Jebolnya situyang dibangun pada tahun 1933 oleh penjajah BelandaMaret 2009 lalu telah meninggalkan bekas luka dan duka yang begitu mendalam. Korban meninggal tak kurang dari 100 jiwa serta puluhan lain yang dikabarkan belum juga ditemukan hampir seminggu setelah kejadian menambahkesedihan.
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa memilukan yang mungkin bisa dihindarkan bila saja pemerintah lebih seriusdalam mengawasi situ yang beberapa kali dilaporkan telah mengalami gangguan ini.
Berkaca dari beberapa dialogsebelum terjadinya peristiwa nahas. Suatu ketika anak saya yang bungsu, pernah bertanya : “ Mengapa ibu tidak meminta pengurus masjid untuk mengganti warna cat kubah masjid? “ . Pertanyaanini muncul sebagai reaksi ketika saya berkomentar bahwa warna kubah masjid yang dimaksud tidak bagus. Anak saya berkata demikian karena ia penah tahu bahwa kami ikut menyumbangpembangunan masjid tersebut.
Kali lain, saya menyaksikan kedua orang tua saya yang sedang berdebat ringan soal politik. Terlintas kata extrimis, fundamentalis dan yang sejenismya. Ibu terlihat khawatir mendengar kata-kata tersebut. Rupanya ayah sedang menerangkan keberadaan partai-partai Islam yang ingin mendirikan negara Islam.
Selintas tiba-tiba saya teringat seorang pemandu acara TV “ Kursi Panas” yang dengan nada khawatir mengajukan pertanyaan seputar kebijaksanaan hukum Islam sekiranya partai Islam memenangkan Pemilu.
Kembali ke peristiwa Situ Gintung. Saya mendapatinformasi bahwa korbansaat inilebih khawatir akan masa depan mereka daripada sekedar bantuan baju-baju bekas, selimut, makanan dan lain2. Walaupun tentu saja mereka tetap membutuhkan barang2 tersebut.Intinya mereka butuh tempat tinggal permanen untuk menggantikan tempat mereka yang sudah rata dengan tanah.
Dalam hal ini pemerintahlahyang harus turun tangan. Ketika saya bertanya kepada suami saya dari mana pemerintah mendapat uangnya. Dengan enteng suami saya menjawab: “ Ya dari hutanglah … dari mana lagi ?”
Saya termenung. Rentetan pertanyaan dan permasalahan diatas cukup mengganggu pikiran saya. Saya bukan seorang yang tertarik dengan dunia politik. Bukan juga simpatisan apagi kader sebuah partai tertentu. Saya hanya seorang warga negara biasa, seorang ibu, seorang hamba Allah yang alhamdulillah diberi hidayah untuk banyak mensyukuri nikmat dengan cukup rajin mempelajari dan memperdalam ajaran Islam.
Lama saya berpikir. Rasanya Islam mempunyai jawaban yang pas untuk menyelesaikan semua pertanyaan diatas. Betapa banyak ayat Al-Quran dan hadis yang mendorong agar umat berzakat dan bersedekah. Karena zakat dan sedekah mampu memperpendek jarak antara si miskin dan si kaya. Karena dengan berzakat dan bersedekah akan timbul rasa perduli dan saling menyayangi. Betapa banyak ayat dan hadis yang memerintahkan umat untuk tunduk dan setia kepada pemimpin. Shalat berjamaah adalah cermin ketundukan dan kekompakan umat dalam mengikuti imamnya. Berapa banyak pula ayat dan hadis yang menyuruh para pemimpinuntuk berlaku adil, jujur dan amanah.
Dan yang tak kalah penting Islam ternyata mengajarkanumatnya untuk tidak terlibat dengan hutang piutang dimana terdapat unsur yang tidak jelas. Pamrih dan balas jasa adalah contohnya. Apalagi hutang yang dikaitkan dengan pemikiran yang bertujuan dan berpotensi menjauhkan umat dari-Nya….Naudzu’billah min dzalik.
Dari sini saya kemudian dapat menjawab pertanyaan anak saya tentang warna cat kubah masjid yang kebetulan tidak cocok dengan selera saya,kekhawatiran ibudan sang pembawa acara tentang hukum Islam dan yang terpenting penyelesaian untuk para korban Situ Gintung.
Namun tentu saja ini baru sebatas teori. Bagaimana aplikasinya?Saya yakin, Allah swt menurunkan hujan lebat di pagi buta beberapa minggu sebelum hari pencoblosan ( atau hari pen’contreng’an ??)dengan hikmah tertentu. Allahswt ingin menuntun kita agar berpikir adakah partai yang benar-benar mau menegakkan syariat Islam? Pemimpin yang rela menjadikan Al-Quran dan hadis sebagai pegangan dan rujukan?
Ada kesalahan mendasar dalam memahami hukum Islam termasuk umat Islam sendiri. Hukum penggal kepala, potong tangan danrajamadalah hal yang selalu ditonjolkan dalam hukum ajaran ini. Padahal hukum ini diterapkan hanya ketika hukum yang lain telah berjalan dengan baik. Ketika para pemimpin tidak lagi korupsi, ketika para pemimpin mau membela dan memperjuangkan hak si miskin serta membela hak si kaya, ketika keadilan dan kemakmuran telah dapat dirasakan semua lapisan masyrakat. Itupun dengan pertimbangan yang tidak mudah. Karena tujuan hukum tersebut demi kebaikan semua pihak. Hukumini berlaku tidak saja bagi masyarakat kecil namun lebih lagi bagi penguasa.
Sebaliknya hal-hal positif yang jumlahnya amat banyak tidak dipikirkan. Sistim ekonomi syariah yang bertujuan tidak merugikansiapapun karena dasarnya adalah saling tolong menolong, pelarangan perzinahan dan mabuk-mabukan yang jelas-jelas penting bagi keamanan diri dan masyarakat, pemakaian jilbabyang bertujuan menaikkan martabat dan harga diri kaum perempuan hingga jauh dari pelecehan.
Zakat, Infak dan Sedekah yang dikelola pemerintah adalah bertujuan agar bantuan merata sampai ke semua lapisan tidak hanya berputar di satu tempat. Bantuan yang seperti ini jauh lebih effektif dibanding dengan bantuan yang sifatnya sendiri-sendiri dan relatif tidak berarti secara umum. Islam mengajarkan untuk memberi kail bukan ikannya, cangkul bukan hasil cangkulannya.
Dengan adanya dana ini pula pemerintah tidak perlu berhutang dan bergantung kepada pihak dan negara lain. Apalagi hutang yang menyebabkan pemerintah menjadi tidak mandiri dalam menentukankebijaksanaan.
Namun Islam juga mengingatkan bahwa tangan di atas adalah jauh terhormat daripada tangan di bawah. Hal inilah yang akan memotivasi generasi muda agar lebih gigih bekerja dan berkarya. Dengan adanya pendidikan yang seperti ini pula dapat dipastikan peminta-minta dan pengangguran di jalanan akan menjadi malu untuk mengemis dan meminta.
Yang juga sering dilupakan, hukum Islam ini tidak berlaku bagi umat non muslim. Bahkan mereka ini diizinkan memberlakukan sendiri hukum agamanya dengan catatan tidak merubah-rubah hukum tersebut sesuai keinginan dan nafsu mereka.
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Imam Ahmad dan Muslim, disampaikanbahwa suatu ketika Rasulullah saw melewati sekelompok orang Yahudi yang sedang menghukum seseorang. Orang tersebut dihukum jemur dan dipukuli. Lalu Rasulullah memanggil mereka dan bertanya, ‘‘Apakah demikian hukuman terhadap orang yang berzina yang kalian dapat dalam kitab kalian?” Mereka menjawab ,”Ya.”
Rasulullah kemudian memanggil seorang ulama mereka dan bersabda, ”Aku bersumpah atas nama Allah yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah demikian kamu dapati hukuman kepada orang yang berzina di dalam kitabmu?”
Ulama (Yahudi) itu menjawab, ”Tidak. Demi Allah jika engkau tidak bersumpah lebih dahulu niscaya tidak akan kuterangkan. Hukuman bagi orang yang berzina di dalam kitab kami adalah dirajam (dilempari batu sampai mati). Namun, karena banyak di antara pembesar-pembesar kami yang melakukan zina, maka kami biarkan, dan apabila seorang berzina kami tegakkan hukum sesuai dengan kitab. Kemudian kami berkumpul dan mengubah hukum tersebut dengan menetapkan hukum yang ringan dilaksanakan, bagi yang hina maupun pembesar yaitu menjemur dan memukulinya.’‘
Rasulullah lalu bersabda, ”Ya Allah, sesungguhnya aku yang pertama menghidupkan perintah-Mu setelah dihapuskan oleh mereka.” Selanjutnya Rasulullah menetapkan hukum rajam, dan dirajamlah Yahudi pezina itu.
Wallahu’alam bi shawab.
Jakarta, April 2009.
Vien AM.