Feeds:
Posts
Comments

Archive for February 1st, 2012

Kesiapan tuan rumah dalam menyambut tamu-tamu Allah mulai dari pembagian konsumsi selama kami di Mina dan Arafah, pembagian air minum dalam kemasan dan snack sejak dari perjalanan masuk ke kota Mekah, berlimpahnya buah-buahan dan air baik di toilet maupun di tempat-tempat wudhu, jujur, membuat saya takjub. Takjub karena tanah Arab adalah tanah yang gersang. Belum lagi dengan adanya program penghijauan di sejumlah tempat. Inilah cara Sang Khalik memenuhi janji-Nya.

Dulu, sebelum datangnya Islam, Mekah dengan Ka’bahnya sudah menjadi pusat berkumpulnya jamaah paganisme. Mereka tidak hanya melakukan tawaf dan sa’i, yang merupakan ritual warisan nenek moyang, namun juga berkumpul untuk memamerkan kebolehan dan kehebatan mereka dalam bersyair.  Juga sebagai tempat pusat pertukaran perdagangan.

Tentu saja ini merupakan tambahan pendapatan bagi penduduk Mekah. Apalagi Mekah bukanlah tanah yang subur. Jadi, bagi mereka, berdatangannya para tamu dari negri-negri yang jauh, bukan hanya sekedar gengsi dan kehormatan namun juga berkah.

Itu sebabnya ketika Islam datang, dan Allah swt kemudian melarang orang-orang musyrik datang ke Makah untuk berhaji, banyak penduduk kota ini yang keberatan. Mereka khawatir mereka akan hidup dalam kesulitan dan jatuh miskin.

Kini, terbuktikah kekhawatiran mereka ?? Sama sekali tidak !! Justru sebaliknya …

Tiap tahun berbondong-bondong umat Islam dari seluruh penjuru dunia datang untuk memenuhi panggilan haji. Tiap waktu umat Islam datang untuk ber-umrah. Arab Saudi kini benar-benar kaya raya. Pendapatan tidak saja datang dari kegiatan ibadah namun juga dari isi buminya yang dilimpahi minyak oleh Sang Pemilik Alam semesta ini,  Allah Azza wa Jalla. Masya Allah … Inilah balasan nyata bagi orang-orang yang takwa.

“Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung”.(QS.Al-Baqarah(2):1-5).

Hotel-hotel mewah, jalan-jalan layang dan yang terakhir rencana pembangunan jalur kereta api cepat semacam metro di Perancis atau subway di Singapore sedang dibangun. Ini semua demi kenyamanan para tamu Allah yang begitu dimuliakan oleh-Nya. Begitupun Royal Mecca Tower Clock Hotel, hotel mewah dengan tulisan raksasa “ALLAH” dimana kami tinggal. Tepat di atas tempat tidur masing-masing kamar hotel tersebut, terpasang sebuah pengeras suara yang siap mengumandangkan suara azan dari Masjidil Haram. Termasuk azan yang berkumandang 1 jam sebelum subuh. Allahuakbar !  Tidak ada yang lebih besar dan lebih penting dari Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla, Yang Maha Suci dan Terpuji.

Pergi berhaji berdua dengan suami juga mempunyai arti lain. Perjalanan religius ini bisa menjadi honey moon alias bulan madu dengan nuansa yang benar-benar menakjubkan. Hadist yang bunyinya “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan (tidak memberi) karena Allah. Sungguh ia telah menyempurnakan keimanan.” benar-benar pas dan berkesan sangat dalam. Meski tidak dapat dipungkiri, hal-hal kecil seperti perbedaan pendapat, sedikit keras kepala dan kurang sabar kadang-kadang juga bisa saja timbul. Maklum kami kan hanya manusia biasa  . … 🙂

Selain beribadah kegiatan lain yang juga biasa dilakukan jamaah adalah belanja, mencari oleh-oleh untuk handai taulan. Biasanya tasbih, sajadah dan kurma yang menjadi sasaran utama. Juga abaya, pakaian Muslimah khas Arab Saudi yang biasanya berwarna hitam itu.

“ Lihat apa yang saya beli”, kata Fousia suatu pagi, sambil menunjukkan isi tas plastik besar bawaannya. “ Kamu ini ngapain sih,” potong suaminya setengah marah. “ Buat apa kamu beli pakaian sebanyak itu”.Ini kan bagus dan lagi murah .. G sampai 10 euro !”, jawab Fousia membela diri.

Saya dan suami tersenyum melihat keduanya berdebat. Saya hanya berharap semoga mualaf bule bernama asli Francine ini sekembalinya ke Perancis nanti mau mengenakan pakaian muslimah yang dapat menutup auratnya dengan baik. Teringat kata-katanya suatu hari di tenda Mina beberapa hari lalu : “ Saya pergi haji bukan karena mau menutup aurat tetapi untuk menjalankan rukun Islam ke 5”. Ini adalah jawaban pertanyaan saya kepadanya apakah sepulang haji nanti ia mau memakai pakaian Muslimah.

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.Al-Ahzab(33):59).

Saya sendiri hal yang paling saya kejar adalah mencari wall paper gambar Ka’bah. Ketika haji 11 tahun lalu, kami membeli wall paper Masjidil Haram ukuran sekitar 2×4 meter. Wall paper tersebut hingga saat ini masih menjadi hiasan dinding musholla mini rumah kami di Jakarta. Sayangnya gambar Ka’bah di dalam wall paper tersebut terlalu kecil. Itu sebabnya pada kesempatan haji kali ini saya merengek suami tercinta agar mau menemani saya ‘hunting’ wall paper bergambar besar Ka’bah. Meski tidak mudah akhirnya kami menemukannya di sebuah toko yang lumayan jauh dari pintu Masjidil Haram yang menjadi ‘daerah kekuasaan’ kami, yaitu pintu 1 atau pintu King Abdul Azis. … Alhamdulillah.

Kini tibalah saatnya untuk kembali ke kehidupan sehari-hari. Selasa, 15 November, usai shalat subuh kami langsung melaksanakan thawaf Wada atau thawaf perpisahan. Thawaf ini wajib dilakukan oleh semua jamaah.  Sekitar pukul 10 pagi kami meninggalkan Mekah dan langsung menuju Jedah. Di bandara khusus haji ini kami harus menunggu selama hampir 13 jam sebelum akhirnya diterbangkan menuju Paris dengan transit terlebih dahulu di Amman, Yordania.

Namun perjuangan kesabaran dalam rangka meraih ridho’Nya belum selesai. Di bandara Amman kami masih harus menunggu lagi 5 jam. Sambil menunggu subuh, dengan beralaskan jaket dingin masing-masing para jamaah memanfaatkan waktu tersebut dengan tidur di kursi-kursi bandara. Bahkan ada juga yang di lantai bandara. Paris saat ini adalah musim dingin. Itu sebabnya jamaah membekali diri dengan jaket dingin.

Sekitar pukul 7 pagi pesawat take off. Penerbangan berjalan lancar. Hingga 1 jam sebelum tiba di Paris, awak penerbangan mengumumkan bahwa pesawat terbang terpaksa harus berbalik menuju Jenerwa, Switzerland ! Karena bandara Charles de Gaulle – Paris, tertutup kabut tebal hingga menyulitkan pendaratan.

Kami hanya bisa ber-istighfar. Yakin, bahwa ini adalah ketetapan Allah yang terbaik. Alhamdulillah, setelah 2 jam menanti di dalam pesawat di bandara Jenewa, pesawat kembali mengangkasa. Sekitar pukul 2 siang kami tiba di Paris dalam keadaan selamat.

Kamipun kemudian saling bersalaman dan berpelukan, tentu saja yang muslimah dengan muslimah dan yang muslimin dengan muslimin, saling meminta maaf dan akhirnya saling bertukar email address dengan saudara-saudari seiman yang selama 18 hari ini selalu bersama, dalam susah dan senang.

Ya Allah, terimalah ibadah haji kami ini. Bersihkanlah kami sebagaimana bersihnya bayi yang baru dilahirkan. Berilah kami kemauan dan kemampuan untuk mengisi sisa hidup ini dengan amal kebajikan yang Engkau ridhoi dengan mencontoh keteladanan Rasulullah Muhammad saw. Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. Amiiin Ya Robbal ‘Alamiin …

“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.(QS.Al-Baqarah(2):200).

“Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka“..(QS.Al-Baqarah(2):201).

Yang tertinggal kini hanya flue yang terus betah menempel di tubuh ini hingga sebulan lebih. Tampaknya guyonan khas sesama haji “ Hanya unta yang tidak terkena flue” memang benar adanya. Semoga Allah membalas kesabaran dalam menghadapi penyakit ringan tapi cukup mengganggu ini dengan yang lebih baik, amiin …

Wallahu’alam bish shawwab.

Semoga bermanfaat.

Jakarta, 1 Februari 2012.

Vien AM.

Read Full Post »

« Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? » (QS.Ar-Rahman(55):28-30).

Dimulai dari Muzdalifah, lautan pasir dengan sajadah sebagai alas dan langit sebagai atapnya lalu Mina, bumi perkemahan dengan matras lipat sebagai alas dan tenda sebagai atapnya, kemudian pondokan Aziziyah, pondokan sederhana 5 km dari Mekkah dan terakhir Royal Mecca Tower Clock Hotel, hotel mewah bintang 5 yang terletak di pekarangan Masjidil Haram. Subhanallah … Alangkah nikmatnya ! Ini baru contoh kecil yang terjadi selama 18 hari perjalanan haji kami. Belum lagi segala nikmat yang telah diberikan Sang Khalik selama setengah abad lebih umur ini … Masya Allah …

«  Eits, hati-hati … jangan sampai kemewahan ini membuat kita lalai. Paling tidak, 1 jam sebelum azan sebaiknya kita sudah siap menuju Masjidil Haram”, begitu Raga mengingatkan.

“ Iya nih, bahaya .. Ini  bukan saat yang tepat untuk berleha-leha”, sambung suami saya sambil memandang sekeliling kamar hotel yang betul-betul mewah ini.

Sementara di bawah sana terlihat kompleks Masjidil Haram dengan Ka’bahnya yang tak pernah sepi dari jamaah yang thawaf mengelilinginya. Bahkan bukit-bukit batu cadas gagah perkasa yang seakan senantiasa siap melindungi kota suci ini dari segala kejahatan terlihat jelas dari kamar hotel kami. Begitupun Jabal Nur, bukit dengan bentuknya yang khas dimana terdapat gua yang sering dikunjungi Rasulullah, terlihat di ujung kanan kamar kami. Di gua inilah Rasulullah menerima perintah pertama Sang Khalik melalui malaikat Jibril as.

Subhanallah, bersujud saya di depan jendela besar yang terlihat kotor sekali karena memang pasti sulit dibersihkan. Merinding hati ini menyaksikan bait Allah dari ketinggian hotel. Secara fisik, dibanding puluhan hotel dan bangunan yang mengelilinginya, ‘rumah’ berbentuk kubus  ini  memang tidak ada artinya.

Namun justru inilah keistimewaannya. Ka’bah bukanlah bait (rumah) Allah dalam arti sesungguhnya. Ka’bah adalah rumah, lambang keberadaan-Nya dimana seluruh umat Islam harus menujukan arah dan pandangan, terutama ketika shalat. Ka’bah adalah lambang pemersatu umat Islam di seluruh dunia. Sang Khalik sendiri sebenarnya bersemayam di singgasana-Nya yang agung, yaitu Al-Arsy.

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? “ (QS.Yunus(10):3

“ (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah”.(QS.Thaaha(20):5-6).

“ (Malaikat-malaikat) yang memikul `Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala”,(QS.Al-Ghofir(40):7).

Demikianlah, sebagaimana penduduk bumi, para malaikatpun ber-thawaf. Bahkan mereka ini thawaf jauh sebelum manusia diciptakan. Sejumlah hadist meriwayatkan bahwa setiap hari, 70 ribu malaikat berthawaf mengelilingi Baitul Makmur. Baitul Makmur ini terletak di bawah Arsy, di langit ke 7, tepat di atas Ka’bah.

Rasulullah bersabda ” Baitul Makmur adalah masjid yang berada di langit dan ia betul-betul diatas Ka’bah. Seandainya ia jatuh maka ia akan menghempaskan Ka’bah”.

“ Dan kamu (Muhammad) akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling `Arsy bertasbih sambil memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba Allah dengan adil dan diucapkan: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”.(QS.Az-Zumar(39):75).

Itu sebabnya, ketika thawaf, saya suka sekali memandang langit dimana Ka’bah dinaungi. Sungguh, betapa besar nikmat dan kehornatan yang diberikan Sang Khalik kepada kaum Muslimin, khususnya para jamaah haji dan umrah yang mau memahaminya. Allahuakbar !

Selama 6 hari 5 malam kami berada di Mekkah, kota suci yang dalam Al-Quran juga dinamakan Bakkah atau juga Ummul Qura’ ( ibu negri). Banyak sekali hikmah yang kami dapat selama itu. Berbaur dengan sekitar 3 juta saudara-saudari seiman yang datang dari segenap penjuru dunia, dengan tujuan yang sama yaitu demi memenuhi panggilan Sang Khalik, Allah Azza wa Jalla, benar-benar merupakan kesempatan yang amat langka.

“ Selamat menjalankan ibadah. Semoga Allah mempertemukan kita lagi, di surga nanti”, demikian yang dikatakan seorang jamaah dari Aljazair, sambil memeluk saya, usai shalat di Masjidil Haram.

“ Kalian sungguh beruntung. Meski kalian tidak mengerti bahasa Arab kalian tetap mengimani Al-Quran yang diturunkan kepada seorang nabi yang juga bukan berasal dari bangsa kalian”, puji seorang jamaah dari Syria mengomentari keterangan saya bahwa sebagian besar Muslim Indonesia dapat membaca Al-Quran meski tidak bisa berbahasa Arab.

“ Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, lalu berbahagialah ( Rasul mengulang 3 kali) orang  yang tidak melihatku tetapi beriman kepadaku”. (HR. Ahmad dari Abi Sa’id al Khudri).

Belum lagi berbagai cerita saudari-saudari kita yang datang dari belahan bumi lain. Seperti seorang jamaah asal Pakistan dari Amerika Serikat yang menceritakan betapa setiap Jumat seminggu sekali ada saja orang yang bersyahadat di masjid dekat dimana ia tinggal.

Ada juga beberapa pengalaman mengenai jamaah yang tidak begitu memahami cara shalat. Diantaranya, datang terlambat dan ketinggalan shalat namun tidak menambah kekurangan rakaatnya. Maka berbekal “ Sampaikan walau satu ayat” saya beranikan diri untuk memberitahukan kekurangan tersebut meski ternyata ia tidak memahami apa yang saya katakan.

Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membuka komunikasi demi mengais ridho’Nya. Dengan berbagi sajadah misalnya. Suatu hari saya membeli sajadah sulaman buatan India yang sangat cantik. Sengaja saya memilih sajadah berukuran kecil karena berdasarkan pengalaman, terutama di tanah air, sering orang shalat berjamaah di atas sajadah masing-masing yang lebarnya rata-rata 60 cm, tanpa merapatkan barisan. Hal yang sama sekali tidak dianjurkan. Karena tempat yang renggang tersebut akan digunakan syaitan untuk mengganggu shalat kita.

Pada saat pertama akan menggunakan sajadah yang lama saya idamkan itu, ada rasa ragu untuk berbagi. Padahal jamaah di sebelah saya tidak membawa sajadah. Alhamdulillah dengan pertolongan bisikan Allah akhirnya saya membagi sajadah tersebut kepada ‘tetangga’ dengan posisi sajadah bagian kepala untuknya. Di akhir shalat, perbuatan yang tidak seberapa itu ternyata mampu membuahkan kebahagiaan tersendiri. Dengan tulus sambil tersenyum ‘tetangga’ tersebut mengucapkan terima-kasih, dalam bahasa yang tidak saya pahami tapi saya yakin maksudnya.

Atau dengan berbagi ‘kapling’. Shalat di bagian dalam Masjidil Haram pada musim haji, bukanlah hal yang mudah terutama bagi kaum perempuan. Betul-betul perlu tekad, keberanian dan kesabaran extra. Ini dikarenakan saking padatnya jamaah. Kita harus rela berdesak-desakan, menyelinap di antara jamaaah pada shaf-shaf yang super padat, bahkan tidak jarang terpaksa melompati kaki jamaah. Tetapi terus terang saya tidak mau melompati orang yang sedang shalat atau menekan kepala jamaah, hal yang sering dilakukan  jamaah non Asia.

Belum lagi bila kemudian diusir askar, penjaga Masjidil Haram, karena dianggap mengganggu jalanan atau bercampur dengan jamaah lelaki. Terpaksa kita harus keluar dan berjuang lagi mencari tempat shalat. Kalau ingin aman, shalat di lantai 3 yaitu di pelataran masjid memang lebih dijamin banyak tempat kosong, Namun untuk tembus menuju ke pintunyapun tetap perlu perjuangan keras, apalagi bila sudah dekat waktu shalat.

Bahkan pernah pada suatu hari Jum’at satu-satunya kami di Masjidil Haram, kami tidak bisa keluar dari mall dimana hotel kami berada. Pintu sengaja ditutup dan dijaga para askar demi mencegah jamaah dari pelataran masjid masuk ke mall untuk shalat Jumat. Rupanya bahkan pelataran masjidpun sudah tidak mampu menampung jamaah yang membludak. Padahal ketika itu masih 1 jam dari azan. Terpaksa kami shalat di dalam mall…. L

Ironisnya, ternyata banyak jamaah yang kelihatannya memang berniat shalat di pelataran bahkan di dalam mall. Ini terbukti jelas karena jauh sebelum azan mereka sudah memadati pelataran dan lantai mall padahal area di depan Masjidil Haram masih kosong. Malah saya dengar ada saja jamaah yang memilih shalat di dalam kamar hotel dengan alasan Ka’bah kan terlihat dari tempatnya shalat !.

( Bersambung)

Jakarta, 1 Februari 2012.

Vien AM.

Read Full Post »