“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu tidak mendengar?”. Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan malam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS.Al-Qashash(28):71-72).
Rasanya ke dua ayat di atas benar-benar pas untuk memulai laporan perjalanan kami kali ini. Betapa tidak. Jika pada musim panas yang biasanya berlangsung antara bulan Juli hingga Agustus matahari terbit sekitar pukul 5 pagi dan terbenam sekitar pukul 22.30 maka pada musim dingin yang biasanya berlangsung antara bulan Desember hingga Februari matahari baru terbit pukul 8 lebih dan terbenam sebelum pukul 5 ! Hal ini lebih terasa lagi ketika kita berpuasa, khususnya puasa Ramadhan.
Lucunya, ketika bulan Ramadhan jatuh di musim panas, ada saja sejumlah orang yang meminta keringanan karena puasa kita memang jauh lebih panjang dibanding puasa ditanah air. Namun ketika bulan Ramadhan jatuh di musim dingin yang berarti puasa menjadi jauh lebih pendek, tak satupun yang memprotesnya ….:-) …
Begitupun ketika kita berlibur. Di musim panas, selama hampir 17 jam lamanya kita bisa sepuas mungkin menikmati pemandangan di siang hari. Sebaliknya ketika musim dingin, waktu terasa begitu cepat berlalu. Rasanya belum puas kita menikmati pemandangan sembari berfoto-foto mengambil gambar kenangan .. tahu2 hari telah gelap. Inilah salah satu bukti kekuasaan Allah swt yang tidak mungkin dapat diingkari.
Perjalanan kami kali ini adalah perjalanan terpanjang yang kami lalui dengan menggunakan mobil pribadi, yaitu 3000 km bolak balik. Salah satu keuntungan bepergian di Eropa memang melalui jalan darat, baik dengan mobil pribadi maupun mobil sewaan. Dengan cara ini dengan mudah kita dapat mengunjungi berbagai kota di Eropa. Ini dimungkinkan karena adanya jaringan jalan/highway antar negara yang terkoordinir dengan baik. Disamping itu, dengan tidak adanya pengecekan di perbatasan setiap negara serta digunakannya satu mata uang Uni Eropa, yaitu Euro, menjadikan perjalanan sangat mudah, aman dan nyaman.
Kota pertama yang kami kunjungi adalah Montpellier. Namun kami mampir dahulu ke kota abad pertengahan ( Cite Medieval), bernama Carcassonne yang terletak sekitar 350 km timur Pau. Kota tua yang dikelilingi benteng kuno ini ternyata menyimpan sejarah kelam kekejaman pasukan Salib ( The Crusaders) dibawah perintah Paus Innocent III. Carcassonne ( termasuk Toulouse, Beziers dan Montpellier ) yang ketika itu berada dibawah kekuasaan raja Raimond-Roger Trencavel, pada tahun 1209 harus menerima hukuman berat karena sang raja dianggap terlalu permisif dan toleran terhadap pemeluk agama lain. Seluruh penduduk Beziers yang mayoritas Yahudi ini bahkan habis dibunuh.
Tak sampai seratus tahun kemudian, Carcassonne masih harus menderita hebat akibat pandemi ‘ The Black Death’ yang sangat mematikan. Kemudian dalam ‘ Perang Seratus Tahun ‘antara pemeluk Kristen dan Protestan sekitar tahun 1560, pemeluk protestan kota tersebut habis dibantai musuh !!. Sungguh menyedihkan . Merinding bulu kuduk ini menyaksikan sejarah kota tua tersebut. Jadi rasanya pantas saja jika anak perempuan saya berkomentar : “ Banyak hantunya kali bu ya disini … “ .. Hiii…
Selanjutnya kami menuju Montpellier. Kota ini adalah kota pelajar yang berubah menjadi kota turis ketika musim panas tiba. Seperti juga kota-kota besar Perancis lainnya, warga rakyat Montpellier sibuk mempersiapkan diri ketika ‘Fete De La Musique ‘ pesta musik dan seni Perancis, yang biasa diadakan pada setiap tanggal 21 Juni tiba. Pesta musik gratis yang di adakan di semua tempat umum ini, seperti di taman, teras dll ini biasanya terpusat di Place De La Comedie, yang merupakan landmark kota.
Di kota ini berdiri sebuah universitas terkenal yang telah berdiri sejak abad 13, yaitu University of Montpellier. Ketika itu fakultas kedokterannya telah menjadi primadona. Ini adalah pengaruh dari kejayaan kerajaan Islam Granada di Spanyol. Tenaga pengajar universitas ini memang khusus didatangkan dari sejumlah perguruan tinggi Granada yang ketika itu sedang berada di puncak kejayaannya dan menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan sains. Saat ini Universitas Montpellier telah terpecah menjadi 3 universitas, yaitu Universitas Montpellier I ( sosial ), Montpellier II ( Sains dan Kedokteran ) dan Montpellier III Paul Valery ( Seni dan Budaya ).
Katanya sih, banyak juga mahasiswa Indonesia yang menuntut di kota ini. Kami memang melihat sejumlah wajah Asia namun tidak yakin apakah mereka itu mahasiswa kita. Saya rasa mungkin mereka lebih memilih santai istirahat di apartemen mereka daripada berdingin-dingin di jalanan. Temperatur ketika itu memang dingin yaitu 3 derajat ! Bbbrr ..
Esoknya, setelah menginap semalam di kota yang memiliki kecantikan campuran antara kuno dan modern ini kami melanjutkan perjalanan ke Cannes. Namun kami menyempatkan diri dulu mencari masjid yang menurut internet ada beberapa. Tetapi ternyata tidak mudah menemukannya.
Setelah bolak-balik ‘ menyatroni’ sebuah gedung yang menurut Mr Google adalah sebuah masjid, akhirnya kami harus menyerah setelah seorang perempuan berjilbab yang kebetulan sedang menanti di halte bus menerangkan bahwa gedung tersebut bukan masjid. Kemudian ia memberi tahu lokasi masjid yang sebenarnya. Tetapi tetap saja kami tidak berhasil menemukannya. Apa boleh buat …Lanjut sajalah ke Cannes, begitu pikir kami ..
Namun Allah swt berkehendak lain. Disebuah perempatan jalan, jauh dari yang diidentifikasikan muslimah tadi, kami melihat sejumlah orang bergamis dan beberapa perempuan berjilbab sedang berbondong-bondong meninggalkan suatu tempat.
“ Orang-orang itu dari masjid kali yah .. », teriak anak saya.
Belum sempat suami saya menjawab, tiba-tiba seorang perempuan tua berjilbab datang menghampiri kendaraan kami, untuk mengemis !! Kebetulan memang sedang macet .. dapat dibayangkan .. betapa menyedihkannya melihat saudara kita seiman jauh-jauh di Perancis .. eh, mengemis .. L .. Tampaknya ia adalah satu dari sekian banyak korban perang yang datang dari negri-negri Muslim yang dilanda kekacauan seperti Afganistan, Irak, Chechnya, Kosovo dll. ( Oya, kemarin kami juga berjumpa dengan seorang pengemis cilik, gadis berusia 8 tahun yang berasal dari Kosovo. Ia mengemis di depan restoran dimana kami makan. Dengan bahasa Perancis yang terbata-bata, ia bercerita bahwa ia datang bersama ibunya yang saat ini sedang sakit, sekitar 2 bulan yang lalu.)
Darinya kami tahu bahwa bangunan di perempatan tersebut adalah masjid ! Kamipun segera celingukan mencari apa yang disebutnya masjid tadi. Setelah berputar beberapa kali akhirnya kamipun menemukannya. Ya ampun .. masjid itu benar-benar sederhana sekali. Tanpa kubah apalagi menara .. Pantas kami tidak berhasil menemukannya. Padahal di kota tersebut katanya ada beberapa masjid ..
Tiba-tiba saya teringat ketika bulan lalu kami berjalan-jalan di sebuah kota kecil dekat Pau, namanya Mourenx. Ada beberapa teman Indonesia yang bekerja di kota ini. Katanya ada masjid di kota tersebut. Dari seorang perempuan berjilbab yang kami jumpai di telpon umum, kami diberitahu bahwa masjid hanya sekitar 1 km dari tempat kami berada. Namun nyatanya setelah hampir satu jam kami berputar-putar, kami tidak juga menemukannya. Yaah .. begitulah .. kami terlalu sok yakin bahwa namanya masjid pasti ada kubahnya ada menaranya … lupa bahwa kami adalah minoritas di negri yang katanya meng-agung-kan azas demokrasi ini. Nyatanya bahkan azanpun tidak boleh sampai terdengar hingga ke luar masjid !! … duuh, sedihnya …
Bersambung ke “ Suka Duka Muslim Di Perancis ( 10).
menarik sekali, 😀
tepatnya, menarik plus ironis .. 😦 .. 🙂 ..