena ada tausiyah di pondokan, ada yang sudah harus packing dll.
Setengah jam kemudian antrian mulai bergerak maju, lumayaan, pikir saya. Sekitar pukul 9.30 rombongan sudah berada di depan Raudhah. Namun melihat rombongan negara lain yang saya yakin tadinya ada di belakang kami tiba-tiba sudah ada di depan kami, saya menjadi ragu dalam setengah jam bisa masuk taman Rasulullah ini.
Jamaah mulai gelisah. Begitu juga uztazah kita yang sebelumnya sempat memberikan tausiyah sambil menunggu giliran masuk. Dalam tausiyah singkatnya ini saya sempat menanyakan apakah shalat di dalam masijid Nabawi dengan shalat di halamannya sama ganjarannya, yaitu 1000 x dari shalat di masjid lain.
Ternyata jawabannya tidak sama. Ia menegaskan agar tetap meniatkan diri shalat di dalam masjid meski akhirnya tidak mendapat tempat karena penuh atau mungkin karena askar melarang kita masuk karena sudah tidak ada tempat. Jadi jangan dari pondokan memang hanya berniat shalat di halaman masjid karena malas berdesakan ! Sebuah pelajaran yang sangat berharga … niat, ya niat mendapatkan yang terbaik karena Rasulullah mengajarkannya.
Dugaan saya tepat. Pukul 10 rombongan tetap tidak bergeming. Beberapa kali saya melihat jamaah Indonesia dengan abaya hitamnya mencoba menerobos masuk. Namun segera dihentikan askar atau dipanggil uztasah agar menunggu dan bergabung dengan kami.
“ G mempan deh .. biar nyamar pakai abaya hitam tetap aja ketahuan kalau orang Indonesia “, beberapa jamaah berkomentar lucu disambut senyum jamaah yang mendengarnya. Hemmm .. 🙂
Akhirnya saya memutuskan untuk mundur. Perut saya sudah keroncongan. Maklum dari pukul 4 pagi tadi belum kemasukan apapun. Saya tidak mau mengambil resiko maag saya kambuh sementara kewajiban haji dimulaipun belum. Apa boleh buat .. Tapi saya tidak menyesal. Bagaimanapun saya telah mencoba untuk mematuhi aturan dengan tetap bergabung bersama rombongan negri kita tercinta yang dikenal gampang diatur dan menurut. Kalau saja, seluruh rakyat Indonesia mudah diatur dan mau disiplin mengikuti aturan dan hukum … tidak cuma ketika di tanah suci …
Alhamdulillah, saya diberi kesempatan oleh Allah swt masuk Raudhah malam harinya, sekitar pukul 10 malam. Berdasarkan pengalaman pagi tadi, saya memilih untuk bergabung dengan jamaah Eropa.
Memang berdesakan, tapi tidak apa yang penting saya bisa berdoa dan shalat di tempat yang mustajab ini. Saya juga bersyukur meski kami hanya 3 hari di Madinah, kami bisa mendirikan shalat wajib 5 kali sehari ditambah shalat rawatibnya di masjid Rasul yang sungguh indah ini. Bahkan beberapa kali saya sempat mengambil foto bagian dalam masjid lengkap dengan kubahnya yang bisa terbuka tertutup, meski dengan sembunyi-sembunyi.
Esok harinya, kami bersiap untuk meninggalkan Madinah dengan sejuta kenangannya. Oya, ada satu hal yang lupa saya sampaikan.
Kemarinnya, ba’da ashar, bersama rombongan kami mengunjungi museum Madinah. Saya tidak tahu apakah museum ini sudah lama atau baru. Yang jelas baru kali ini saya mengetahuinya dan sekaligus mengunjunginya. lsinya sungguh menarik. Ada maket Raudhah, maket perkembangan masjid Nabawi, maket perang Khandaq (Parit), maket perang Uhud dll.
Sehari sebelumnya lagi, pihak bimbingan juga mengadakan kunjungan ke situs-situs bersejarah di sekitar Madinah. Diantaranya yaitu masjid Qiblatain ( masjid 2 kiblat), masjid Quba dan gunung Uhud. Akan tetapi karena kami telah beberapa kali mengunjungi tempat-tempat tersebut maka kali ini kami memutuskan untuk absen. Karenanya mohon maaf saya tidak dapat melaporkan pandangan mata situs-situs penting yang menjadi standard kunjungan haji dan umrah tersebut.
( Bersambung).
Wallahu’alam bish shawwab.
Paris, 25 Desember 2011.
Vien AM.
minta doanya biar dimudahkan dan disampaikan umurnya buat semua temen muslim yang belum sempat haji ya Mbak vien….terutama buat temen-temen yang masih di Pau….salam buat Ayah Bambang
Insya Allah kalau sungguh2 niatnya pasti Allah memudahkan jalannya …