Feeds:
Posts
Comments

Archive for March, 2012

Pemilihan presiden Perancis ke 10 di era Republik ke 5 yang saat ini dipimpin oleh presiden Nicolas Sarkozy, tinggal menghitung hari. 10 calon presiden dan masing-masing pendukungnya makin gencar melakukan kampanye. François Hollande sampai saat ini, masih tercatat sebagai saingan terdekat Sarkozy yang beberapa tahun terakhir pemerintahannya mulai kehilangan kepercayaan masyarakat.

Keterpurukan ekonomi adalah salah satu kegagalan yang harus dihadapi Sarkozy yang terpilih menjadi presiden pada tahun 2007. Ia adalah presiden ke 23 Perancis dan presiden ke 6 Republik ke 5. Ia mengalahkan Segolene Royal, yang ketika itu adalah ‘pasangan kumpul kebo’’ François Hollande, pesaing ketat Sarkozy saat ini.

Bagi umat Islam tampaknya Marine Le Pen adalah yang paling patut untuk diperhatikan dan dicermati. Ia adalah calon presiden yang paling jelas memperlihatkan sikap anti Islam. Tampaknya kebencian ini menurun dari ayahnya, Jean-Marie Le Pen, bekas calon presiden dari Marseilles yang pada pemilihan presiden tahun 2002 dikalahkan oleh Jacques Chirac. Selain anti Islam, baik Marine maupun ayahnya dikenal orang sebagai antisemit, yaitu orang yang membenci Yahudi. Nazisme adalah contoh antisemit yang paling mudah dilihat.

Sejak lama Marine yang merupakan satu dari tiga perempuan calon presiden ini telah memperlihatkan kebencian tersebut. Pada tahun 2009, ketika pemerintah Swiss mengeluarkan referendum tentang penting atau tidaknya menara dan kubah bagi rumah ibadah umat Islam, yaitu masjid, sontak ia mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah Perancis juga harusnya mengikuti sikap tetangganya itu.

Lucunya, Daniel Streich, sang politikus Swiss pencetus ide tersebut, tahun 2010 yang lalu malah berbalik memeluk Islam. Ia tidak peduli terhadap cap yang diberikan partainya, yaitu setan! Dalam pernyataannya, untuk menebus kesalahannya yang membuat pemerintah Swiss sekarang ini merealisasikan larangan pembuatan menara dan kubah masjid, ia berniat membangun masjid terindah di negaranya. Kalau niat ini terlaksana, ini akan menjadi masjid ke 5 di Swis. Allahuakbar …

( Note: Berita terakhir yang saya temukan melalui surfing internet dari beberapa sumber di luar negri, Daniel bukan pencetus larangan diatas, justru ia menyatakan ke-Islam-annya yang sejak beberapa tahun lalu ia sembunyikan, karena gerah dengan isu tersebut. Lihat diantaranya : http://en.wikipedia.org/wiki/Daniel_Streich )

Selanjutnya, pada periode pemilu 2012 ini, dengan lantang Marine Le Pen menyatakan bahwa kaum imigranlah ( baca Islam ) yang menyebabkan merosotnya ekonomi rakyat Perancis. Demikian juga meningkatnya kejahatan di beberapa wilayah. Ia bahkan mengajak uni eropa untuk bersatu melawan ‘Islamisasi’ dengan menjaga dan mencegah batas negara masing-masing dari masuknya imigran gelap yang dari tahun ke tahun makin membanjiri Eropa.

Sebagai catatan, sebagian besar imigran memang adalah kaum Muslimin. Mereka adalah korban berbagai perang, seperti ‘perang’ Afganistan dan Palestina. Kalau itu bisa disebut perang bukan penyerbuan ataupun pendudukan. Atau korban kerusuhan di negara-negara Arab seperti Siria, Yaman, Mesir, Tunisia, Libanon dll yang bermula Desember 2010 lalu. Di Perancis gelombang perlawanan terhadap pemerintah resmi ini dikenal dengan nama Le Printemps Arab atau Arab Spring.

Sikap anti Islam politikus Front Nasional ( FN) ini tampaknya berawal dari sikap rasisnya. Tampaknya ialah satu-satunya calon presiden yang mempermasalahkan ‘keaslian’ calon presiden lainnya. Yang dimaksudkannya adalah Eva Joly, seorang pakar ekologi yang mempunyai 2 kewarga-negaraan, yaitu Perancis dan Norwegia. Eva Joly adalah asli berdarah Norwegia. Ia datang ke Perancis pada usia 18 tahun untuk menuntut ilmu. Di negri ini ia kemudian menikah dengan seorang dokter warga asli Perancis.

Demikian pula sang presiden menjabat, Nicolas Sarkozy, yang mempunyai darah campuran Hongaria dari ayah, seorang imigran Hongaria, dan Yahudi dari ibu, seorang perempuan Perancis Yahudi. Padahal bukankah bumi ini milik Allah swt? Siapapun boleh menempati tanah Sang Khalik selama tidak berbuat kerusakan dan dapat menjaganya dengan baik.

Masalah daging halal, inilah isu terbaru yang dilontarkan Marine. Ide ini datang dari negri Belanda yang sejak beberapa bulan lalu melarang keberadaan daging halal, dengan alasan ‘humanity”. Mereka beranggapan bahwa pemotongan hewan secara Islam ( juga Yahudi) membuat hewan kesakitan. Untuk diketahui, standard pemotongan hewan di Eropa, hewan dipotong setelah dibius terlebih dahulu.

Dengan penuh emosi, Marine mengatakan bahwa 80 % daging yang ada di Perancis kalau tidak halal ya kasher ( daging halal ala Yahudi). Namun pernyataan ini ditolak oleh asosiasi daging Perancis. Katanya tidak lebih dari 50 % saja. Tetap menakjubkan, menurut saya .. Subhanallah ..

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. … ”. (QS.Al-Maidah(5):3)

Syukurlah sikap keras anti Islam ini tampaknya justru kurang menarik simpati masyarakat. Minggu lalu penduduk negri ini dikejutkan oleh tragedi penembakan militer di Toulouse dan Montauban. Di Toulouse 1 korban meninggal dunia. Sementara di Montauban, sekitar 50 km dari Toulouse, 2 korban meninggal dunia dan 1 orang koma hingga detik ini. Ke 4 orang tersebut adalah anggota pasukan terjun payung eksklusif militer Perancis. 2 diantara yang meninggal kabarnya Muslim Magreban, sebutan untuk Muslim keturunan Afrika Utara ( Maroko, Aljazair dan Tunisia).

Belum lagi misteri ini terpecahkan, 4 hari kemudian terjadi lagi peristiwa penembakan di sekolah Yahudi di Toulouse dengan korban meninggal 1 orang guru dan 3 orang murid. Beberapa hari kemudian muncul lagi berita meledaknya bom di depan kedutaan besar Indonesia di Paris. Yang terakhir ini, ntah ada hubungannya atau tidak. Alhamdulillah tidak memakan korban kecuali kaca-kaca jendela yang pecah dan 2 mobil terbakar.

Tak urung, tragedi berdarah yang terjadi sebulan sebelum pemilu presiden ini membuat orang bertanya-tanya. Apa sebetulnya motif di balik semua ini. Marine Le Pen tampaknya yang paling banyak menerima tuduhan. Karena semua orang tahu betapa seringnya ia melemparkan isu-isu antisemit dan anti Islam. Oleh sebagian orang ia dianggap telah memprovokasi kebencian ras dan agama.

Pagi ini, si pelaku terror telah tertangkap dan tertembak mati. Pemuda Perancis keturunan Aljazair ini mengklaim dirinya sebagai bagian dari Al-Qaeda. Kabarnya pemuda berusia 23 tahun ini pernah ikut berjihad di Afganistan dan Palestina. Namun anehnya lagi, ia dikabarkan sebagai pemuda umumnya pemuda Perancis lain yang suka ‘hang out’ dengan gadis-gadis, pernah masuk penjara karena kejahatan ringan dan sama sekali bukan seorang yang religius.

Jelas ini bukan ciri seorang yang berani melakukan jihad. Karena jihad dengan berperang sebenarnya adalah perbuatan mulia yang dilakukan seorang Muslim dalam rangka membantu saudaranya yang diperangi di negaranya sendiri. Contohnya dengan langsung datang ke medan perang, ke Palestina atau Afganistan misalnya. Dan ini dilakukan karena ketakwaannya. Jadi bukan membunuh orang tak berdosa dan sembarangan menyebar terror. Apapun alasannya, hal ini membuat Muslim terutama di Paris ini merasa tidak nyaman.

Di pihak lain harus diakui bahwa Islam tanpa dapat dicegah telah tersebar luas di negri ini. Di setiap sudut Paris, bucheri ( toko penjual daging) halal mudah ditemukan. Demikian juga restoran kebab halal. Bahkan restoran masakan Perancispun belakangan ini sudah mulai mudah dicari. Toko-toko kelontong penjual buah dan sayur milik orang-orang Magreban juga banyak. Bahkan demo terhadap kekejaman penguasa negara-negara Islam seperti Syria sering dilaukan di ibu kota negara ini.

Beberapa kali saya mencoba surfing mencari masjid dan musholla yang dikabarkan banyak sekali di Paris. Ternyata memang benar. Hampir di semua sudut kota ada. Meskipun ketika saya dan suami mencoba mencarinya tidak sesuai harapan. Yang disebut masjid di web tersebut hanyalah apartemen 2 tingkat yang sempit. Namun Subhanallah .. Ketika kami berusaha untuk masuk, ternyata di dalamnya telah berkumpul sejumlah Muslim yang sedang mengkaji Islam. Ada lagi ‘masjid yang ternyata hanya apartemen yang pintunya sudah rusak dan ditempeli tulisan bahwa daerah tersebut adalah daerah rawan kejahatan. Atau tulisan berisikan larangan shalat di jalanan.

Paris saat ini memang sarat dengan Muslim. Kemanapun kita berjalan akan kita temui perempuan berjilbab, dari jilbab hitam lengkap dengan abayanya maupun pakaian Muslimah ‘modern’ yang warna-warni, dengan aneka modelnya. Pengalaman saya pribadi, bila bersua wajah Muslim ( baca Arab ) hormat terhadap kita, bisa dipastikan bahwa ia seorang Muslim pratiquant. Pratiquant adalah sebutan bagi seorang yang menjalankan agama, apapun agamanya. Sebaliknya bila ia tidak ramah ( baca judes ) hampir bisa dipastikan ia bukan pratiquant, minimal tidak PD pada agamanya. Ini pendapat saya pribadi.

Namun yang paling menyedihkan adalah fakta tentang satu-satunya uztad yang berada di lingkungan kami. Uztad yang sedang menyelesaikan program beasiswa S3 di jurusan ilmu sosial di Paris ini mempunyai pikiran yang sangat liberal. Isu Sepilis ( Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme) yang tadinya hanya saya ketahui dan pelajari secara teori di tanah air, ternyata benar-benar ada di depan mata. Diantaranya yaitu bahwa semua agama adalah benar dan sama !  Ya, itulah Gazwl Fikri atau Perang Pemikiran.

Sebenarnya sudah sejak lama hal ini menjadi perhatian para ulama seluruh dunia. Namun tidaklah mudah untuk menangkalnya. Apalagi yang dihadapi saat ini justru para uztad yang notabene adalah para cendekiawan Muslim. Pemikiran barat seperti Demokrasi, Feminisme, Sekulerasi dll yang tampaknya sudah merasuki pemikiran uumum ini tampaknya telah mampu menggusur hukum-hukum pokok Islam.

Akibatnya ajaran Islam seperti perbedaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, poligami, jihad dan hukum-hukum khas Islam seperti hukum qishos, rajam, jiziyah dll menjadi tampak bengis dan tidak manusiawi. Ironis, para cendekiawan Muslim moderat tersebut tetap berani menggunakan ayat-ayat Al-Quran untuk membela pemikiran baru tersebut.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Itulah hebatnya ilmu Hermeneutika, ilmu Barat yang awalnya hanya dipakai untuk mengkritisi kitab suci mereka. Dengan kelihaiannya, para orientalis tersebut berhasil mempengaruhi para cendekiawan Muslim yang belajar ilmu-ilmu sosial di barat agar mengkritisi Al-Quran dengan cara menggunakan ilmu Hermeneutika tadi. Padahal seberapa hebatkah akal manusia hingga berani menganalisa kebenaran wahyu Ilahi, apalagi bila dilandasi dengan dasar kekafiran !

Tapi itulah yang terjadi. Kita memang sedang hidup di masa Islam benar-benar terpuruk. Hampir semua negara Islam berada dibawah kekuasaan Barat.  Barat sudah menjadi kiblat sebagian besar umat meski dengan teganya mereka memberikan kita label-label miring seperti Teroris, Fundamentalis,Islamis, Jihadis dll.

Terprovokasi prilaku sesama Muslim yang tidak bertanggung-jawab, pengetahuan ke-Islam-an yang cetek, contohnya pelaku pengeboman diatas, apapun alasannya, maka dengan mudah masuklah pemikiran-pemikiran sesat tersebut. Demi menghindari perdebatan panjang, rasa tidak percaya diri akan kebenaran hukum Islam, perasaan ingin diterima Barat dan ingin dianggap ‘modern’ ini akhirnya mampu menggeser keyakinannya tentang kebenaran hukum Islam. Bahkan ada yang berbuat demikian hanya karena iming-iming imbalan yang sangat besar. Baik dalam bentuk uang, bea siswa, berbagai fasilitas dan penghargaan internasional.

“ .. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”.(QS.Al-Maidah(5):44)

Tampaknya perjuangan masih panjang, terutama bagi Muslim yang tinggal di negri ini, agar mereka dapat menjalankan agama dengan baik. Perancis dengan presidennya yang berdarah Yahudi, masyarakatnya yang sebagian besar atheis alias kafir, tampaknya bakal menjadi sandungan yang tidak ringan.

Presiden Sarkozy, sepintas, kelihatannya memang cukup membela umat Islam. Ketika ia menjabat sebagai mentri dalam negeri dibawah kepresidenan Jacques Chirac, ia mendukung berdirinya CFCM ( Conseil Français du Culte Musulman), sebuah badan penasehat bagi kaum Muslimin Perancis, yang telah dicanangkan sejak tahun 1999.

Ketika Marine protes tentang daging halal, ia hanya berkomentar pendek, “ Silahkan mengkonsumi daging halal bagi yang mau, dan tinggalkan bila tidak mau”. “Harus dibedakan antara “Islamiste”dengan ajaran Islam”. Demikian komentarnya beberapa saat setelah tertangkapnya pelaku teror Toulouse. Tanpa memperdulikan bagaimana suara-suara miring di luar mempermasalahkan cara penangkapannya yang sensasional.

Namun jangan lupa, semua orang tahu bahwa Sarkozy yang sejak tahun 2003 telah tercatat sebagai anggota kehormatan Rotary, sebuah klub eksklusif milik Yahudi, adalah seorang yang keras terhadap antisemit. Untuk itu ia pernah menerima piagam penghargaan Toleransi dari sebuah dewan insitusi Israel di Perancis. Tetapi itu jangan diartikan bahwa ia membela Islam.

Pada masa pemerintahannyalah, yang katanya Laic, alias Sekuler, sekolah dan rumah ibadah Yahudi bertambah banyak. Bahkan hari raya Yahudipun diresmikan. Demikian puka daging halal ala Yahudi. ( kasher).

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.(QS. Al-Maidah(5):51)

Jadi sikap keberpihakan Sarkozy terhadap Islam sebenarnya bukan karena untuk membela Islam namun lebih untuk melindunginya dirinya dari pandangan publik agar tidak terlalu di cap Yahudi. Ini terbukti dengan dilarangnya jilbab, azan, hari besar Islam, sulitnya pendirian masjid, shalat Jumat di jalanan dll. Ini juga terbukti dengan dicabutnya izin tinggal 46 petugas airport Roissy yang beragama Islam gara-gara tulisan seorang politikus tentang bahaya Islam di Perancis lewat buku berjudul “Les Mosquées de Roissy” pada tahun 2006.

Namun inilah kehendak Allah swt. Suka atau tidak, Islam pasti tersebar ke seluruh penjuru dunia. Adalah tugas kita yang telah di anugerahi Islam lebih dahulu, agar berdakwah dengan cara yang baik. Dengan bekal iman dan pengetahuan yang kuat, insya Allah, Sang Khalik akan memberi jalan.

Wallahu’alam bi shawwab.

Paris, 24 Maret 2012.
Vien AM.

Read Full Post »

Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.

Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam). Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.

Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Sholallahu alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.

Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.

Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.

Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung… , dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.

Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal-semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….” Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.

Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah2 Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.

Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.

Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya…”

Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”

Setelah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu anhu.. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih,

Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti. Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil. Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman…. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah…. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.

Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Sholallahu alaihi wasallam.. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanyma saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan RasulullahSholallahu alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.

Ketika Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam.

Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya alashsholaati hayya alashsholaati…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.

Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam. Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Sholallahu alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.

Ketika Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ‘sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam..

Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Sholallahu alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.

Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.

Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”. Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu…. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.

Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..

Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
Al-Hakam bin Abu al-‘Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”

Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”

Sesaat setelah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”, ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”

Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”

Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu alaihi wasallam wafat.”

Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Rodhiallahu anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali,

“Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal).”

Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam..

Bilal, “pengumandang seruan langit itu”, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat. Saat menjelang kematiannya, istri Bilal menunggu di sampingnya dengan setia seraya berkata, “Oh, betapa sedihnya hati ini….”

Tapi, setiap istrinya berkata seperti itu, Bilal membuka matanya dan membalas, “Oh, betapa bahagianya hati ini…. ” Lalu, sambil mengembuskan napas terakhirnya, Bilal berkata lirih,

“Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…

Muhammad dan sahabat-sahabatnya

Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih…

Muhammad dan sahabat-sahabatnya”. (km) www.suaramedia.com

Diambil dari :

http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/20406-kisah-bilal-bin-rabah-sang-muadzin-rasulullah.html

Read Full Post »

Tepat dua belas tahun yang lalu, saya dan ke tiga anak kami ikut mendampingi suami tugas di Paris, Perancis. Si sulung ketika itu berusia 14 tahun, yang kedua 11 tahun dan si bontot, satu-satunya anak perempuan kami, berusia 6 tahun. Mereka bersekolah di sekolah international Perancis.

Secara umum, setidaknya dalam pandangan kami ketika itu, ketiganya tidak mengalami masalah serius baik dalam masalah pelajaran di sekolah maupun pergaulan.

Namun memasuki tahun ke tiga, ketika si sulung memasuki usia 17 tahun, saya perhatikan bahwa ada kegelisahan dalam dirinya. Selama ini, hampir setiap hari libur, bila tidak acara keluarga, ia sering ‘hang out’ bersama teman-teman sekolahnya. Ia mempunyai 2 sahabat, yang satu orang Austria, yang satu lagi, campuran Amerika -Perancis. Kami sekeluarga mengenal baik keduanya. Beberapa kali mereka sempat makan bersama kami di rumah.

Hingga suatu hari libur,  anak kami tersebut tidak mau ke luar rumah. “ G jalan sama Philip n Jonas, mas? Tumben …”, tanya saya. “ G ah, males”, jawabnya pendek.

Tetapi beberapa lama kemudian, terdengar ia berbicara sendiri, dengan nada jengkel « Sebel .. enak banget temen-temen pada jalan .. « .

Lhoh, kaget juga saya mendengar keluhan tersebut.

Ibu kan g ngelarang mas pergi, kalau mas pingin jalan-jalan, ya jalan aja  .. yang penting ati-ati jaga diri ”.

“Nah itu dia .. Nggi sebel .. sekarang mereka pada suka ke bar, minum bir .. masak Nggi cuma minum jus ? kan g lucu ..”, lanjutnya lagi, kesal.

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.(QS.Al-Maidah(5):91).

Astaghfirullahaladzim .. Rupanya itulah masalahnya.

Puji syukur hanya pada-Mu, Ya Allah  .. Karena tahun ajaran berikutnya, ketika saya dan suami, meski dengan berat hati, mengusulkan anak sulung kami tersebut untuk melanjutkan SMA nya di tanah air, ia mau menerima usulan tersebut.

“Enak banget sekolah di sini, lagi jalan rame-rame, kalo waktunya shalat pada saling ngingetin”, begitu komentarnya ketika beberapa bulan kemudian saya tanyakan bagaimana keadaannya. Alhamdulillah, lega nian hati ini. Meski berat berpisah dengannya namun yakin ini pasti lebih baik dari pada tetap bersama kami tapi pergaulannya beresiko tinggi.

Pengalaman 9 tahun silam ini ternyata terulang lagi tahun yang lalu. Bedanya, kali ini menimpa si  bontot.  Pada tahun 2009 suami kembali mendapat tugas ke Perancis. Namun kali ini ke Pau, kota kecil di Perancis Selatan, beberapa puluh kilometer dari perbatasan Spanyol. Dan hanya si bontot yang turut bersama kami.  Kedua kakaknya tidak ikut karena si sulung sedang menyelesaikan program S2nya di Australia, sementara si tengah juga sudah kuliah di perguruan tinggi negri  di Jakarta.

Karena sekolah international di kota kecil ini relatif masih baru, hingga belum membuka kelas untuk murid seusia anak perempuan kami, akhirnya ia kami masukkan ke sekolah lokal terbaik yang disarankan perusahaan. Sayangnya, sekolah tersebut ternyata sekolah kristen,  yang bahkan kepala sekolahnyapun seorang pendeta.

Setelah bertahan satu tahun dengan segala ke-tidak-nyaman-annya, termasuk program sekolah dengan pengantar bahasa Perancis yang sangat complicated tata bahasanya itu, berkat usaha gigih suami untuk dipindahkan ke kantor pusat, akhirnya kamipun pindah ke Paris. Tentu saja atas izin Allah swt. Meski sebenarnya beberapa kenalan Perancis suami mengingatkan bahwa pergaulan remaja di ibu kota akan lebih menyulitkan anak dari pada di Pau.

Singkat cerita, masuklah ia ke sekolah bertaraf international, sekolah yang sama dengan kakak-kakaknya dulu. Tahun pertama berjalan relatif lancar. Namun tahun berikutnya, ketika putri kami memasuki usia 17 tahun, timbullah masalah yang sama yang dihadapi putra sulung kami sembilan tahun lalu.

« Aduh bu, Dilla dipaksa-paksa untuk trima botol minuman alkohol yang disodorin temen-temen. Yaudah, akhirnya Dilla trima aja .. tapi trus dilla kasihin lagi ke temen lain”, begitu critanya seru, sepulang sekolah pada hari ulang tahunnya ke 17.

Hari-hari berikutnya, anak gadis kami tersebut mulai sering mengadukan hal-hal yang tidak disukainya. Ajakan teman-temannya untuk bermalam minggu di diskotek, merokok dll. Bahkan sahabatnya, seorang gadis Korea yang jago dance itu, mulai dikeluhkannya. Menurutnya, hobby dance sahabatnya itu agak tersendat karena rasa sungkannya terhadap dirinya. Ini membuatnya sedikit merasa tidak nyaman.

Pengalaman yang cukup menarik. Ibu Noa, begitu nama sahabatnya itu, tidak suka cara pergaulan barat. Ia adalah penganut Kristen yang taat, yang setiap Minggu selalu ke gereja. Noa bercerita, tahun lalu ia merayakan ulang tahunnya di gereja bersama keluarga. Sementara anak saya sendiri juga termasuk anak yang taat menjalankan agama. Biasanya Noa inilah yang melindungi anak saya ketika ia harus shalat secara diam-diam di sekolah. Harap maklum, di sekolah ada peraturan untuk tidak memperlihatkan keagamaan seseorang termasuk shalat ini. Sekuler atau dalam bahasa Perancis, laicite yaitu memisahkan kehidupan duniawi dengan kehidupan keberagamaan adalah alasannya.

Inilah salah satu penyebab mengapa ibu Noa begitu menyayangi Dilla, putri kami. Ia berharap dengan landasan keagamaan yang kuat, pertemanan putrinya dengan putri kami, dapat menjauhkan putrinya itu dari pergaulan bebas remaja yang tidak disukainya. Termasuk dance itu tadi. Oleh karenanya dapat dibayangkan, betapa marah dan kecewanya sang ibu melihat penampilan dance putrinya yang begitu wow di acara sekolah yang dihadiri orang tua murid. Rupanya secara diam-diam Noa tetap melatih bakat tarinya.

“Dilla jadi g enak deh bu .. Kayaknya ibunya Noa ikut marah sama Dilla”, keluhnya sepulang acara tersebut.

Hingga akhirnya datanglah suatu hari yang saya khawatirkan. Anak gadis kami mulai berpikir untuk melanjutkan sekolah di tanah air saja tanpa harus menunggu kami, orang tuanya, selesai tugas.

“ Nanti kalau Dilla kebawa temen-temen gimana .. emang ayah ibu mau .. “, tantangnya setengah bercanda.

Sebenarnya kami ingin ia sabar menghadapi tantangan tersebut. Namun sebagai orang tua, kami juga memahami jiwa mudanya yang suka mencoba-coba. Ini yang kami khawatirkan. Kalau yang bersangkutan saja sudah ragu apalagi kami. Ia juga menambahkan betapa parahnya pacaran di lingkungan sekolahnya. Berpelukan, berpangku-pangkuan dan berciuman di sekolah bahkan di depan gurupun, bagi mereka bukan masalah !

“Pokoknya ngga banget deh bu .. risih lihatnya juga “, begitu ia berkomentar. Bergidik rasanya bulu kuduk ini.

Saya pikir, biar sampai berbusa mulut ini mengingatkan bahwa berpacaran itu tidak ada dalam kamus Islam, tapi bila realita yang dihadapinya tidak mendukung, bagaimana mampu ia menghadapinya?

Tiba-tiba saya teringat cerita salah satu adik saya yang pernah lama tinggal di Jerman dan Belanda. Ia bercerita bahwa di Belanda, perbuatan zina di depan umum adalah hal biasa. Ia pernah, secara tidak sengaja, dengan mata kepala sendiri menyaksikan sepasang manusia, kalau masih bisa dikatakan manusia, melakukan adegan seks di taman, di saksikan dan ditepuki sejumlah penonton !! . “ Mau muntah mb aku rasanya. “

“ Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.(QS.Al-Isra(17):32)

Selain ayat diatas saya juga menasehati apa dampak negatifnya pacaran. Diantaranya yaitu, tidak sucinya lagi hati kita bagi pasangan yang ditakdirkan Allah swt bagi kita kelak. Berpacaran, ibaratnya adalah mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Berarti sama dengan mencuri, yang hukumnya jelas, haram.

Berpacaran dengan seseorang yang di kemudian hari ternyata bukan jodoh kita, juga bisa berpotensi menjadi duri berbahaya dalam perkawinan kelak. Masalahnya kita tidak pernah tahu siapakah jodoh kita nanti. Belum lagi bila pacaran sampai harus berdua-dua-an di tempat sepi.

Singkat cerita, akhirnya kami terpaksa merelakan si bontot pulang ke tanah air. « Tenang aja bu, di sini gampang mau shalat .. hampir semua temen sekolah shalat, di sekolah ada masjid, di mall-mall juga ada musholla .. », persis komentar si sulung beberapa tahun lalu.

Hati saya lebih tenang lagi, ketika suatu hari suami bercerita bahwa ia mendengar kabar bahwa pemerintah Perancis belakangan ini menggalakkan sekolah agar membagi-bagikan kondom secara gratis kepada lyceen, bahasa Perancis untuk murid SMA ! Na’udzubillah min dzalik … Untung anak kami sudah tidak bersekolah lagi di kota penuh kemaksiatan ini  … Hiii …

Pertanyaannya, dimana lalu perbedaan manusia sebagai mahluk yang tertinggi derajatnya karena diberi-Nya akal agar mampu mengendalikan nafsunya dengan, maaf, binatang yang bergerak hanya berdasarkan nafsu belaka  … Astaghfirulllah hal adzim …

Semakin jelas bahwa musuh orang beriman itu adalah hisbusyaitan  alias bisikan syaitan, iblis dengan pasukannya yang terdiri atas jin dan manusia jahat, yang suka berbuat kerusakan, yang tidak mau tunduk pada perintah Sang Pencipta dan cenderung selalu melawan nilai-nilai umum kebaikan  …

Harapan saya, semoga Allah swt memberi kami kesabaran dalam menjalani cobaan ini. Kekuatan kepada putri ABG kami dalam menghadapi kehidupannya tanpa kedua orang-tuanya meski di negri sendiri. Karena meski mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, bisikan syaitan itu tetap dasyat.

“Kapan nih Dilla mau pake jilbab”, pertanyaan yang sering saya lontarkan dan mungkin merupakan pertanyaan yang paling membuatnya BT alias Butuh Teman, istilah remaja untuk menunjukkan perasaan sebal mereka.

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang“.(QS. Al-Ahzab(33):59).

“ G jaminan lho bu, anak yang pake jilbab itu g pacaran”, jawabnya sedikit sinis, tahu persis arah pembicaraan saya.

“Tapi tenang aja bu, Dilla ngerti koq .. insya Allah suatu hari nanti pake, tapi g sekarang, Dilla belum siap bu“, tambahnya buru-buru sambil tersenyum, berusaha meredakan kekhawatiran ibunya.

“Amiin, asal masih dikasih  umur aja de“, jawab saya’penuh arti, berharap Allah swt menyelipkan rasa takut pada hatinya hingga ia mau bersegera melaksanakan niat baiknya itu.

Oiya bu, mas Ian pernah bilang, kebanyakan laki-laki itu bangsat, betul g sih?”, tanyanya, polos.

Ups, kaget saya. Saya memang pernah meminta tolong kakaknya agar menasehati satu-satunya adik perempuannya itu untuk tidak berpacaran. Namun tentu saja saya tidak pernah menyuruhnya berkata  demikian.

Pernah suatu hari, ketika sedang menonton TV, anak lelaki kedua saya tersebut berkomentar: “Woi, pahe tuh”. “Ya jangan dipelototin dong mas“, nasehat saya. “Siapa suruh di buka-buka kayak gitu”, katanya lagi sambil membuang muka, jengah.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“.(QS.An-Nuur(24):30).

Menurut adik saya, yang kebetulan menjadi guru sebuah SMP Islam di Tangerang, sebagian muridnya berpacaran meski mereka berjilbab. Sulit melarang anak-anak untuk menjauhi hal yang satu ini. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari, anak-anak disuguhi acara TV yang merupakan hiburan utama keluarga dengan film dan sinetron percintaan remaja,  lagu lengkap dengan klip videonya yang seronok. Belum lagi toko-toko buku yang rak-raknya selalu dipenuhi oleh novel-novel percintaan remaja.

Ya Allah, berilah kesadaran bagi pemimpin negri ini agar mau bertanggung-jawab terhadap perkembangan mental para remaja yang merupakan generasi penerus bangsa.

Akhir kata, kalau boleh saya mengambil kesimpulan, usia remaja, khususnya 17 tahun, adalah benar-benar usia yang sangat rawan, terutama bagi mereka yang tinggal di barat, paling tidak di Perancis ini. Oleh karenanya, secara pribadi, saya berani katakan jangan mengirim anak kita untuk mengambil S1 di barat, tanpa pengawasan orang-tua, apalagi bila keimanan masih tipis.

Wallahu’alam bish shawwab.

Paris, 13 Maret 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Dalam “Arriyadh Annadhirah Fi Manaqibil Asyarah“ tertulis, dari sahabat Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah ra dan bersabda: “Wahai Aisyah, inginkah engkau mendengar kabar gembira?” Aisyah menjawab : “Tentu, ya Rasulullah.” Lalu Nabi saw bersabda, ”Ada sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk surga, yaitu : Ayahmu masuk surga dan kawannya adalah Ibrahim; Umar masuk surga dan kawannya Nuh; Utsman masuk surga dan kawannya adalah aku; Ali masuk surga dan kawannya adalah Yahya bin Zakariya; Thalhah masuk surga dan kawannya adalah Daud; Azzubair masuk surga dan kawannya adalah Ismail; Sa’ad masuk surga dan kawannya adalah Sulaiman; Said bin Zaid masuk surga dan kawannya adalah Musa bin Imran; Abdurrahman bin Auf masuk surga dan kawannya adalah Isa bin Maryam; Abu Ubaidah ibnul Jarrah masuk surga dan kawannya adalah Idris Alaihissalam.”

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS.At-Taubah(9):100).

Itulah janji Sang Khalik terhadap para sahabat yang selama hidup sejak mereka memeluk Islam hingga akhir hayat senantiasa membela Rasulullah dengan taruhan seluruh jiwa raga, mengorbankan harta dan rela berperang demi menegakkan ajaran Islam. Sebuah ganjaran yang amat pantas. Sebaliknya, sungguh tak pantas bila kemudian ada orang yang meragukan keimanan para sahabat tersebut.

Namun nyatanya itulah yang terjadi. Sejumlah sahabat dekat seperti Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra dan Ustman bin Affan ra difitnah telah murtad tak lama setelah Rasulullah wafat. Khalifah ke 3, Ustman bin Affan ra bahkan dianggap telah memanipulasi dan merekayasa isi ayat-ayat Al-Quran hingga sesuai dengan keinginan beliau dan kelompoknya, yaitu suku Quraisy. Sesuatu yang benar-benar tidak masuk akal. Lupakah mereka bahwa justru orang-orang Quraisy, penentang terbesar Rasulullah pada masa awal keislaman, inilah penyebab hijrahnya kaum Muhajirin ? Dan bukankah Allah swt sendiri yang menjamin pemeliharaan kitab suci umat Islam ini?

“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.(QS. AL Hijr (15):9).

Ironisnya, penyebar fitnah tersebut adalah orang-orang yang mengaku Islam !

Adalah kaum Khawarij, mereka adalah kaum yang pertama kali tercatat sebagai penyebar fitnah dalam tubuh Islam. Mereka adalah kaum yang memberontak terhadap pemerintahan Ustman bin Affan ra hingga menyebabkan terbunuhnya sang khalifah. Kaum yang mulanya membela kubu Ali bin Thalib ra, pengganti khalifah terbunuh, akhirnyapun membelot.  Mereka mulai mengkafirkan Ali dan sahabat-sahabat lain.

Parahnya lagi, hingga detik ini, fitnah keji tersebut  dipercaya dan diterima oleh sejumlah kelompok yang juga mengaku Islam. Diantaranya yaitu cendekiawan Muslim yang belajar dan menimba ilmu keagamaan Islam di Barat. Barat yang notabene Kristen dan memandang Islam sebagai ancaman, melihat jelas perpecahan di dalam tubuh Islam ini. Alhasil, dengan cepat merekapun memanfaatkan kesempatan tersebut dengan terus mengipasi umat Islam.

Kata “kritis” adalah kunci dasar pemikiran Barat. Maka dengan penuh percaya diri, para “cendekiawan” yang menamakan kelompoknya sebagai kelompok pembaharu itu, mulai nekad meng-“kritis”-i ( baca meragukan) ayat-ayat suci Al-Quranul Karim. JIL ( Jaringan Islam Liberal) adalah hanya satu diantara beberapa kelompok yang memiliki paham sesat tersebut.

Sementara kelompok Syiah, aliran Islam tertua yang berkembang pesat di Iran dan memiliki banyak pengikut di negri para mullah ini, terang-terangan mengajarkan ritual untuk mengutuk dan menghujat para sahabat. Bahkan dua istri Rasulullah, ibu umat Islam, yaitu Aisyah ra, putri Abu Bakar ra dan Hafsah ra, putri Umar bin Khattab,  tak luput pula dari fitnah keji yang mereka lemparkan. Yaitu, selain sebagai pelacur, na’udzubillah min dzalik, juga dituduh sebagai penyebab wafatnya Rasulullah saw, yaitu dengan cara meracuni Rasulullah !

( Untuk catatan, Syiah masuk kedalam kelompok aliran sesat diantaranya karena memiliki beberapa kitab suci disamping Al-Quran, diantaranya yaitu mushab Fatimah. Kitab ini, menurut mereka, berisikan firman Allah swt yang khusus  diturunkan kepada Fatimah ra, putri Rasulullah dan ditulis oleh Ali bin Abu Thalib ra, menantu Rasulullah.)

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka…. “.(QS.Al-Ahzab(33):6).

« Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.(QS.Al-Ahzab(33) :57).

Bila Rasulullah saw masih ada, tak dapat dibayangkan betapa akan sakit hatinya beliau mendengar fitnah yang menimpa orang-orang yang beliau sayangi tersebut.

Adanya ritual keji ini diakui sendiri oleh pengikut Syiah yang tampaknya masih mempunyai hati nurani. Karena betapapun buruknya sebuah ajaran, mengutuk dan menghujat sesama manusia bukanlah hal yang terpuji. Rasulullah saw tidak pernah mengajarkan hal seperti itu.

Penyebab awal kebencian Syiah, sejatinya adalah tentang hak kepemimpinan. Menurut kelompok ini hanya garis keturunan Husein bin Ali bin Thalib sebagai cucu Rasulullah saw, yang berhak meneruskan kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah. Itu sebabnya mereka tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khattab maupun Ustman bin Affan. Dengan teganya, Abu Lu’lua, yang membunuh Umar ketika khalifah ke dua ini sedang shalat Subuh, bahkan mereka elu-elukan sebagai pahlawan. Selanjutnya, hadits-hadits yang bukan berasal dari Ali bin Abu Thalib dan dianggap tidak memihak kepentingan mereka, tidak mereka jadikan pegangan.

Keyakinan tersebut berdasarkan keyakinan kepada apa yang dikatakan Rasulullah pada suatu hari yang kelak mereka namakan Idul Ghadir, yang mereka rayakan setiap tahun, tak terkecuali di Republik tercinta ini. Ketika itu mereka mendengar bahwa Rasulullah telah menunjuk Ali bin Abu Thalib sebagai pengganti Rasulullah bila wafat nanti. Peristiwa itu terjadi pada perjalanan pulang Rasulullah dari Haji Wa’da dimana berkumpul ratusan ribu kaum Muslimin dari segala penjuru.  Kalau memang Rasulullah menghendaki Ali sebagai pengganti beliau saw, tentu akan beliau ungkapkan pada Haji Wa’da bukan sepulangnya, ketika sebagian besar kaum Muslimin telah berpencar pulang ke rumah masing-masing.

Ucapan Rasulullah itu sejatinya ditujukan untuk pasukan Ali ra yang tidak mau menuruti perintah menantu Rasulullah tersebut. Ketika itu Ali mengadu kepada Rasulullah bahwa pasukannya itu tidak mau mentaati Ali yang saat itu sedang menjalankan amanat Rasulullah di negri Yaman.

https://www.youtube.com/watch?v=pghJsKrFeNc

Apapun pendapat kelompok-kelompok yang membenci para sahabat, yang notabene adalah orang-orang Muhajirin dan Anshar, Allah telah ridho terhadap mereka dan telah memaafkan segala kesalahan mereka, yang tentu saja sangat manusiawi.

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka, “(QS.At-Taubah(9):117).

Menjadi catatan penting, menghujat apalagi meng-kafirkan para sahabat yang terbukti mendapat ampunan dan pujian dari Allah swt adalah bukan hal sepele. Ini adalah awal bencana. Karena para sahabat adalah saksi turunnya ayat-ayat suci Al-Quran kepada Rasulullah. Merekalah yang mengetahui kapan, bagaimana Rasulullah dan masyarakat menanggapi ayat-ayat tersebut.

Jangan lupa, ayat-ayat Al-Quran turun dalam bentuk lisan bukan tulisan seperti yang kita saksikan sekarang ini. Urutan turunnyapun tidak sama dengan apa yang kita baca hari ini. Para sahabatlah yang menuliskan ayat-ayat tersebut, dengan urutan sesuai petunjuk Rasulullah saw. Dengan kata lain, menghujat dan mengkafirkan para sahabat bisa beresiko pada hilangnya kepercayaan terhadap ayat-ayat  suci itu sendiri.

Sejarah mencatat, betapa tingginya keimanan para sahabat. Abu Bakar adalah seorang yang dikenal sangat jujur. Ia telah menjadi sahabat Rasulullah jauh sebelum kerasulan. Ia termasuk orang yang pertama memeluk Islam. Ia tidak pernah meragukan apapun yang dikatakan sahabatnya itu. Itu sebabnya ia mendapat julukan Ash-shiddiq. ( yang selalu membenarkan). Tak heran bila Rasulullah suatu ketika pernah mengatakan bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling beliau cintai. Ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa Rasulullah menikahi putrinya, Aisyah ra. Allah swt mengabadikan ketinggian keimanan Abu Bakar ra yang pernah memerdekakan 7 budak agar mereka dapat mengenal Islam dengan ayat-ayat berikut:

“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni’mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS.Al-Lail(92):17-21).

Sementara dengan Umar bin Khattab ra, sebelum memeluk Islam, Rasulullah pernah bersabda:

Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”.

Allah swt juga beberapa kali menurunkan ayat-ayat Al-Quran berkenaan dengan sikap Umar. . Diantaranya adalah ayat 67 surat Al-anfal. Ayat ini diturunkan ketika Rasulullah meminta pendapat para sahabat tentang apa yang harus diperbuat terhadap tawanan perang Badar. Abu Bakar berpendapat bahwa sebaiknya tawanan dibebaskan dengan tebusan. Sementara Umar berpendapat sebaiknya mereka dibunuh. Awalnya Rasulullah setuju dengan Abu Bakar. Namun ternyata kemudian turun ayat 67 diatas yang isinya sesuai dengan anjuran Umar.

Namun demikian ini bukan berarti bahwa Umar adalah seorang yang sadis. Suatu ketika pada masa Umar menjadi khalifah, beliau pernah berujar : “Janganlah kamu mengira sifat kerasku tetap bercokol. Sejak awal ketika aku bersama Rasulullah saw, aku selalu menjaga keamanan dan ketentraman negri ( mentri dalam negri). Di masa Abu Bakarpun tetap demikian. Tetapi kini setelah urusan diserahkan kepadaku, akulah orang yang paling lemah dihadapan yang haq”.

Ini dibuktikannya dengan berbagai tindakannya yang sangat berpihak kepada rakyat kecil. Diantaranya yaitu dengan menyamar sebagai orang biasa dan berkeliling melihat keadaan rakyatnya.

Abbas ra berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku memiliki dua penasehat dari ahli langit dan dua penasehat dari ahli bumi. Yang dari langit ialah malaikat Jibril dan Mikail sedangkan yang dari bumi adalah Abu Bakar dan Umar. Merekalah pendengaran dan penglihatanku”. (HR. Alhaakim, Ibnu Asaakir dan Abu Na’ím dalam Fadhailus Sohabah).

Selanjutnya adalah Ustman bin Affan ra, sahabat sekaligus menantu Rasulullah yang di kemudian hari menjadi khalfah ke 3 dan mendapat julukan  Dzunnur’ain (seorang. yang memiliki dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah.  Ustman menikahi Ruqayah, putri ke 2 Rasulullah sebelum datangnya Islam. Kemudian setelah istrinya tercinta ini wafat, Rasulullah menikahkan beliau dengan adik Ruqayah yaitu Ummu Kaltsum.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa ?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya ?”

Ustman adalah seorang kaya raya namun amat dermawan. Suatu ketika di Madinah, kaum Muslimin sedang menghadapi kesulitan air. Sebenarnya ada sebuah sumur yang diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut. Namun  air sumur milik Yahudi tersebut diperjual belikan padahal kaum Muslimin tidak cukup memiliki uang. Maka datanglah Ustman membeli sumur tersebut dengan harga 20 ribu dirham, harga yang sangat tinggi. Hebatnya, sumur tersebut diberikan airnya kepada kaum Muslimin secara cuma-cuma.

Selain Ustman, sahabat kaya raya yang juga dikenal banyak menginfakkan hartanya untuk membantu saudara-saudaranya yang kesusahan adalah Abdul Rahman bin Auf. Juga Arqam bin Abi Arqam yang merelakan rumahnya dijadikan pusat dakwah Rasulullah. Rasulullah saw memuji Amr bin Ash dengan sabdanya: “Manusia sekedar masuk Islam, tapi Amr Bin Ash masuk Islam dengan iman”. (Hadits Shahih riwayat Ahmad dan Tirmidzi).

Akan halnya Ali bin Abu Thalib, tak satupun orang meragukan ketakwaan menantu Rasulullah yang sejak kecil telah menjadi bagian dari keluarga Rasulullah saw ini. Ali ditunjuk Rasulullah untuk tidur di atas tempat tidur beliau ketika orang-orang Quraisy bersekongkol membunuh Rasulullah. Dan Ali rela melakukan tugas mulia tersebut.

Dalam perang Khandaq, dengan agak memaksa Ali memohon agar Rasulullah mengizinkan beliau melayani tantangan Amru bin Wudd, seorang pimpinan pasukan berkuda Quraisy yang dikenal sangat kuat dan gagah perkasa.

“”Aku mengajak kamu ke jalan Allah, ke jalan Rasulullah dan kepada Islam“, seru Ali .

“Aku tidak memerlukan itu semua“, jawab Amru congkak.

“Kalau begitu, aku mengajak kamu bertempur“, tanggap Ali lagi.

“Mengapa hai anak saudaraku, demi berhala Allata aku tidak ingin membunuhmu“, jawab Amru lagi.

“Tapi demi Allah, aku ingin membunuhmu“, tantang Ali lantang.

Akhirnya terjadilah pertempuran yang mengakibatkan jatuhnya Amru dan usailah perang dimana Madinah bertahan dengan sistim paritnya yang diprakasai Salman Alfaritsi itu.

Dari pihak Anshar juga tak kalah hebatnya. Ada seorang rabbi di Madinah  yang cerdik-pandai, yaitu Abdullah bin Sallam. Setelah berkonsultasi dengan Rasulullah  iapun lalu memeluk Islam dan mengajak pula keluarganya untuk mengikuti jejaknya. Lalu merekapun bersama-sama mengikuti cahaya Islam. Sementara pada suatu peristiwa penting, yang dikenal dengan nama Baitur Ridwan ( perjanjian di bawah pohon),  para sahabat Anshar membuktikan ketakwaan mereka .

( Tentang baitur Ridwan, click :

http://vienmuhadisbooks.com/2011/06/10/xxi-perdamaian-hudaibiyah-dan-baitur-ridwan/  )

“ Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”(QS.Al-Fath(48):18).

 “ Dan barangsiapa yang menta`ati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS.An-Nisa (4): 69-70).

Menurut Masruq, kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan para sahabat yang suatu ketika berkata kepada Rasulullah, “ Wahai Rasulullah, kami tidak mau berpisah denganmu. Sesungguhnya jika engkau mendahului kami, engkau pasti akan mendapatkan tempat yang lebih tinggi bersama para nabi lain sehingga kami tidak akan dapat melihatmu”. (HR. Ibnu Abi Hatim).

Sungguh orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar adalah orang-orang yang dikasihi Allah swt dan patut menjadi panutan.

Wallahua’lam bish shawwab.

Paris, 8 Maret 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

Islam memang sebuah ajaran yang unik. Ajaran yang disampaikan kepada Rasulullah saw sebagai nabi penutup, melalui malaikat Jibril as, ini mengajarkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dunia adalah ladang tempat bekerja, beribadah berbuat kebaikan demi mengumpulkan bekal akhirat nanti. Karena akhirat adalah tujuan, yang ujungnya hanya 2 : surga atau neraka. Itu sebabnya, ketika lingkungan tidak memungkinkan kita untuk beribadah, bekerja dan menjalani hidup tenang dibawah aturan yang dikehendaki-Nya maka hijrah adalah solusinya.

Mekah dan Madinah meski sama-sama berada di tanah Saudi dengan jarak sekitar 450 km adalah dua kota yang benar-benar berbeda. Mekah adalah kota yang sangat gersang dan panas. Sebagian besar penduduknya hidup dari berdagang. Sedangkan Madinah adalah kota yang tanahnya subur dan relative lebih dingin dibanding Mekah. Mayoritas penduduknya hidup sebagai petani.

Tentu saja perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik secara ekonomi, sosial kemasyarakatan maupun kesehatan. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada saat yang sama mereka juga harus mencari penghidupan, padahal mereka  tidak memiliki modal. Namun dengan semangat persaudaraan muslim yang baru saja mereka terima semua itu dapat diatasi dengan baik.

Ketika itu Rasulullah mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Diantaranya Abu Bakar dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid, Umar bin Khattab dengan  Uthbah bin Malik, Utsman bin Affan dengan seorang laki-laki dari bani Zuraiq bin Sa`ad Az-Zuraqi,  Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin Jabal, Hamzah bin Abdul Muthalib dengan Zaid bin Zuhair, Abdul Rahman bin Auf dengan Sa’id bin Rabi’, Zubair  dengan Ka`ab bin Malik, Abdullah bin Zaid bin Tsa`labah bin Abdi Rabbih dengan Balharits bin Al-Khazraj dll.

Bahkan antara suku Aus dan suku Khazraj, dua suku penduduk Madinah yang sejak lama selalu bermusuhan, sejak datangnya Islam tidak pernah lagi bertikai. Kecuali suatu hari orang-orang Yahudi pernah mengadu-domba mereka hingga hampir saja terjadi pertumpahan darah kalau saja Rasulullah tidak segera mengingatkan bahwa sesama muslim adalah bersaudara.

“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS.Al-Hujurat (49):10).

Hebatnya lagi, pada awal hijrah ikatan persaudaraan tersebut berlaku hingga ke hukum waris. Namun hal ini tak lama berlangsung karena kemudian turun ayat yang menjelaskan bahwa kerabat lebih berhak mendapatkan waris dari pada yang bukan kerabat ( Muhajirin).

“ … Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah)”.(QS.Al-Ahzab(33):6).

Zubair ra berkata:

“Allah Azza wa Jalla, menurunkan ayat khusus tentang kami orang-orang Muhajirin dan Anshar, QS. Al-Anfaal :75, “ … … Orang-orang yang mempunyai hubungan (kerabat) itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.( QS. Al-Anfaal(8) :75).

Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Ketika kaum Muhajirin datang ke Madinah seorang Muhajir mewarisi seorang Anshar tanpa adanya hubungan keluarga, karena Ukhuwwah yang telah dijalin oleh Nabi saw ketika turun ayat (artinya) : “Bagi tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya ….“ Terhapuslah hukum tersebut.

Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”(QS.An-Nisa(4):33).

Dari peristiwa diatas, satu lagi hikmah turunnya ayat-ayat Al-Quran secara bertahap dapat diambil. Karena ternyata ada beberapa ayat yang hanya berlaku pada saat tertentu. Itulah yang disebut ayat-ayat yang di-nasakh dan di-mansukh. Dan ini hanya dapat diketahui bila kita mempelajari Al-Quran bersamaan dengan mempelajari sejarah kehidupan Rasulullah saw ( sirah nabawiyah). Disinilah pentingnya kita mempelajari hadits. Karena ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari itu amatlah erat kaitannya dengan kehidupan Rasulullah. Hanya dengan cara inilah kita dapat mengetahui asal usul, kapan dan dalam keadaan bagaimana ayat diturunkan. Artinya, mempelajari Al-Quran ayat per ayat, surat per surat secara berurut layaknya mempelajari kitab biasa, secara otodidak pula, adalah hal yang benar-benar mustahil.

Riwayat juga menceritakan, betapa kebaikan orang-orang Anshar yang tanpa pamrih tersebut sempat membuat kaum Muhajirin merasa khawatir bahwa kasih sayang Allah swt akan terlimpah hanya kepada kaum Anshar.

Diriwayatkan dari Anas radiallahu`anhu, ia berkata:

“Kaum Muhajirin datang kepada Nabi saw  seraya berkata: “Wahai Rasulullah!, kami belum pernah menemui suatu kaum yang memberikan harta mereka dalam jumlah yang banyak dan berbagi rata ketika jumlahnya sedikit. Mereka telah mencukupi keperluan kami dan ikut dalam kesusahan kami, kami khawatir hanya mereka saja yang mendapatkan seluruh pahala“. Rasulullah saw bersabda:“Kalian juga mendapatkan bagian pahala, selagi kalian ber- terima kasih dengan kebajikan mereka dan mendoa`kan mereka”. (HR. Ahmad).

Disamping itu ada lagi golongan lain, yaitu golongan Ash-Shuffa (Penghuni Shuffa). Mereka adalah orang-orang Muhajirin yang benar-benar tidak mampu. Mereka adalah golongan fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Untuk itu keperluan mereka ini diambilkan dari harta kaum Muslimin yang mampu, baik dari kaum Muhajirin maupun Anshor. Rasulullah menempatkan mereka di selasar masjid yaitu shuffa (bahagian mesjid yang beratap) sebagai tempat tinggal mereka. Bagi yang pernah mengunjungi Masjid Nabawi, tempat tersebut kini berada di samping Raudhah, di bagian yang sangat indah, dimana rak-rak buku tinggi berlapis kuning keemasan menghiasi dinding-dindingnya.

Namun anehnya, kebaikan dan kekhususan ikatan persaudaraan muslim di awal keislaman yang terjalin antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar ini  harus menanggung pelecehan dan penghinaan. Ironisnya lagi, ini dilakukan oleh orang-orang yang mengaku dirinya Muslim.

Menjadi catatan penting, tidak semua penduduk Madinah ketika itu, mempunyai kebaikan seperti kaum Anshor. Madinah sejak sebelum hijrahnya kaum Muslimin telah dipenuhi orang-orang Yahudi yang dikenal kaya raya. Tak heran bila pembesar-pembesar kota tersebut, meski telah memeluk Islam, tetap berhubugan baik dengan orang-orang Yahudi, meski mereka ini jelas–jelas sangat memusuhi ajaran Islam. Salah satunya yang paling mencolok adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang tokoh Munafikun Madinah yang dikenal sangat memusuhi Islam. Saking dekatnya hubungan dengan orang-orang Yahudi, ia sering mencemooh ayat-ayat yang turun kepada Rasulullah saw.

“Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar”.(QS.Al-Baqarah(2):101).

Orang-orang munafik tersebut selain mencela dan mempermainkan ayat-ayat-Nya juga suka mencemooh apapun yang dilakukan kaum Muslimin. Untuk itu Allah swt menurunkan sejumlah ayat diantaranya adalah ayat 74 hingga 87 surat At-Taubah. Dan puncaknya, ketika akhirnya turun perintah perang, dengan berbagai alasan mereka menolak perintah tersebut.

Dan apabila diturunkan sesuatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): “Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya”, niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: “Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk“.”.(QS.Al-Baqarah(2):86).

Bahkan Abdullah bin Ubay melindungi orang-orang Yahudi yang jelas-jelas memusuhi kaum Muslimin dan menjadi duri yang sangat berbahaya bagi perkembangan Islam di Madinah. Tidak cukup itu. Aisyah ra, istri tercinta Rasulullahpun tak luput dari fitnah yang dimotori  olehnya. Namun Allah swt sendiri yang kemudian membela beliau, yaitu dengan turunnya ayat 11 hingga 20 surat An-Nuur yang menerangkan bahwa umirul mukminin yang dikenal banyak meriwayatkan hadits, dimana ayat-ayat suci sering turun di kamar beliau, adalah tidak bersalah. Dalam kesempatan itu, Allah swt bahkan membuka kedok tokoh Munafikun tersebut.

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”.(QS.An-Nur(24):11).

Anehnya, perbuatan terkutuk tersebut tidak menjadikan orang-orang Munafik menjadi kapok. Malah dengan  wafatnya Rasulullah saw 14 abad silam, fitnah tersebut makin menjadi-jadi, hingga detik ini. Ini adalah fitnah terbesar dalam sejarah Islam. Bagaimana mungkin para sahabat seperti Abu Bakar ra, Umar bin Khattab ra dan Ustman bin Affan ra yang selama hidup Rasulullah telah terbukti begitu setia membela Rasulullah dan ajaran Islam dapat tiba-tiba murtad begitu Rasulullah wafat? Atas alasan apa?? Padahal Allah swt sendiri telah menjamin ampunan dan surga bagi mereka  …

“ Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah ( Muhajirin), dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan ( Anshar, kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni`mat) yang mulia”.( QS. Al-Anfaal(8) :74).

Wallahuálam bish shawwab.

( Bersambung)

Paris, 2 Maret 2012.

Vien AM.

Read Full Post »