“ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”.(QS.At-Taubah(9):71)
Bila isi Al-Qur’an kita perhatikan lebih seksama, akan kita dapati bahwa perintah untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya tidak hanya sekali dua kali saja. Meskipun sesungguhnya untuk menta’ati panggilan dan perintah tidak harus menunggu hingga berkali-kali.
Sepintas perintah ini tidak terlihat istimewa. Paling tidak ketika perintah taat kepada Allah disandingkan dengan perintah ketaatan kepada Rasul. Namun dalam kenyataannya terbukti saat ini banyak umat Islam yang tidak menjalankan perintah tersebut. Dalam arti, mereka merasa yakin bahwa taat hanya kepada Allah tanpa perlu mentaati hadis sudahlah lebih dari cukup!
Bila kita tengok sejarah sedikit ke belakang, hal ini sebenarnya bukan fenomena baru. Adalah kaum Khawarij. Kaum ini resmi tercatat sebagai golongan yang pertama kali menafi’kan perintah Rasulullah secara terang-terangan.
Cikal bakal mereka telah terlihat sejak jaman Rasulullah masih hidup. Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri. Ia menceritakan, suatu saat ketika Rasulullah sedang membagi-bagikan harta rampasan perang datang Dzul Khuwaisirah, seorang dari Bani Tamim. Ia berkata memprotes : “Wahai Rasulullah, berbuat adillah!” Rasulullah bersabda: “Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil? Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”
Maka tak lama kemudian turunlah ayat berikut :
” Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman“(QS.Al-Anfaal(8):1).
Sementara itu Umar bin Al-Khathab yang memang dikenal sebagai sosok yang keras dan temperamenpun segera bereaksi : “Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya!” Namun dengan sabar Rasulullah menjawab: “Biarkanlah ia, sesungguhnya ia akan mempunyai pengikut yang salah seorang dari kalian merasa bahwa shalat dan puasanya tidak ada apa-apanya dibandingkan shalat dan puasa mereka, mereka selalu membaca Al Qur’an namun tidaklah melewati kerongkongan mereka, .… …”.
Hadis di atas secara tidak langsung menerangkan bahwa suatu ketika nanti orang yang memprotes kebijaksanaan Rasul tersebut akan memiliki pengikut dengan ciri-ciri rajin shalat, puasa dan bahkan membaca Al-Quranul Karim. Namun sayang mereka tidak mau mematuhi perintah dan hukum yang dikeluarkan Rasulullah kecuali bila sesuai dengan kehendak mereka.
” Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim”.( QS. An-Nuur(24):48-50).
Mereka ini bahkan juga dengan sangat mudahnya mengkafirkan orang yang pandangannya tidak sama dengan pandangan golongan mereka. Kelompok semacam ini di kemudian hari semakin banyak terpecah, diantaranya yaitu kelompok Ingkar Sunnah ( kaum yang tidak mau berpegang pada hadis ). Padahal Rasulullah bersabda yang juga dikuatkan dengan firman Allah bahwa umat Islam harus bersatu, saling tolong menolong, saling menutupi kesalahan serta kekurangan tiap kelompok yang mentaati Allah dan Rasul-Nya.
Hadis memang banyak baik jumlah maupun ragamnya. Hadis dengan isi/matan yang mirip seringkali pula lebih dari satu. Ada yang shoheh, hasan dan dha’if. Sepintas kadang orang awam merasa terjadi perbedaan. Banyak penyebabnya. Diantaranya adalah perbedaan cara pandang, tingkat kemampuan menganalisa hadis dan juga situasi serta kondisi dimana hadis terjadi. Perbedaan inilah yang dimaksud Rasulullah tidak boleh menjadi penyebab keretakan umat. Mustinya setiap terjadi perbedaan pandangan dalam menganalisa hadis harus dikembalikan kepada Al-Quran.
Sebaliknya bagi orang yang merasa cukup mentaati ayat Al-Quran saja tanpa perlu mentaati Rasul dan hadisnya, ini akan memancing kemurkaan Allah swt.
” Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (QS.An-Nisa’(4):80)
Para Rasul adalah manusia pilihan. Mereka maksum artinya bebas dari perbuatan dosa dan salah. Ini karena Allah swt memang senantiasa menjaga mereka dari bisikan dan gangguan syaitan. Bila suatu ketika mereka berbuat kesalahan Allah swt segera menegur mereka. Sebaliknya bila Allah swt tidak menegur apa yang diperbuat atau dikatakan para rasul berarti Allah ridho’. Berarti kita juga harus ridho’ dan mematuhi apa yang dicontohkan Rasul. Jadi jelas, ketaatan kita kepada Rasul adalah dalam rangka ketaatan kepada Sang Khalik. Bukan ketaatan yang membabi buta. Apalagi jika hingga mengkultuskan dan menjadikan Rasul seperti Tuhan sebagaimana ahli kitab menuhankan Isa as, tentu saja hal ini berdosa.
Berikut adalah ayat A-Quran yang berisi teguran kepada Rasulullah saw.
” Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi kecuali (dengan menyebut): “Insya-Allah“. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini”.(QS.Al-Kahfi (18):23-24).
Ayat ini turun beberapa hari setelah Rasulullah bertemu dengan beberapa orang Yahudi yang datang kepada Rasul khusus untuk menanyakan persoalan seputar keberadaan para penghuni gua Al-Kahfi. Saat itu Rasul menjawab bahwa beliau akan menjawab pertanyaan mereka ” besok” tanpa mengatakan ” Insya Allah” dengan harapan dan keyakinan tentu Allah besok akan memberi jawaban. Walaupun ketika beliau mengatakan hal tersebut beliau tidak mempunyai maksud hendak mendahului kehendak-Nya.
Namun ternyata hingga beberapa hari kemudian Rasul tidak mendapat jawaban hingga orang-orang Yahudipun mulai mencemooh dan mentertawakan beliau. Dapat dibayangkan betapa risau dan sedihnya hati Rasulullah. Rasul segera bertobat dan memohon ampunan atas segala kesalahan dan khilaf. Maka turunlah ayat diatas.
Sebagai manusia biasa suatu ketika Rasul juga penah khilaf. Namun Allah segera menegur dengan turunnya ayat berikut :
” Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya ”.(QS. Abasa (80):1-2).
Ini terjadi ketika Rasul sedang menerangkan ajaran Islam yang diembannya kepada para pembesar Quraisy. Harapannya begitu besar agar para pembesar tersebut mau menerima dan memeluk Islam. Namun tiba-tiba datang seorang lelaki tuna netra menanyakan sesuatu tentang ajaran Islam kepada Rasul. Saat itulah Rasul merasa terganggu hingga tanpa terasa raut wajah beliau berubah menjadi masam. Maka Allahpun segera menegur melalui ayat diatas dan ayat-ayat yang mengikutinya sbb :
” Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfa’at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,”( QS.Abasa(80):3-11)
Sesungguhnya teguran yang diberikan Allah swt kepada Rasulullah Muhammad saw adalah merupakan bukti bahwa Allah tidak saja hanya mencintai Rasul namun juga kepada umat-Nya. Karena dengan adanya teguran tersebut maka Rasulpun menjadi maksum. Maka dengan demikian tidak ada alasan bagi umat untuk tidak mempercayai apalagi tidak mau mentaatinya.
Sebagai bukti kecintaan Allah yang begitu besar kepada sang kekasih malah bukan saja kita dilarang menyakiti hati beliau bahkan mengeraskan suara lebih dari suara beliaupun dilarang!
„ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”.(QS.Al-Hujurat(49):1-2)
” Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan”. (QS.Al-Ahzab(33):57)
” Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya) dan janganlah kamu menjadi sebagai orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan.(QS.Al-Anfal(8):20-21)
Bagi orang yang mau berpikir, sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mau mengimani hadis. Bukankah shalat baik gerakan, jumlah rakaat maupun jumlah shalat dalam seharipun hadislah yang menerangkannnya bukan ayat Al-Quran. Karena fungsi hadis memang melengkapi Al-Quran, menerangkan dan memerinci apa yang tidak diterangkan Al-Quran secara detil. Kita dilarang memilah dan memisahkan mana hadis yang kita sukai dan mana yang tidak kita sukai. Semua wajib diimani sepanjang para ulama salaf meyakininya sebagai hadis shahih ataupun hasan. Dan yang lebih penting lagi, tentu saja selama isi hadits tidak bertentangan dengan ayat Al-Quran. Termasuk juga hadis yang menerangkan bahwa sebagian besar penghuni neraka kelak adalah perempuan karena mereka mengalami haid!
Mengapa demikian ?? Bukankah haid adalah fitrah perempuan ? Ya…namun ini tidak berarti bahwa ketika haid kaum perempuan dilarang berzikir mengingat kebesaran Allah, dilarang beramal ibadah dan mengerjakan berbagai amalan sosial lainnya yang dapat mendatangkan pahala dan meringankan dosa.. Haid bukanlah penghalang kaum hawa dari rahmat Allah. Ini adalah ujian dari-Nya disamping banyaknya hikmah yang ada didalamnya. Apalagi bila kaum hawa hanya sibuk menggunjing dan terus mempertanyakan keberadaan mereka sebagai perempuan yang merasa bahwa Sang Khalik tidak adil terhadap mereka. Mereka yang tidak kunjung puas terhadap berbagai ketentuan Allah seperti hak waris, ketaatan kepada suami, kebolehan suami berpoligami bila mampu, haid, melahirkan, menyusui, mendidik anak dsb. Inilah kesalahan kaum hawa terbesar yang harus segera diperbaiki bila tidak ingin menjadi penghuni neraka….
Na’udzu billah min dzalik.
Jakarta, April 2009.
Vien AM.
Sama-sama berdoa ya, semoga kita semua selalu patuh kpd Allah dan rasulNya.
amin..
Btw, hebat oy, langsung punya beberapa blog sekaligus ya Dit..
( Buka email di FB dong.. ada email antar kita tuh..)