Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘Aragon’

( Sambungan dari  Suka Duka Muslim di Perancis (3)).

Berdasarkan perkiraan kasar, dari total penduduk Perancis yang berjumlah sekitar 65 juta jiwa, sebanyak 5 juta atau 8 persen di antaranya adalah Muslim. Data ini tidak akurat karena sejak tahun 1992 negri ini tidak pernah lagi mengadakan angket untuk menghitung jumlah Muslim di negrinya. Kelihatannya mereka tidak berani menerima kenyataan bahwa Islam terus berkembang pesat di Perancis.

Ini terlihat jelas dengan banyaknya majalah yang membahas keberadaan Muslim di negri tersebut. Mulanya saya terkejut sekaligus senang mendapati sejumlah majalah dengan cover tentang Islam. Namun setelah dipelajari ternyata tidak semua berkomentar positif. Sebagian bahkan menganggapnya sebagai ancaman! Muslim di negri produksi parfum terbesar di dunia ini memang tercatat sebagai yang terbesar di Eropa. Di Perancis sendiri agama Islam menempati posisi  ke dua setelah Kristen walaupun bedanya sangat jauh. Meskipun begitu tetap jauh diatas jumlah pemeluk Protestan dan Yahudi.

Mosque de Pau - France

Mosque de Pau - France

Namun demikian jumlah masjid yang ada di seluruh negri ini sangat jauh lebih sedikit dibanding pemeluknya. Begitu pula di Pau. Karena masjid hanya ada 1 maka umat Muslim terpaksa berdesak-desakan ketika harus melaksanakan shalat Jumat. Begitupun ketika shalat Ied. Karena pemerintah tidak memberi izin Muslim untuk melakukan kegiatan di lapangan terbuka sebagaimana yang diperintahkan maka umat terpaksa melaksanakannya di dalam masjid. Bila dilihat dari jumlah orang yang melaksanakan shalat Ied beberapa hari yang lalu, jumlah Muslim di Pau mungkin sekitar 1000-an.

Di dalam sejumlah masjid ini pula dari tahun ke tahun terutama di bulan Ramadhan,  sejumlah warga Perancis bersyahadat. Bahkan tahun ini dikabarkan sekitar 3.000 muslim Perancis merayakan Iedul Fitri dengan berumrah Ramadhan di Mekkah!

Mosque de Tarbes

Mosque de Tarbes

Ada pengalaman yang cukup menarik. Suatu hari di bulan Ramadhan kami pergi ke kota Tarbes, sekitar 1 jam perjalanan dari Pau bila melalui tol. Sebelumnya kami mendapat informasi bahwa di kota tersebut terdapat masjid yang lebih besar dari masjid di Pau. Singkat cerita kami shalat Magrib, Isya dan Tarawih setelah sebelumnya dipaksa pengurus  masjid agar berbuka ( dengan masakan Maroko yang menurut saya cukup lezat …nyamm..)  di  masjid Tarbes tersebut. Namun baru saja kami selesai mengucap salam, tiba-tiba seorang ibu setengah baya menghampiri, menyalami sembari mencium pipi kami berdua. Sebenarnya hal yang biasa saja.

 Yang tidak biasa adalah ketika ia bertanya apakah kami mengenal temannya seorang Indonesia yang menikah dengan seorang polisi Perancis. Nah.pertanyaannya, bagaimana ia  yakin bahwa  kami adalah orang Indonesia !. “ Dari busana yang dipakai anak perempuan kamu. Teman saya juga selalu memakai busana seperti itu ketika shalat “,  jawabnya.  Maksudnya mukena! Oo.. kami berduapun tertawa. Memang tidak ada di dunia ini muslimah yang memakai busana khusus ketika hendak shalat seperti mukena ini kecuali orang Indonesia , pikir saya geli.

 Dari pembicaraan tersebut akhirnya kami tahu ternyata ibu tadi adalah seorang Mualaf . Ia beserta suami, 3 anak perempuan dan 1 anak laki-laki2nya memeluk  Islam sejak beberapa tahun yang lalu. Allahuakbar…Ia menambahkan setiap  Ramadhan di kotanya hampir selalu ada saja orang  Perancis yang bersyahadat. Sekarang ketiga anak gadisnya bahkan mengenakkan jilbab. Saya komentar kepada anak perempuan saya “ Ternyata orang Perancis kalau memakai jilbab jadi mirip orang Arab de ya… cantik sekali ”. Begitu  pula kaum lelakinya, ketika mereka memanjangkan jenggotnya, sulit untuk membedakan bahwa mereka bukan orang  Arab.

 Di dalam bulan suci ini pula, tiba-tiba hampir di seluruh supermarket besar dan kecil di kota-kota Perancis dimana didalamnya terdapat Muslim, bermuncullan counter-counter daging halal. Yang juga mengejutkan di sekelilingnya berdiri pula  rak yang memuat Al-Quran lengkap dengan terjemahnya, hadis dan sejumlah buku tentang Rasulullah Muhammad saw dan  Islam. Dari sini tampak jelas bahwa kebutuhan beragama yang benar tidak mungkin dihambat apalagi dilarang.

 Suatu hari ketika sedang menunaikan shalat di masjid Pau, saya berbincang dengan beberapa remaja muslimah. Dari pembicaraan tersebut saya jadi tahu ternyata mereka menanggalkan jilbab hanya begitu memasuki area sekolah. Selebihnya seperti biasa kemana-mana mereka menutup auratnya dengan baik.…Subhanallah..     

 Cahaya Allah dan pertolongan-Nya makin terlihat benderang. Beberapa waktu lalu dikabarkan bahwa wali kota Creteil, kota yang terletak sebelah Tenggara Paris, setelah 15 tahun dinantikan, akhirnya memberikan izin pendirian masjid di kota tersebut. Creteil adalah kota berpenduduk Muslim terbanyak tidak saja di Perancis namun juga di Eropa , yaitu 20 % dari 88 ribu penduduknya. Maket yang disetujui tersebut dikabarkan bakal memiliki  81 buah menara serta  berdaya tampung 2500 jamaah ! Ini adalah  sebuah “ kebijakan pengecualian “ yang sangat menggembirakan. Hanya atas izin-Nya semua ini bisa terjadi. Allahuakbar …

Namun sebetulnya ini bukan satu-satunya “surprised” . Karena sejak tahun 2003 di Lille, sebuah kota beberapa  km Utara Paris, telah didirikan sebuah sekolah Islam setingkat SMA,  Lycée Averroès. Averroès adalah  nama seorang cendekiawan Arab Andalusia di abad 12, Abdul Walid Ibn Rousyid. Di sekolah ini sekitar 80 muslimah bebas mengenakan jilbab mereka tanpa sedikitpun rasa  khawatir diganggu.

Di Pau sendiri saat ini dapat kita temui sejumlah ‘ Boucherie Musulmane’ alias  toko daging halal dan banyak sekali restoran khusus “Kebab”, daging halal khas Timur Tengah dengan sangat mudah. Namun sungguh disayangkan kedai-kedai ini tetap menyuguhkan minuman keras dalam menu mereka. Tadinya saya pikir mungkin untuk memenuhi permintaan pengunjung. Karena banyak juga bule non Muslim yang menyukai hidangan ini. Selidik punya selidik, ternyata sejak ratusan tahun lalu, yaitu sejak masa Mudejar, Muslim Muallaf Spanyol yang memperkenalkan Islam ke Perancis, telah terbiasa meneruskan tradisi minum minuman keras  sekalipun  telah bersyahadat dan melaksanakan shalat! Sungguh patut disayangkan.

Padahal banyak diantara mualaf yang tertarik pada ajaran Islam justru karena adanya larangan mengkonsumsi minuman keras dan juga karena kewajiban muslimah menutup aurat dengan jilbabnya. Para perempuan mualaf  ini mengaku merasa muak dengan kebiasaan mereka di masa lalu yang suka mengumbar aurat dan nafsu seksual mereka tanpa batas dan aturan. Mereka yakin bahwa jilbab adalah bentuk rasa kasih sayang dan perhatian Sang Khalik terhadap hamba-hamba-Nya…. Alhamdulillah..

( Bersambung)

click here : https://vienmuhadi.com/2009/09/29/suka-duka-muslim-di-perancis-5/

 Wallahu’alam bi shawab.

 Pau – France, 21 September 2009.

Vien AM.

Read Full Post »

Pau adalah ibu kota salah satu propinsi/departemen di Perancis yang dinamakan  Pyrene Atlantik. Kota ini terletak di kaki pegunungan Pirenea yang menjadi batas negara Perancis di selatan dengan Spanyol. Di kota ini terdapat beberapa lokasi stasiun ski. Pirenea memang merupakan pegunungan ke 2 di Eropa setelah Alpen yang menjadi sasaran liburan warga Eropa baik ketika musim dingin untuk bermain ski maupun untuk berbagai jenis olah raga di musim panas.

jalanan di pusat kota

jalanan di pusat kota

Selain sebagai tempat singgah menuju Pirenea, Pau juga dikenal sebagai kota pelajar. Di kota ini berdiri Universite de Pau dimana tercatat sekitar 19000 mahasiswa menimba ilmu di dalamnya. Berkat penemuan sumber minyak dan gas pada tahun 1949 di Lacq, beberapa km utara Pau, saat ini berdiri sebuah lembaga penelitian dan pengembangan minyak dan gas yang terbesar di Perancis. Untuk kepentingan itulah secara berkala lembaga ini mendatangkan sejumlah tenaga ahli / expatriate dari berbagai negara  termasuk Indonesia.

Berkat letak geografisnya yang penuh tanjakan dan kelokan Pau juga dikenal oleh para penggemar olahraga sepeda. Bahkan sejak tahun 1930 kota ini telah ditunjuk menjadi salah satu tempat, etape dalam seri Tour de France, lomba balap sepeda paling terkenal di Perancis yang diikuti sejumlah negara  besar dunia. Namun jauh sebelum itu sebenarnya Pau secara rutin telah menjadi tuan rumah balap mobil yang terkenal hingga saat ini, yaitu Grand Prix Formula. Balapan ini pertama kali diselenggarkan di Pau pada tahun 1901.

Saat ini tercatat lebih dari 270 ribu orang menempati Pau. Warga menyebut diri mereka dengan sebutan Palois. Mereka sangat bangga dengan kotanya diantaranya  karena kota ini telah melahirkan 2 orang besar Perancis.

Yang pertama adalah Jean Baptiste Jules Bernadotte. Ia mengawali karir panjangnya sebagai tentara Perancis. Beberapa tahun kemudian oleh Napoleon I  ia diangkat menjadi Marshall / kepala polisi. Pengabdiannya untuk negara berakhir ketika ia menjadi raja Swedia dan Norwegia ! Kejadian langka ini terjadi pada tahun 1818. Uniknya, ia dipilih dan diangkat oleh rakyat Swedia dan Norwegia bukan karena hasil perebutan kekuasaan atau peperangan. Ia dipilih karena rakyat  menganggapnya sebagai diplomat sekaligus tentara yang adil, baik budi dan simpatik bahkan terhadap tawanan  yang waktu itu ditaklukannya. Disamping itu, raja Swedia ketika itu memang sedang putus asa karena kedua putra mahkotanya meninggal dalam usia sangat muda. Bernadotte yang di Swedia dikenal dengan nama Karl XIV Johan,  tetap menjadi raja hingga akhir hayatnya.

Chateau de Pau

Chateau de Pau

Yang kedua  adalah raja Henry IV. Ia dilahirkan di Chateau de Pau, sebuah kastil cantik yang semula adalah benteng yang dimaksudkan untuk melindungi kota dari serbuan musuh. Dari dalam benteng ini, Gave De Pau, sungai yang mengaliri kota, terlihat jelas. Benteng ini didirikan pada abad 11. Bila dilihat dari sejarah dan bentuk menaranya yang bergaya Mudejar, kelihatannya benteng ini adalah peninggalan Islam yang pada abad 7 hingga abad 14  pernah menguasai Spanyol dan Perancis bagian selatan.

Sebelum diangkat menjadi raja Perancis pada tahun 1598 – 1610, Henry IV adalah seorang raja Navarre, yang menguasai Aragon, Spanyol bagian utara. Ia adalah raja Perancis pertama yang menanda-tangani perjanjian kesepakatan toleransi antara pemeluk Katolik dan Protestan. Dibawah perjanjian inilah pemeluk Protestan akhirnya bebas menjalankan keyakinannya setelah sebelumnya dimusuhi dan dikucilkan. Meski untuk itu sang raja sendiri terpaksa harus berpindah keyakinan, dari Protestan menjadi Katolik. Ironisnya lagi, di akhir hayatnya ia juga harus meninggal di tangan seorang penganut fanatik salah satu pemeluk agama tersebut.

Seperti diketahui negri ini selama ratusan tahun ( sejak tahun 1562 – 1787 ) walaupun tidak secara terus menerus pernah dilanda krisis brutal perang antar kedua pemeluk agama yang memiliki akar yang sama yaitu, Kristen. Pembantaian pemeluk Protestan oleh pemeluk Katolik pada tahun 1572 yang ketika itu menjadi agama resmi kerajaan yang dikenal dengan nama Le Massacre de la Saint Barthelemy adalah contohnya.

Diperparah lagi dengan adanya campur tangan Inggris yang mendukung pemeluk Protestan dan Spanyol yang mendukung pemeluk Katolik, Perancis menjadi ajang pertempuran berdarah yang sungguh memilukan. Selama 200 tahun  walaupun telah berkali-kali ditanda-tangani kesepakatan toleransi antar keduanya, perang tetap tidak dapat dihentikan. Bahkan ketika di bawah raja Louis XIV pada tahun 1681, para penganut Protestan dibawah ancaman senjata dipaksa berpindah menganut Katolik.  Hasilnya, dalam  waktu 4 tahun pemeluk Protestan di negri tersebut hanya tinggal 15 % saja karena sebagian besar terpaksa melarikan diri dari negrinya sendiri ke berbagai negara tetangga bahkan hingga ke Amerika Utara dan Afrika Selatan. Di kemudian hari peristiwa ini dikenal dengan nama Dragonnade.

Sejak itu pula Perancis mengalami kemorosotan tidak saja moral namun juga ekonomi.  Karena sebagian besar pemeluk Protestan ketika itu adalah para pemegang perekonomian  yang dikenal handal. Akibatnya kelaparan merajalela dimana-mana sementara gereja dan keluarga kerajaan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sibuk dengan urusannya masing-masing. Bahkan di kediaman resmi raja Louis XVI dan permaisuri Marie Antoinette di istana Versailles makin sering diadakan pesta-pesta yang  menghamburkan banyak sekali uang. Ini  yang akhirnya memicu lahirnya Revolusi Perancis di tahun 1789 yang cenderung tidak menginginkan adanya pengaruh dan kekuasaan agama dalam pemerintahan. Ini pulalah awal lahirnya konsep Laicite atau Sekulerisasi. Menurut konsep ini kebebasan beragama dijamin namun tidak untuk diperlihatkan kepada umum. Pada dasarnya konsep ini berpegang bahwa agama adalah urusan pribadi.

Inilah yang menjadi pegangan  mengapa sejak Maret 2004 simbol-simbol agama termasuk jilbab dilarang di negri ini meskipun hanya sebatas didalam lingkungan gedung pemerintahan termasuk sekolah negri. Meskipun pada kenyataannya sekolah swastapun melarang penggunaan jilbab. Bahkan dikabarkan sejumlah politikus belakangan ini telah mengajukan permohonan agar pemakaian jilbab di tempat-tempat  umum seperti di jalanan juga dilarang!

Namun lucunya, ketika dalam sebuah pertemuan tingkat tinggi di Kairo Juni 2009 lalu, Barrack Obama,  Presiden Amerika Serikat, menyarankan bahwa sebaiknya Barat tidak perlu terlalu khawatir terhadap keberadaan Muslim, termasuk tidak perlu ikut mengatur busana apa yang pantas dikenakan seorang Muslimah, Sarkozy segera bereaksi bahwa negri  yang dipimpinnya  itu memberi kebebasan warganya untuk berbusana apa saja. “ Perancis adalah Negara Demokrasi , seorang Muslimah tidak dilarang memakai jilbab selama bukan karena dipaksa” , begitu tambahnya. Namun dengan catatan bahwa prinsip negrinya  adalah ‘Laicite’. Maksudnya …??

 Tiba-tiba saya teringat ketika beberapa  tahun yang lalu saya menyaksikan acara televisi Perancis  tentang pengakuan seorang perempuan Afganistan dan Iran yang menceritakan bahwa perempuan di negrinya akan ditangkap pihak penguasa bila ketahuan berjalan-jalan ditempat umum tanpa memakai  Burqa ataupun Jilbab. Saya terkesiap..Rupanya para perempuan  tersebut menutup aurat mereka karena terpaksa bukan karena keyakinannya… Astaghfirullah..

Saat itu kedua perempuan tersebut tampil di layar televisi  tanpa menutup auratnya. Mereka telah merubah penampilan layaknya perempuan Barat. Namun foto mereka ketika masih memakai Burqa dan Jilbal tentu saja tidak lupa  ditampilkan.

Ya Allah, Ya Robbi …bila yang bersangkutan  saja merasa seperti itu dan kemudian bahkan  membuat pernyataan terbuka di hadapan non Muslim yang notabene memang tidak menyukai ajaran Islam, apa yang dapat kita katakan …Benar-benar memalukan  …..

 ( Bersambung ke Suka Duka Muslim di Perancis (4))

click here : https://vienmuhadi.com/2009/09/22/suka-duka-muslim-di-perancis-4/

Pau-France, 21 September 2009.

Vien AM.

Read Full Post »

Adalah Aragon, sebuah propinsi paling utara Spanyol yang berbatasan langsung dengan Perancis. Di sejumlah tempat di propinsi ini ternyata masih tercecer kenangan sejarah Islam. Beruntung kami sekeluarga yang kebetulan mendapat kesempatan tinggal di Pau, sebuah kota di Perancis Selatan, atas izin-Nya, berhasil merekam keberadaan kota-kota tersebut.

Torla, Alquezar dan Ainsa. Ketiga kota ini masuk kedalam wilayah propinsi Aragon. Walaupun baru tiga kota ini yang berhasil kami kunjungi namun jejak Islam sudah tampak di wajah ketiganya. Selama abad 13, 14 dan 15 bangunan dan menara khas gaya Mudejar memang tetap dipertahankan di hampir seluruh pelosok Spanyol.

Tujuan pertama kami adalah kota kecil bernama Torla. Kota ini berada di salah satu puncak gunung pegunungan Pirenia Spanyol yang berjarak hanya sekitar beberapa puluh km dari perbatasan Perancis. Lokasinya berada di kawasan Taman Nasional yang dilindungi Negara dan merupakan warisan dunia yang dilindungi.

Menurut saya pribadi, pegunungan yang memiliki lebih dari 30 puncak gunung ini bermuka dua. Bagian yang menghadap Perancis kelihatan lebih hijau, subur dan teduh sementara sisi yang menghadap Spanyol terlihat kering, gersang dan panas. Batu-batu cadas besar yang menghiasi pegunungan ini terlihat gagah dan angker, mengingatkan suasana perjalanan dari Mekah ke Madinah ketika pergi haji atau umrah. Ketika itu temperatur mencapai 38 derajat Celcius!! Saya membayangkan tentu pasukan Muslim Arab yang dahulu berjihad menaklukkan negri ini demi tersebarnya Islam amat bersyukur mendapati kesamaan suasana dan cuaca daerah ini dengan negri asal mereka yang jaraknya ratusan km itu. Allahuakbar…

tora - Sepanyol

Tora , Aragon – Spanyol

Kota Torla berada di sisi kiri jalan menuju Taman Nasional. Puncak gunungnya yang berwarna putih kapur menjadi latar belakang pemandangan kota tua ini. Sementara menara gereja dengan salibnya yang dipasang di ujungnya terlihat mendominasi kota tersebut. Namun demikian warna Islam tetap terlihat melalui bentuk dan tata cara pengaturan kotanya. Bahkan menara gereja terlihat bahwa dulunya adalah menara dimana muazin mengumandangkan azan. Saya membayangkan suatu ketika dulu, ratusan tahun yang lalu mustinya penduduk kota ini, di jam-jam seperti ini sedang berduyun-duyun berjalan menuju masjid yang sudah berubah menjadi gereja tersebut demi memenuhi panggilan azan untuk shalat, mengagungkan nama-Nya. Masya Allah …

Sore harinya kami bermaksud langsung bertolak ke Alquezar. Namun karena perjalanan dari Torla ke Alquezar adalah jalan pegunungan yang jaraknya lumayan jauh maka kami memutuskan menginap di salah satu kota yang kami lalui. Kota tersebut adalah Ainsa.

Mulanya saya tidak begitu peduli dengan nama tersebut. Yang ada dalam benak saya hanya ” Aneh juga nama kota ini” . Namun ketika suami saya berkomentar ” Jangan-jangan dulunya nama kota ini An-Nisa ya..”.An-Nisa dalam bahasa Arab berarti perempuan. Ya..siapa tahu….” Cari informasi ah..”, jawab saya ketika itu.

Namun karena malam telah tiba, kami tidak sempat memperhatikan apalagi mencari informasi seputar kota Ainsa ini. Kami langsung mencari hotel, makan dan istirahat, tidur..Walau begitu selintas saya sempat melihat adanya semacam bangunan di atas bukit..mungkin benteng, yang diberi lampu penerangan cukup mencolok.

Belakangan saya baru tahu, ternyata tempat tersebut adalah landmark Ainsa, namanya La Plaza Mayor. Tempat ini diabadikan diberbagai macam suvenirnya, seperti asbak, gelas, hiasan dinding dsb. La Plaza Mayor adalah bekas benteng kuno yang dibangun kembali oleh raja Philip II pada tahun 1515-1516 untuk melindungi kota dari serangan musuh. Tak ayal lagi, benteng ini dulunya pasti milik Islam. Merekalah yang membangunnya ratusan tahun sebelum pembangunannya kembali.

Dari Ainsa, kami menuju Alquezar. Perjalanan sungguh menegangkan. Kendaraan berjalan menyusuri jalanan kecil yang meliuk-liuk tajam diatas bukit dengan jurang-jurangnya yang sangat dalam dan berbatu besar nan tajam. Beberapa kali saya terpaksa memejamkan mata sambil terus berdoa saking takutnya. Kurang lebih 2 jam kemudian akhirnya kamipun tiba di tujuan.

Alquezar,Spanyol

Alquezar, Aragon – Spanyol

Alquezar, sebuah nama berbau Arab yang dalam bahasa Spanyol berarti benteng, sama dengan bahasa aslinya, adalah sebuah istana tua berbenteng yang berdiri di atas bukit di pegunungan ‘ Sierra Guarra’, Aragon. Istana ini dibangun oleh Jalaf ibn Rasid pada awal abad ke 9 dan sekaligus berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi ibu kota Barbastro yang terletak beberapa km dari Alquezar dari ancaman kerajaan Kristen Sobrarbe. Istana ini jatuh pada tahun 1069 M dibawah raja Sancho I yang kemudian menjadikannya sebagai tempat pertahanannya.

Jalanan di dalam kota Alquezar

Bangunan dan rumah-rumah tuanya yang terbuat dari batu bata merah, jalan-jalannya yang kecil meliuk dan menanjak serta pintu kota dan benteng lengkap dengan gemboknya. Semua ini adalah bangunan khas gaya Mudejar yang sengaja dipertahankan dan menjadi kebanggaan penduduk setempat hingga kini. Ini jelas terlihat karena mereka memang menuliskannya di papan yang dipasang di depan pintu masuk kota untuk menarik perhatian pengunjungnya. Namun demikian saat ini tak ada satupun peninggalan Islam yang tertinggal di dalam kota benteng  ini.

Ingatan sayapun melayang  jauh ke belakang, ke beberapa  ratus tahun yang telah silam.

Pada tahun 711 M, Jabal ibn Tariq, seorang komandan bani Umayah tiba di semenanjung Iberia ( Spanyol-Portugal) melalui selat Gibraltar. ( Nama ini berasal dari kata Jabal Tarik dengan pengucapan lidah barat). Setahun kemudian daratan yang semula berada dibawah kekuasaan kerajaan Kristen Visigothic ini jatuh ke tangan dinasti Umayah. Ketika itu sebagian besar daratan Eropa masih berada didalam kegelapan. Mereka masih hidup terbelakang dan belum mengenal peradaban.

Dari semenanjung inilah sedikit demi sedikit pasukan Umayah berhasil memperluas kekuasaan hingga mencapai sebagian besar wilayah Pay Basque di pegunungan Pirenia-Perancis hingga 200 tahun lamanya. Mereka bahkan hampir menguasai pedalaman Perancis bila saja pada pertempuran di Poitier pada tahun 733 M tidak berhasil dikalahkan pasukan Perancis dibawah raja Frank Charles Martel.

Sementara itu pada tahun 755 M dinasti Umayah di Syam jatuh ke tangan dinasti Abbasiyah yang beraliran Syiah. Abdul Rahman ad-Dakhil, penguasa terakhir dinasti Umayyah berhasil lolos dari kejaran Abbasiyah dan menyelamatkan diri ke Spanyol. Di negri ini ia berhasil mempertahankan satu-satunya kekuasaan dinasti Umayah yang tertinggal dan mendirikan kerajaan Andalusia yang lepas dari kekuasaan pusat Abasiyah.

Dibawah kekuasaan Abdul Rahman an-Nashir, yang berkuasa antara tahun 912-961, Andalusia mencapai kejayaan pada segala bidang kehidupan. Kerajaan ini secara mutlak menguasai seluruh semenanjung Iberia selama 275 tahun, yaitu hingga tahun 1030 M. Sayang setelah itu ia terpecah menjadi lebih dari 20 ‘ muluk thawaif’ atau kerajaan-kerajaan kecil yang lemah dan menyebar diseluruh Iberia. Yang terkenal diantaranya adalah kerajaan Seville ( 1056-1147) dan Granada ( 1237-1492) sebelum akhirnya benar-benar lenyap setelah ditaklukkan kerajaan Kristen dibawah raja Castilla, Ferdinand II. Kerajaan-kerajaan kecil Islam ini jatuh disebabkan tidak adanya persatuan di dalam tubuh mereka.

Kamu akan melihat kepada orang-orang Mukmin itu dalam hal kasih-sayang diantara mereka, dalam kecintaan dan belas kasihan diantara mereka adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh itu merasa sakit maka akan menjalarlah kesakitan itu pada anggota tubuh yang lain dengan menyebabkan tidak dapat tidur dan merasakan demam”. (HR Bukhari).

Jadi pihak Kristen sebenarnya hanya memanfaatkan kelemahan tersebut. Orang Spanyol menamakan peristiwa kemenangan mereka itu ‘Reconquista’ yang berarti Penaklukan Kembali. Namun berbeda dengan ketika pasukan Islam berhasil menaklukkan Spanyol dan sekitarnya. Ketika itu penguasa Muslim memberikan 2 pilihan kepada penduduk yang dikalahkannya ; memeluk Islam atau membayar jiziyah ( semacam zakat yang khusus dikenakan kepada non Muslim/kaum dzimmi). Tetapi ketika penguasa Kristen mengalahkan Islam, sebagian besar penduduknya dibantai. Antisemitisme ( budaya membenci orang Yahudi), pengusiran dan pembantaian Muslim adalah hal yang biasa terjadi pada era tersebut.

Padahal selama 700 tahun kekhalifahan Islam berkuasa, kekhalifahan ini berhasil memperkenalkan tidak saja sains, seni, budaya dan ekonomi namun juga toleransi beragama yang sangat tinggi ke dalam kehidupan negri di ujung selatan Eropa tersebut. Pemeluk ketiga agama samawi yang mendominasi negri tersebut, yaitu Islam, Kristen dan Yahudi hidup harmonis dan saling menghargai.

Demikian pula sains dan ilmu pengetahuan yang pada masa keemasan kerajaan Andalusia telah mencapai kejayaan mengalami kemunduran. Keduanya bahkan dianggap menentang dan menjatuhkan wibawa gereja di mata umum. Gereja dan para pemimpin agama ( Kristen ) terus berupaya memaksa rakyat agar menjadikan mereka sebagai pimpinan tertinggi yang harus ditaati secara mutlak. Pada zaman ini pula Perang Salib mulai diperkenalkan. Gereja berhasil memprovokasi timbulnya kebencian dan rasa permusuhan yang dalam terhadap Islam.

Akhirnya budaya tahayulpun berkembang pesat menggantikan ilmu pengetahuan dan sains. Kehidupan negri Kristen ini kembali mundur ke belakang. Sementara itu di belahan dunia lain yang tetap dikuasai Islam, yaitu Mamaluk dan kemudian kekhalifahan Otoman yang berpusat di Istambul sedang mengalami kebesaran dan kejayaannya. Itu sebabnya banyak orang Eropa berdatangan ke kota-kota Islam untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan. Pada era ini pula muncul para orientalis, yaitu orang-orang Kristen dan Yahudi yang datang ke Yerusalem dan kota-kota besar Islam lainnya untuk belajar tentang Islam dan tradisi Arab namun sayangnya dengan tujuan untuk menjatuhkan dan mengalahkan Islam.

Perlu menjadi catatan, kejatuhan terakhir kerajaan Islam Granada pada 1492 M sebenarnya lebih disebabkan oleh raja terakhirnya, Abu Abdullah Muhammad bin Ali, yang kurang memperhatikan salah satu ayat penting dalam Al-Quran. Suatu ketika ia menggabungkan pasukannya kedalam pasukan raja Ferdinand II untuk berperang melawan musuh. Namun apa lacur setelah gabungan pasukan ini menang, Ferdinand berbalik menyerang dan merebut kekuasaan sang raja. Seluruh kekayaannya dirampas hingga ia terpaksa pergi meninggalkan istananya menuju Afrika dan hidup terlunta-lunta dalam kemiskinan.

Dibawah raja Ferdinand II dan istrinya ratu Isabelle inilah kaum Muslimin dan Yahudi mengalami pengusiran secara besar-besaran.

« Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah” .(QS.An-Nisa(4):138-139).

Di kemudian hari dunia menyebut penduduk asli Andalusia yang memeluk Islam pada era ketika Muslim berkuasa dengan sebutan Moor / Muladi / Muwallad. Sementara mereka yang tetap ingin memeluk Kristen, agama lama mereka disebut dengan panggilan Mozarab. Kemudian pada era ketika Kristen berkuasa, orang-orang Islam yang tidak mau memeluk Kristen disebut sebagai kaum Mudejar. Kaum ini dikenal sebagai kaum terpelajar. Sayang mereka hanya dapat bertahan beberapa tahun di negri ini sebelum akhirnya diusir dan terpaksa harus meninggalkan tanah Iberia untuk selama-lamanya.

Namun demikian, atas izin-Nya, peninggalan kejayaannya hingga detik ini tidak berhasil begitu saja dihapuskan. Andalusia dengan istana ‘Alhambra’-nya yang megah di Granada, Cordoba dengan ‘ Mezquita’-nya dan Sevilla dengan berbagai bangunannya adalah sebagian contohnya.

Pandangan saya kembali ke tebing-tebing  tinggi yang mengitari Alquezar. Saat ini disamping karena sejarahnya, Alquezar menarik banyak pengunjung karena geografisnya. Istana ini dikelilingi oleh tebing-tebing kapur tinggi yang sangat digandrungi pencinta alam untuk berolah raga ‘canyoning’, seperti memanjat canyon, terjun, renang serta menjelajahi sungai Ebro yang mengalir diantara jurang-jurang tingginya yang sempit. Pemandangan didalam celah tebing tersebut memang sungguh menakjubkan.

Wallahu’alam bishawab.
Semoga bermanfaat.
Pau-France, 21 Agustus 2009.

Vien AM.

Referensi :

“ L’Islam en Europe” oleh Herscher.
“ Sejarah Islam” oleh Ahmad al-Usairy
http://en.wikipedia.org/wiki/Umayyad_conquest_of_Hispania
http://www.xmission.com/~dderhak/index/moors.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Mudejar
http://es.wikipedia.org/wiki/Torla Torla

Read Full Post »