Hari ini kita telah memasuki bulan Sya’ban, bulan pemanasan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan Sya’ban banyak memilki keutamaan, diantaranya yaitu memperbanyak puasa sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut :
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasai’).
Namun meski Rasulullah berpuasa penuh selama satu bulan pada bulan tersebut, tidak berarti bahwa puasa tersebut adalah wajib. Para ulama sepakat bahwa puasa Sya’ban kedudukannya bisa disandingkan dengan shalat rawatib. Bila shalat rawatib gandengannya adalah shalat-shalat wajib, maka puasa Sya’ban gandengannya adalah puasa Ramadhan.
Bulan Sya’ban juga sering dinamakan sebagai bulan pembaca Alquran. Pada bulan tersebut dianjurkan untuk lebih banyak membaca Al-Quran dibanding bulan-bulan lain selain bulan Ramadhan.
Salamah bin Kahiil berkata, “Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan para qurra’ (pembaca Alquran).”
Yang menarik adalah hadist berikut yang menyatakan bahwa manusia banyak yang lalai pada hari itu. Mengapa bisa demikian ???
“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i).
Kaum Muslimin sangat peduli terhadap bulan Ramadhan, tapi sedikit yang peduli terhadap bulan Syaban. Mereka bersemangat menjalankan puasa dan shalat tarawih pada bulan bulan Ramadhan, paling tidak d awal-awal bulan, untuk kemudian semangat pula menyambut Hari Raya Iedul Fitri sebagai hari kemenangan. Pertanyaannya dari kemenangan apa??
Allah Azza wa Jala memerintahkan kaum Muslimin untuk berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan, dengan tujuan agar menjadi hamba yang takwa. Untuk itu puasa yang dimaksud bukan yang hanya sekedar menahan makan, minum, merokok dan hubungan suami istri di siang hari, tanpa melibatkan Sang Khaliq didalamnya. Karena pada dasarnya ibadah itu tergantung pada niatnya.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” ( Terjmah QS. Al-Baqarah(2):183).
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy).
Pada bulan suci tersebut itu pulalah kaum Muslimin berlomba menjalankan tidak saja puasa tapi juga ibadah-ibadah lain seperti shalat tarawih, iktikaf, membaca Al-Quranul Karim, berinfak-sodaqoh dan amal perbuatan baik lainnya. Dan puncaknya adalah di 10 hari terakhirnya, yaitu hari dimana Al-Quranul Karim diturunkan sekaligus dari Lauh Mahfudz ke langit dunia, itulah malam Lailatul Qadar.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. ( Terjmah QS. Al-Qadr (97)1-5).
Maka ketika Ramadhan berakhir, kemenanganpun akan di dapat bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mau mencapainya. Hari kemenangan tersebut adalah Hari Raya Iedul Fitri. Hari dimana manusia kembali ke fitrahnya yang bersih, jauh dari kesyirikan. Dengan kata lain, bulan Ramadhan adalah ibarat ujian akhir tahun bagi kaum Muslimin.
Namun seperti juga dalam semua lomba dan ujian/test, diperlukan persiapan yang baik jika memang sungguh ingin meraih kemenangan. Yaitu dengan melakukan pemanasan di bulan Sya’ban ini.
Abu Bakr Al-Balkhi berkata, “Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadan saatnya menuai hasil.”
Pada akhir bulan ini hutang puasa Ramadhan tahun lalu harus sudah tuntas dibayar. Pada bulan Sya’ban ini juga memperbanyak puasa dan sedekah, shalat di awal lengkap dengan shalat rawatibnya, mentadaburi ayat-ayat Al-Quran, meluruskan niat ibadah hanya untuk-Nya, serta perbuatan baik lainnya dibiasakan kembali, agar memasuki Ramadhan kita bisa memenangkan lomba dengan lebih mudah.
Para ulama terdahulu memiliki kebiasaan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap hari pada bulan Ramadhan. Di antaranya adalah Imam Hanafi (80-148 H) yang dikenal dengan nama Abu Hanifah, yang pernah mengkhatamkan Al-Qur’an 61 kali dalam satu bulan Ramadhan.
Tak heran bila hari inipun banyak Majlis Ta’lim yang meliburkan diri pada Ramadhan terutama pada 10 hari terakhir. Karena para ustad/ustadzahnya mengkhususkan diri berlomba untuk mengkhatamkan Al-Quran. Para ulama sepakat mengatakan Sya’ban ( dan juga bulan-bulan lain) untuk tadabbur Al-Quran sedangkan khusus Ramadhan berlomba mengkhatamkannya sebanyak mungkin.
Pandemi yang sudah lebih dari setahun berjalan ini pasti ada hikmahnya. Ramadhan tahun ini mungkin kita tetap belum bisa shalat tarawih maupun iktikaf di masjid. Namun dengan tetap tinggal di rumah kecuali ada keperluan mendesak, kita dapat maksimal menjalankan ibadah kita dengan lebih baik, bahkan kajianpun tetap bisa kita ikuti via online. Bukankah Rasulullahpun hanya 3 hari pertama shalat tarawih berjamaah di masjid karena khawatir dianggap sebagai kewajiban. Semoga Ramadhan tahun depan kita bisa kembali menjalaninya secara normal, tarawih berjamaah di masjid sebagaimana yang dianjurkan para khulafaur-rasyidin sebagai bagian dari syiar Islam.
Akhir kata, semoga Allah Subhana wa Ta’ala memudahkan kita dalam menjalankan seluruh amal ibadah kita, baik selama Sya’ban maupun setelah memasuki Ramadhan nanti, aamiin allahumma aamiin.
Wallahu ‘alam bish shawwab.
Jakarta, 23 Maret 2021 / 9 Syaban 1442 H.
Vien AM.
Leave a Reply