Untuk menunaikan rukun Islam ke 5, meskipun suami bekerja di perusahaan minyak asing yang relative bergaji lumayan cukup besar, tidaklah terlalu mudah bila kita tidak memprioritaskan kebutuhan tersebut dengan terencana. Pada tahun 1998, dengan asumsi menyisihkan sebagian gaji secara disiplin, kami memperkirakan baru dapat melaksanakan kewajiban tersebut 5 tahun mendatang. Namun nyatanya baru 2 tahun berlalu, Subhanallah tabungan kami telah mencukupi bahkan untuk 3 orang. Akhirnya pada April 2000, dengan mengajak ibu mertua yang waktu itu berusia 70 tahun, kami berangkat ke tanah suci. Kira-kira 4 bulan sebelum keberangkatan saya memutuskan untuk berhijab. Saya ingin menghapuskan kesan seolah berhijab hanya diwajibkan bagi seseorang yang telah berhaji.
Selang beberapa minggu setelah kami kembali ke tanah air, kami menerima kabar bahwa suami mendapat tugas baru di Paris, Perancis. Kabar tersebut kami sambut dengan suka-cita.Entah doa apa yang kami panjatkan sehingga Allah SWT berkenan memberikan kesempatan yang amat berharga ini. Kami hanya dapat memohon semoga kami sekeluarga dapat melewati cobaan yang menggembirakan ini dengan baik. Maka pada Agustus 2000 resmilah kami menjadi penghuni sebuah apartemen di daerah bergengsi di pinggiran sebelah barat laut Paris, dimana sebagian besar diplomat bertempat tinggal, termasuk duta besar Indonesia untuk Perancis.
Kendala yang langsung terasa begitu kami menetap di ibu kota Perancis ini adalah masalah ketiadaan PRT. Tetapi dengan adanya peralatan bantu elektronik seperti mesin pencuci piring dan microwave hal tersebut dapat segera diatasi. Kendala berikutnya adalah persoalan makan. Sangatlah sulit untuk mendapatkan restoran yang tidak memasak babi. Demikian pula halnya dengan makanan ringan seperti biskuit, jelli, es krim dll. Karena pada umumnya makanan2 tersebut menggunakan emulsifier dan lechytine yang berasal dari lemak babi. Bersyukur pada masa-masa awal, kami memiliki teman yang sangat peduli terhadap hal2 tersebut. Darinya kami memperoleh daftar kandungan makanan yang tidak halal yang dikeluarkan `Mosque de Paris`, mesjid besar yang bertanggung-jawab menangani hal2 yang berkaitan dengan kehidupan kaum muslim.
Maka sejak saat itu kami termasuk anak2 terbiasa memeriksa kandungan suatu makanan sebelum membelinya. Beberapa kali, karena keteledoran, kami terpaksa membuang makanan yang baru kami beli karena ternyata mengandung zat yang meragukan. Dan dari teman kami itu pula kami mengetahui adanya `Boucheri Musulmane`, penjual khusus daging halal yang cukup banyak tersebar diberbagai sudut kota, terutama di daerah pemukiman muslim. Malah pada tahun ke 2 kami di Paris, di suatu superstore ternama, tempat kami biasa berbelanja, menyediakan counter khusus daging halal ini.
Firman Allah: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syeitan; karena sesungguhnya syeitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.(QS Al Baqarah (2:168))
Satu hal yang juga mengesankan, bila sesama muslim berpapasan (teridentifikasi berkat jilbabnya) mereka saling mengucapkan salam dengan spontan. Rasa persaudaraan terasa begitu kental. Beberapa kali seseorang menyapa hanya untuk sekedar menerangkan bahwa iapun muslimah walaupun ia tidak berhijab. Biasanya kemudian ia menanyakan asal negara kami namun tidak jarang pula ia langsung menyangka bahwa kami berasal dari Malaysia. Pernah suatu hari ketika kami sedang menunggu panggilan dokter di ruang tunggu, kami mengobrol dengan seorang perempuan Iran. Ia mengaku beragama Islam. Ia menanyakan apakah saya berhijab karena pemerintah setempat (maksudnya Indonesia) mewajibkannya. Tentu saja saya katakan tidak.
Allah berfirman : “ Katakanlah kepada wanita yang beriman: “ Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, ……”. (QS An Nuur (24:31)).
Selanjutnya ia menceritakan bahwa di negaranya, kaum perempuan diwajibkan berhijab. Dan masih menurutnya pula, itulah salah satu sebab mengapa ia dan banyak temannya satu negara memilih meninggalkan Iran dan pindah menjadi warga-negara Perancis. Saya menjadi teringat beberapa waktu yang lalu saya pernah melihat acara di TV lokal Perancis yang menyiarkan tayangan mengenai seorang perempuan Iran yang berbicara keras mengenai kebijaksanaan negaranya tersebut. Tentu saja hal ini kemudian menjadi berita hangat yang amat memojokkan kaum muslimin.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Baqarah ((2:256)).
Sejujurnya, ada satu hal lain yang sangat memalukan bagi kaum muslimin. Kejadiannya didalam sebuah supermarket ternama dan kami melihatnya dengan mata kepala sendiri.Yaitu adanya sekelompok anak muda berwajah Arab yang sering kami pergoki sedang membuka bungkusan makanan, memakannya kemudian dilanjutkan dengan mengambil botol minuman dan langsung meneguknya. Semua itu dilakukannya sambil berjalan tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tentu saja mereka tidak membayarnya! Astaghfirrullah… Perlakuan mereka ini bagaikan ‘racaille’ begitu orang Perancis menyebutnya atau kurang lebih ‘preman’ kita menamakannya. Memang harus dipisahkan secara jelas antara orang Arab dan Islam.
Yang juga mencengangkan, untuk memenuhi rasa keingin-tahuannya, orang Perancis kerap mengajukan pertanyaan kepada seseorang yang mengaku beragama, baik ia Muslim,Kristen ataupun Yahudi,`Etes-vous Pratiquant?` untuk mengetahui apakah orang tersebut menjalankan ajaran agamanya atau tidak. Saya pernah beberapa kali dimintai keterangan mengapa saya mengenakan jilbab sedang teman lain yang juga mengaku beragama Islam tidak mengenakannya, mengapa kaum muslim dilarang makan babi dan minum alkohol. Suatu ketika saya menjawab bahwa itu semua karena perintah Allah yang disampaikan melalui ayat2 dalam Al-Quran. Tetapi ternyata ia malah mempertanyakan keorisinilan Al-Quran sebagaimana ia meragukan keorisinilan Injil, padahal ia sendiri mengaku sebagai penganut agama Kristen!
Firman Allah : “Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin(Jibril) ke dalam hatimu(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-Kitab orang yang dahulu”.(QS Asy Syu`araa` (26:192-196)).
Tetapi pada umumnya, mereka lebih dapat menghargai kita, kaum muslimin, bila kita dapat menjawab pertanyaan mereka dan teguh dalam berpendirian dan berpendapat. Sebenarnya banyak diantara mereka yang mengenal Islam secara umum, seperti perintah shalat 5 waktu, berpuasa dan pergi haji. Mereka mengetahuinya dari tetangganya yang muslim atau saudaranya yang menikah dengan muslim, karena memang disana cukup banyak pendatang asal Maroko dan Aljazair yang telah puluhan tahun menjadi warga-negara Perancis. Suatu ketika saya dan beberapa teman muslim Indonesia menghadiri acara masak-memasak di rumah seorang Perancis. Ternyata mereka telah khusus mempersiapkan daging sapi sebagai ganti daging babi dan memasaknya tanpa tambahan alkohol dan dimasak secara terpisah pula.
Pengalaman lain yang juga cukup menarik adalah berinteraksi dengan kaum Yahudi. Di tanah-air, rasanya kaum Yahudi hanya dikenal melalui Al-Quran. Disana, anak perempuan bungsu kami yang berusia 8 tahun mempunyai sahabat Yahudi. Ibunya asli Perancis sedangkan ayahnya seorang Yahudi Rusia. Kami cukup akrab. Suatu kali ibunya bercerita bahwa ibu mertuanya, mengenakan penutup kepala sebagaimana perempuan muslim. Adik perempuannya menikah dengan seorang muslim Pakistan. Anak lelaki sulung kami yang berusia 16 tahun juga mempunya seorang teman Yahudi. Suatu kerika ia dan beberapa temannya makan siang di apartemen kami.Rupanya ia sangat tertarik dengan krupuk udang yang ada di atas meja. Ketika ia hendak mengambilnya, ia bertanya terbuat dari apakah itu. Namun ketika anak kami menerangkan bahwa itu berasal dari udang ia langsung mengurungkan niatnya.Ia mengatakan bahwa agamanya melarang memakan makanan yang berasal dari laut termasuk udang. Alangkah beruntungnya kita, kaum muslim hanya dilarang makan babi.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” . (QS.Al-Baqarah(2): 173)
Pengalaman yang cukup berat adalah pada waktu bulan Ramadhan, terutama bagi anak2. Karena sebagian besar teman-temannya tentu saja tidak berpuasa. Bahkan pada hari Raya Idul-Fitripun sekolah tidak libur. Jadi pada hari itu kami hanya dapat memintakan izin kepada gurunya agar anak2 dapat datang ke sekolah agak siang agar pagi harinya dapat melaksanakan shalat Ied. Shalat tarawih diselenggarakan di aula kedutaan oleh pihak KBRI 2x seminggu yaitu Rabu dan Sabtu. Tetapi selain itu kami secara bergantian dengan teman2 Indonesia satu kantor, setiap hari Sabtu menyelenggarakan shalat tarawih dari rumah ke rumah. Biasanya selalu diikuti makan malam bersama dengan menu masakan khas Indonesia yang dimasak secara gotong-royong. Tentu saja `Mosque de Paris` setiap hari menyelenggarakan shalat tarawih dengan penceramah kadang berbahasa Perancis kadang berbahasa Arab. Di luar Ramadhan, bila ada uztad yang kebetulan berdakwah di Eropa Barat, kami akan berusaha `menculik` beliau agar sudi memberikan siraman rohani di apartemen kami atau apartemen teman2 lain.
Sedangkan untuk shalat Jumat, suami melaksanakannya di suatu apartemen milik orang Arab yang telah disulap menyerupai mesjid kecil, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari lokasi kantor. Ia bercerita pada mulanya ia dan kawan2 selalu meng`amin`i setiap perkataan sang imam. Namun di belakang hari barulah mereka menyadari bahwa sang imam tidak sedang membacakan doa karena beliau memang memberikan ceramah dalam bahasa Arab! Akhirnya suami mengatakan bahwa hari Jumat sebelum shalat dimulai adalah `l`heure de prendre une petite sieste` alias `waktu untuk tidur siang sekejap` daripada salah `amin`.
Begitu banyak pelajaran dan pengalaman yang dapat kami petik selama kami di rantau. Maka untuk menyatakan rasa syukur kami, pada liburan musim panas 2002, tepat 2 tahun setelah kami di Paris, kami memutuskan untuk berumrah di tanah suci beserta ke 3 anak kami. Lebih kurang 1 tahun kemudian, kami kembali ke tanah air tercinta dengan membawa banyak kenangan yang tak terlupakan .
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (QS Adh Dhuhaa (93:11)).
Alhamdullillah, Ya Allah , hanya untuk-Mu segala pujian.
Jakarta,21 Mei 2006.
Vien AM
Hello, i read your site, this a best site from me, thanks!